Prolog

17.2K 857 689
                                    

"Mati gue!"

Rambut hitam panjang sepinggang bergerak-gerak mengikuti derap langkah tergesa. Duduk di halte, jari-jari berkuku panjang yang dipermanis warna burgundy dimasukkan ke dalam saku seragam. Dahinya mengernyit saat tidak menemukan apa yang dia cari.

Sedetik mata dengan manik selaras warna rambut terkunci menatap burung-burung yang mencericip dari untaian kabel tiang listrik. Kaget, bahu gadis itu tiba-tiba menjengit, segera menoleh ke kiri menatap gemeresik dedaunan yang ternyata tertiup oleh angin.

"Keluarga setan!!"

Umpatan kasar keluar dari bibir semerah buah jambu. Ini kali pertama, tidak menutup kemungkinan kedepannya akan lebih sering. Memandangi jalan yang sedikit ramai, wajah cantiknya memberengut kesal. Tidak mau membuang waktunya lagi, jari-jari berkuku panjang yang hampir patah merogoh ganas tas sekolahnya. Hasilnya tetap saja tidak ada yang dia dapatkan, lagi-lagi dia melupakan uangnya.

"Andai nggak menang lomba renang, gue nggak akan ada di sini," keluhnya.

Melanjutkan mengeluh dalam hati, dia mendesah tanpa suara. Tidak ingin terlambat di hari pertama menjadi siswi baru, kaki jenjangnya melangkah penuh percaya diri menuju tepi jalan raya. Lalu berlari seolah nyawanya ada sembilan, melupakan aturan menyebrang sebaiknya pada zebra cross dan menoleh kanan kiri terlebih dahulu.

Tin!!

Langkahnya terhenti, menoleh ke kanan sebelum bibirnya berteriak kencang. Matanya terpejam, sedangkan kedua telapak tangan dipergunakan untuk menutup telinga. Suara decitan ban yang beradu dengan aspal membuat tubuhnya semakin gemetar, sialnya lagi seolah dipaku hingga tidak bisa bergerak menghindar.

Satu detik, dua detik, tiga detik, hingga hitungan kelima tidak ada yang terjadi. Membuka mata secepat kilat, tersenyum lega saat melihat mobil tadi tidak jadi menabraknya. Sama dengannya, pria dibalik kemudi mengembuskan napas lega ketika berhasil menghentikan laju mobilnya.

"Kamu nggak kenapa-kenapa?" Suara berat dan serak melempar gadis itu ke dalam dunia khayalan.

Melupakan tubuhnya yang masih gemetar hebat atau kemungkinan telat ke sekolah di hari pertama, sekarang dia justru membayangkan laki-laki tampan yang ada di dalam novel. Mulai membayangkan kisahnya akan semanis gadis-gadis di dalam cerita yang satu dua kali pernah dia baca.

"Are you okay?"

Lambaian tangan di depan wajah membuatnya kembali mendapatkan kesadaran. Kesadaran yang juga ikut melenyapkan bayangan-bayangan indah dalam kepalanya sesaat pria paruh baya yang menghampirinya.

"Ada yang luka?" Tatapan itu menyiratkan rasa khawatir dan sialnya mampu menyihir gadis muda di depannya.

Membalas dengan gelengan kaku, bibirnya melempar senyum lembut. "Saya nggak kenapa-kenapa, Om. Maaf karena nyebrang sembarangan."

Pria itu menatapnya penuh rasa kagum. Seperti mendapat sesuatu yang sempurna, sulit dia percaya tapi keberuntungan tengah berpihak padanya ditengah kekalutan hatinya. Seperti sudah diatur otomatis, matanya merekam dan menyimpan dalam memori penampilan gadis muda yang hampir dia tabrak.

Rambut hitam panjang, kulit bersih, bibir merah jambu, dan disempurnakan hal-hal kecil lainnya. Ini yang dia cari-cari, gadis yang membuatnya terpesona hingga hampir tidak mampu mengalihkan pandangan.

"Nama kamu siapa?" Mungkin ini sikap tidak sopan yang pernah dia lakukan seumur hidup. Melupakan dirinya yang lebih cocok menjadi Ayah dari gadis itu, dengan tidak tahu dirinya bertanya semanis mungkin.

Mengerjap-ngerjap selama beberapa kali, akhirnya gadis itu mendapatkan kesadarannya. "Theanna Vista."

Teringat dengan sekolahnya, Vista kembali panik. "Saya pamit duluan, Om. Sekali lagi, maaf." Setelah menyelesaikan ucapannya, Vista menunduk sopan.

Hendak melangkah, tangan besar pria itu menahan pergerakannya. Dahinya mengerut menatap pria asing di hadapannya. "Maaf, saya buru-buru." Berharap pria itu mengerti sebuah kode, matanya melirik pergelangan tangan yang masih dicekal.

"Maaf," balas pria itu sopan lalu melepaskan cekalan tangannya. "Kamu sekolah dimana? Mau saya antar?"

Mengulas senyum simpul, kepalanya menggeleng. "Nggak usah, Om. Saya bisa sendiri."

Telapak kaki terbungkus sepatu itu berjalan lebih cepat, berusaha menghindar dari pria paruh baya yang menurutnya mencurigakan. Teringat kata-kata asisten rumah tangga yang dulu sering memperingatinya mengenai orang asing, Vista menjadi sedikit takut walau berada di tengah keramaian.

"Tunggu!"

Mata Vista terpejam, ingin berlari tapi kakinya mengkhianati. Ia justru diam, menoleh ke belakang menunggu pria itu sampai di hadapannya.

"Ada ap—"

"Saya bisa kasih apa pun yang kamu mau."

Menatap wajah bingung lawan bicaranya, dia berusaha menormalkan detak jantungnya. Menarik napas dan dengan penuh keberanian bertanya, "Kamu mau jadi simpanan saya?"

Tidak sampai tiga puluh menit pertemuan mereka dan gadis itu berani mengambil sebuah keputusan besar. Singkat memang, tapi dari sini masalah dalam kehidupan Vista dimulai. Lebih tepatnya, dimulai setelah Vista menganggukkan kepalanya tanpa ragu.

***

Aku merasa pengangguran banget kalau nggak buat cerita. Karena itu, aku sekarang kembali dengan cerita yang baru.

Baru prolog nih, gimana?

Setelah sedikit membaca blurb, penasaran nggak?

Kalau suka, kasih spam yellow heart seperti biasa!!💛💛

Aku suka ragu, jadi akan aku lanjut kalau lumayan banyak yang antusias dengan cerita ini.

Kenalan dulu yuk sama pelakor kita!
Theanna Vista.

Kenalan dulu yuk sama pelakor kita!Theanna Vista

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See you!!

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang