37. Papa

4K 433 170
                                    

Melangkah keluar dari ruang guru, Vista menghirup udara sebanyak-banyaknya. Di dalam sana rasanya pengap sekali, ditambah soal-soal ulangan yang membuatnya pusing.

Tangan kurus itu merogoh saku rok, berusaha mencari-cari ponselnya. Layar hitam berubah menampilkan wallpaper berwarna hijau pastel. Baru jam dua, ternyata dia mengerjakan ulangan susulannya cukup cepat.

"Laper," gumamnya sambil menyentuh perut datarnya.

Melewati lapangan, mata Vista memicing menatap Achio yang tampak sendirian bermain basket di tengah teriknya matahari.

"Tumben sendirian," gumamnya.

Berdiri dari tempatnya, Vista hampir melotot saat Achio menatap ke arahnya. Laki-laki itu tidak bergerak, hanya melempar tatapan tajam yang sangat Vista benci.

Tidak ingin kalah, Vista melempar tatapan sinisnya. Sekarang apa lagi masalah mereka? Dia tidak begitu mengerti kenapa sifat Achio bisa berubah-ubah dengan cepat.

Menunggu beberapa saat, Achio kembali fokus pada permainannya. Mulut Vista hampir menganga, dia sedikit kecewa saat Achio tidak menghampirinya sekedar untuk berbasa-basi.

"Cowok aneh," gerutu Vista sambil berjalan ke arah gerbang sekolah.

"Tawarin nganterin pulang, kek." Berdiri di depan gerbang, Vista menyilangkan tangan di depan dada. "Atau ajak makan, susah banget buat basa-basi."

Sadar dengan apa yang telah dia katakan, mata Vista memejam. Sesekali dia memukul kepalanya sendiri. "Ngapain terlalu ngarep, sih?!"

Vista hanya kesal, tadi pagi Achio merampas ponselnya dan mengatakan pada Romeo bahwa dia yang akan mengantarkan Vista pulang. Tapi nyatanya apa? Laki-laki itu bahkan tidak berbicara apa-apa padahal mereka sempat bertatapan.

"Nggak sia-sia Papa nungguin kamu."

Tubuh Vista mematung melihat kehadiran Tio dengan senyum licik di wajahnya. Bolehkah Vista berteriak? Kenapa Tuhan mentakdirkan laki-laki seperti Tio untuk menjadi Papanya?

Menangkap sinyal bahaya saat laki-laki itu mendekat, Vista melangkah mundur. Kepalanya menoleh ke arah pos satpam, tapi Pak Didit tidak ada di sana.

"Ayo, ikut Papa! Biar Papa anterin pulang."

Sebelum tangannya berhasil dicekal, Vista menghindar. Hendak berlari ke dalam sekolah, tas punggungnya berhasil digapai laki-laki itu.

"Mau kemana? Papa udah nunggu cukup lama, kamu nggak bisa menghargai orang tua?!"

Mata Vista memanas, dia tidak mau kejadian waktu itu kembali terulang. Memutar otak untuk berpikir, Vista akhirnya melepaskan tas punggungnya sebelum akhirnya dia berhasil berlari ke dalam sekolah.

Achio yang masih tidak beranjak dari tengah lapangan menatap heran gadis itu. Melempar bola basketnya, Achio menatap Vista yang tampak ketakutan sambil menekan-nekan ponselnya.

Merasa ada yang tidak beres, tanpa ragu laki-laki itu berlari mendekati Vista.

"Ngapain balik lagi?"

Hampir menjerit, Achio berhasil membungkam mulut gadis itu dengan tangan besarnya.

"Lo kenapa?"

Menatap kehadiran Achio, tentu saja Vista merasa lebih tenang. Dia mencengkram kuat pergelangan tangan Achio dengan tangan kirinya. "Tungguin bentar, gue mau telepon Kakak," pintanya pelan.

Achio tidak bodoh untuk menangkap raut ketakutan dari wajah gadis itu. "Lo diapain sama cowok itu?!"

Vista tidak menjawab, dia masih sibuk mencoba menelpon Darpa. "Please, angkat!"

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang