Chapter 15

5 1 0
                                    

1825 : bena
(n) (kl) ombak; air pasang; banjir

NUANSA monokrom pada ruangan yang terletak di bagian belakang lukisan artistik yang kerap kali ditemui pada ajang seni bergengsi, kini tampak lebih sunyi jika dibandingkan dengan ruangan besar yang menaunginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NUANSA monokrom pada ruangan yang terletak di bagian belakang lukisan artistik yang kerap kali ditemui pada ajang seni bergengsi, kini tampak lebih sunyi jika dibandingkan dengan ruangan besar yang menaunginya. Mesti terlihat rapi dan bersih, ruangan yang hanya bisa menampung satu unit mobil,  memberikan kesan mencekam tiap kali melangkah menuju pusat ruangan.

Dinding-dinding yang sengaja diukir menggunakan kreativitas para pengrajin kelas dunia justru dipadukan dengan beragam ornamen potret-potret yang sengaja digantungkan dan akan memiliki tanda silang tiap kali rencana yang disusunnya terpenuhi. Di samping dinding berhias tersebut, sebuah papan setinggi orang dewasa dengan tempelan beragam informasi dan coretan tinta bergambar, seolah-olah menyajikan kejadian yang akan terjadi berikutnya.

Lengkungan senyum menyeringai dari orang  memasuki ruangan tersebut tampak kontras dengan gambar yang menunjukkan sebuah kecelakaan beruntun yang terkenal pada masanya karena memakan banyak korban jiwa.

Setidaknya pada bagian sudut ruangan, letak ratusan arsip tersimpan, tempat tersebut lebih manusiawi untuk dilihat. Lebih-lebih, ketika ideologi masyarakat yang kian marak terdengar ialah kalau tempat yang paling aman justru merupakan tempat berbahaya.

Tepat seperti yang diperbuatnya pada lukisan yang menghubungkan dua tempat yang berlainan, maka dibalik tumpukkan arsip tersebut, terdapat satu tombol merah besar yang akan aktif dan mengeluarkan beragam bentuk pertahanan diri jika seseorang yang bukan pemiliknya, datang mendekat. Pertahanannya pun bermacam-macam, baik berupa hujan jarum beracun hingga sayatan tak kasat dari sebuah benang yang tak terlihat dengan mata telanjang.

Memang tidak seharusnya dikatakan tempat yang manusiawi karena semuanya bisa saja mengancam nyawa kita sendiri. Di samping almari yang menyimpan banyak tatanan berkas, tepatnya di atas meja  seukuran lima hasta, tampak menampilkan dua berkas yang tengah dipelajarinya.

Satu berkas terbuka yang menampilkan detail informasi dan potret yang diinginkannya menjadi satu dalam satu dokumen utuh. Nama “Mahavir Alister Bagaskara” terukir rapi pada sampul dokumen tebal. Kemudian di samping dokumen tersebut, pemilik nama “Willa Pramoedya” ditatap nanar olehnya.

Potret gadis bernama Willa yang diambil dari berbagai usia, membuat dirinya tanpa sadar mengulas senyum getir. Sorot matanya menatap sendu ketika tangannya bersentuhan dengan potret Willa yang diusapnya penuh kehati-hatian.

Tangan berdosa yang sering berlumuran darah segar—meski terlihat bersih sekarang ini—kini samar-samar sudah mulai berkeriput, tidak sekencang kulit mudanya dulu. Namun, keinginan untuk menyentuh secara langsung tubuh Willa menjadi ambisi terbesarnya akhir-akhir ini.

Dia bukan lagi membayangkannya lewat sentuhan semata, tetapi jika dia tidak bisa menekan ego sesaatnya itu, siasat yang selama ini dia rencanakan bisa saja gagal sepenuhnya. Itu pun hanya karena alasan sepele, yakni gara-gara gadis yang ingin dia rengkuh.

1825 [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang