Chapter 24

2 1 0
                                    

Beberapa jam sebelumnya

Kyra melihat lingkaran merah yang menandai tanggal beserta hari di mana pada akhir pekan sekarang ini, tugas Alister sebagai orang yang membesuk Nadira. Memang tidak mudah untuk dapat menjenguk putri kesayangan keluarga Bachtiar yang dianggap orang-orang layaknya putri tidur yang berharga.

Tidak seperti dirinya. Status serta kedudukan yang dimilikinya hanyalah bersifat sementara. Kelak, di suatu hari, dia mesti mengembalikan semua itu pada orang dan waktu yang tepat.  Kyra pun sudah payah memberikan senyuman, meski yang tersungging pada bibirnya menyiratkan makna kesenduan.

Jika diingat-ingat, egonya yang mendadak setinggi langit itu, menyuruh Kyra untuk berharap lebih. Lebih berambisi, lebih membuktikan bahwa dirinya pantas jika hidup berdampingan dengan keluarganya saat ini, hingga lebih-lebih dalam melakukan sesuatu yang membantunya untuk mendapatkan validasi dari orang-orang.

Namun, Kyra juga tahu ketahanan fisik, batin serta ambisi bertahan hidupnya tidak sebesar itu, tetapi juga tidak sekecil yang dikira hingga memikirkan percobaan bunuh diri, misalnya. Kyra rasa, pemikiran itu sudah seharusnya lenyap. Jika tidak, mungkin saja ambisi itu akan kembali sewaktu-waktu, ketika Kyra sedang terpuruk lagi.

Tangan mungil Kyra membalikkan kalender dengan latar biru tua menuju halaman-halaman berikutnya. Kedutan pada sisi bibir yang melengkung, membuat Kyra tanpa sadar berdecak. Lingkaran warna merah lainnya, menandakan waktu yang dia habiskan di kediaman Bachtiar mendekati angka setahun.

“Papa  ....” gumam Kyra dengan lirih.

Sebulir air perlahan jatuh dari kelopak matanya, tanpa Kyra sadari kalau matanya telah melelehkan air mata yang cukup deras hingga membuatnya terdesak--minta dikeluarkan. Benak Kyra dipenuhi dengan kenangan pada Zahair.

Berbagai ingatan tentang kebersamaan mereka, seakan membeludak memenuhi ruang memori Kyra. Sudah hampir menyerupai umur jagung, dia tidak lagi melihat sosok Zahair secara langsung. Mereka hanya bisa saling sapa melalui dunia virtual karena terikat dengan peraturan sekolah.

Sebetulnya, SMANSA bisa terbilang sebagai sekolah asrama yang ketat. Namun, ada juga beberapa peraturan yang dilonggarkan.  Tentu saja makna bebas di sini  tetap mengarah pada keterkaitan aturan tertentu yang harus dipatuhi. Sehingga--meskipun ingin--Kyra tidak bisa sembarangan meminta izin untuk cuti atau tinggal di luar asrama selama masa sekolah sedang berlangsung.

Pembatasan penggunaan telepon seluler juga diberlakukan di SMANSA, hingga tak jarang siswa di sekolah tersebut benar-benar menggunakan gawai mereka untuk keperluan tertentu. Karena dengan alasan keamanan, SMANSA juga kerap memantau pemanfaatan gawai yang dilakukan siswanya.  

Wali siswa juga tidak memiliki kebebasan untuk mengunjungi siswa yang diwalinya. Makanya, Kyra harus berpuas-puas diri dengan bertatap maya dengan Zahair. Setidaknya hingga akhir semester nanti, atau paling-paling saat trisemester nanti, telah terlalui—bertepatan dengan jadwalnya menjenguk Nadira—barulah Kyra bisa bertemu kembali dengan Zahair. Itu pun jika Zahair tidak sedang dinas keluar kota atau bahkan keluar negeri.

Setelah Kyra memantapkan hati untuk tidak menangis, serta-merta dia menyeka sudut matanya yang berair cukup deras hingga ke pipi. Kyra menyimpan kembali kalender tersebut di atas nakas. Kini, kalender dengan model seperti album dengan ring dibagian puncak, berderet rapi bersama susunan buku-buku yang ditata secara vertikal.

“Udah siap buat jalan, Tuan Putri?” interupsi Hana yang mengalihkan atensi Kyra untuk menengok ke arahnya.

Gadis yang memakai jilbab moka yang serasi dengan gamis berujung renda di bagian tepinya, tengah  berdiri dekat ambang pintu sambil bersedekap. Dia menunggu kesigapan Kyra untuk memenuhi janji mereka. Jalan-jalan di akhir pekan!

1825 [ON HOLD]Where stories live. Discover now