Chapter 18

20 4 4
                                    

#note : [dari chapter ini ke bawah, mohon maaf, edisi nulis-publis. Edit nanti nyusul. Makasih~ #cmiw✌🏻]

1825 : cawis
(b) (Jw) (kl) tersedia
Tidak semua yang pernah ada, akan selamanya

LAPANGAN outdoor berada di sebelah timur ketika pertama kali memasuki SMANSA melalui gerbang utama di selatan. Tak jauh dari lapangan serba guna yang luasnya bisa digunakan untuk keperluan sepak bola dan bahkan hingga memenuhi standar untuk penggunaan trek lari, tepatnya di sebelah barat daya dari gerbang utama, gedung olahraga indoor dengan kapasitas yang cukup luas sehingga terbagi dalam dua bagian, di mana salah satu bagian lainnya dijadikan sebagai kolam renang indoor khusus SMANSA.

Bertepatan dengan hari terakhir sekolah pada pekan ini--karena SMANSA menggunakan sistem pembelajaran secara blok--maka hari Jumat menjadi hari terakhir dalam sepekan untuk kegiatan belajar-mengajar. Kelas MIPA-1 yang menjadi kelas Kyra dan Hana berada, mendapatkan jadwal untuk menggunakan kolam renang sebagai pembelajaran olahraga kali ini.

Tiap kelas perangkatannya hanya diisi oleh 22 murid saja dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yang cukup adil, kecuali kelas MIPA-1 yang memiliki jumlah laki-laki paling banyak dan MIPA-4 memiliki jumlah murid perempuan yang mendominasi kelas. Maka, tak heran jika di kelas Kyra, antusias para siswa laki-laki ketika dihadapkan oleh pembelajaran olahraga akan terlihat. Meski mereka kapasitas dalam ilmu sains, tetap saja nalurinya sebagai penyuka hal-hal yang berbau tantangan dan gentleman masih mendarah daging pada mereka.

Delapan orang siswa perempuan dari kelas Kyra sudah berderet rapi di atas papan yang menjadi acuan mereka untuk memulai berenang setelah sebelum-sebelumnya melakukan pemanasan. Kini, tibalah saatnya mereka untuk melakukan tes kemampuan renang dan diakhiri dengan kebebasan waktu untuk sekadar berenang atau beristirahat.

Kyra berdiri paling ujung di atas papan untuk meluncur. Kakinya masih saja merasa lemas tiap kali dirinya menceburkan diri dari ketinggian satu setengah meter di atas permukaan air kolam renang.

"Ky, kamu beneran nggak mau izin aja ke Pak Bagas?" tawar Hana dengan kening mengernyit karena khawatir. "Aku yakin, dia pasti bisa maklumin kondisi kamu, kok." Hana memang berdiri satu meter di papan luncur dekat Kyra, sepertinya mereka memang ditakdirkan untuk selalu berdekatan.

Kyra menolak tawaran dari Hana dengan geleng kepala. Meski harus dia akui jika saran Hana ada baiknya, karena dia juga merasakan pening akhir-akhir ini. Namun, mengingat kesempatan ini dilakukan untuk pemasukan nilai, Kyra enggan melakukan pengulangan dikemudian hari. Itu pun pasti dilakukannya secara individu. "Aku nggak keberatan di tes sekarang, biar nanti tenang."

Hana memandang Kyra dengan cemas. Dia ragu untuk mempercayai ungkapan Kyra. Mengingat ketika pagi hari, gadis tersebut mengeluh padanya sambil menangis-nangis karena sakit kepala yang dideritanya. "Janji, lho, kalau nanti ada apa-apa, bilang, ya. Aku nggak masalah jika kita nanti ngulang nilai sama-sama," bujuknya. Tak kalah keras kepala.

Ah, memang pada dasarnya Kyra memiliki gen kepala batu, jadinya susah sekali membujuk perempuan yang sekarang ini menggelung rambutnya di tengah-tengah dan memperlihatkan leher putih langsat yang bersih. Beberapa anak rambut yang menjuntai di atas kening hingga di samping-samping dekat telinga, menjadikan Kyra terlihat seperti orang baru karena jarang-jarang sekali melihatnya dengan gaya rambut yang tidak digerai.

Kyra tetap menggeleng. Dia membalas dengan isyarat acungan jempol kanan yang menunjukkan bahwa keadaannya sedang baik-baik saja pada Hana yang sedari tadi mencemaskannya. Maka, tak ada lagi jalan mundur bagi mereka karena bunyi peluit dari Pak Bagas-guru olahraga mereka-baru saja ditiupkan dengan nyaring.

1825 [ON HOLD]Where stories live. Discover now