15. Kill?

4.1K 415 856
                                    

Seorang laki-laki berpakaian serba hitam terhitung sudah dua jam memperhatikan rumah di depannya. Tidak peduli pada deras hujan yang mengguyur tubuhnya, dia masih duduk tenang di atas motornya.

Sekarang pandangannya jatuh pada jam tangan yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya. Dua puluh menit lagi tepat menunjukkan pukul dua belas malam. Tidak mau membuang-buang waktunya lagi, laki-laki itu melajukan motornya ke sisi lain rumah tersebut.

Setelah sampai, dengan sekali gerakan kakinya menapak di antara semak-semak. Tangannya dia masukkan ke dalam saku hoodie hitam yang dia kenakan. Derap langkahnya pelan sekali membuat semak-semak yang berada di sekelilingnya tidak begitu berisik, senyap saja seolah mendukung dirinya.

Ini bagian belakang dari rumah yang sedari tadi dia pantau, rumah itu tidak memiliki halaman belakang. Di belakang temboknya langsung mengarah pada hamparan tanah kosong yang ditumbuhi semak-semak, tempat kaki Achio berpijak saat ini.

Kepalanya menengadah ke atas, bibir yang dihiasi lebam pada sudutnya tersenyum kecil. Selesai menatap jendela kamar seseorang di atas sana  membuat Achio buru-buru meletakkan tangga yang sudah dia sembunyikan dari tadi sore.

Selama beberapa menit Achio mengamati jendela itu, dari sini dia bisa melihat kamar itu masih terang. Apa pemilik kamar itu belum tidur atau memang sengaja tidak mematikan lampunya? Tidak mau menduga-duga, Achio menaiki satu persatu anak tangga, pelan-pelan sekali karena jujur saja perut dan bagian tubuh yang lain masih nyeri jika dia banyak bergerak.

Matanya mengintip ke dalam sana untuk memastikan sesuatu sebelum mencongkel jendela itu dengan mudahnya. Achio mengamati kamar yang menurutnya kecil selama beberapa detik sebelum matanya tertuju pada gadis yang tidur terlentang di atas ranjangnya. Tidak peduli pada tubuh basahnya, Achio mengeluarkan sebilah belati dari balik tubuhnya.

"Lo harus mati!" desis Achio tajam.

Katakan saja Achio gila, dia memang benar-benar sudah gila semenjak keluarganya hancur. Achio tidak peduli jika setelah melenyapkan Vista dia akan mendekam di penjara, ini semua dia lakukan untuk Mamanya.

Ujung benda tajam yang kegunaannya memang untuk menusuk atau menikam sudah menempel sempurna di atas dada Vista. Hanya perlu sedikit tenaga, benda itu akan menancap sempurna dan perlahan-lahan menghilangkan nyawa gadis yang masih terlelap.

Diam beberapa saat, sekarang akhirnya Achio menekan benda itu tapi gerakannya kurang cepat. Mata Vista tiba-tiba terbuka karena merasa terganggu oleh tetesan air dari tangan Achio.

"Lo?!" Wajah Vista pucat pasi, tubuhnya gemetar dan sudah tidak ada yang bisa dia pikirkan lagi selain kematian. "Jangan gila!!"

Vista tidak bisa bergerak di tempatnya, dia takut jika memberontak akan membuat Achio lebih cepat mengakhiri hidupnya. Semuanya memang terasa seperti mimpi, tapi jelas ini bukan mimpi. Kematian ada di depannya.

"Mau mati?" Achio menunjukkan seringainya, terlihat begitu mengerikan di mata Vista.

Vista menatap ke arah pintu kamarnya yang tidak terkunci. Sempat berpikir untuk berteriak tapi percuma saja. Mamanya belum kembali dari urusan pekerjaan, sedangkan Kakak-kakaknya bilang bahwa akan menginap di sebuah hotel tempat pesta ulang tahun adik Fay. Ya, acara makan malam mereka batal dan berganti rencana karena orang tua Fay terlanjur membuatkan sebuah acara mewah di salah satu hotel ternama yang ada di pusat kota.

"Achio ... gue tau kalau lo masih waras. Jadi, tolong jauhin benda ini sekarang juga!!" Vista melirik ujung belati yang masih menempel pada tubuhnya.

"Gue udah nggak waras." Achio tersenyum simpul. "Lo yang bikin gue kayak gini."

Apa lagi yang bisa Vista lakukan dalam kondisi terdesak seperti ini? Matanya memanas, beberapa bulir air mata lolos begitu saja dari kelopaknya. Vista sangat ketakutan, tidak pernah terpikirkan Achio akan mengambil tindakan segila ini.

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang