Chapter 2

44 12 1
                                    

1825 : aksa
(a) (kl) jauh

RUMAH SAKIT kenamaan bertaraf internasional yang didirikan oleh pemerintahan kolonial pada masanya menjadi pilihan bagi anggota Bachtiar untuk mengonsultasikan kesehatan ataupun melakukan perawatan medis secara rutin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

RUMAH SAKIT kenamaan bertaraf internasional yang didirikan oleh pemerintahan kolonial pada masanya menjadi pilihan bagi anggota Bachtiar untuk mengonsultasikan kesehatan ataupun melakukan perawatan medis secara rutin. Selain karena  standardisasi fasilitas peralatan medis dan ruangan perawatannya yang memadai, lokasi Rumah Sakit Pusat Gatot Subroto merupakan fasilitas kesehatan yang letaknya berdekatan dengan Perumahan Narapati yang berada di Menteng.

Mobil berjenis SUV  yang dikendarai oleh salah satu ajudan kepercayaan Zahair, memangkas perjalanan dengan melintasi Jalan Selemba Raya yang tujuh menit lebih cepat sampai di rumah sakit tujuan, jika dibandingkan memilih Jalan Pangeran Diponegoro yang belum tentu bebas dari kemacetan.

Tanpa banyak bicara pun—Andrean—selaku sopir yang mengantarkan tuan mudanya untuk membesuk bunga hati dari anak Zahair yang sekarang ini tengah terbaring dengan kesadaran yang minim dan bergantung pada ventilator untuk menunjang hidupnya, memarkirkan Mitsubishi Pajero Sport hitam di pelataran parkiran setelah membuat tuan muda bermimik masam tersebut menunggu sepuluh menit.

“Mari saya—”

“Tak usah!” tolak Alister dengan tak acuh sambil melangkahkan kakinya lebar-lebar, meninggalkan pria yang telah mengabdikan dirinya setara dengan umur Alister tersenyum maklum, mengingat tabiat tuan muda tersebut.

Derap sepatu yang gemanya tersamarkan karena bising dari keramaian di rumah sakit, jauh lebih membuatnya tenang dibandingkan dirinya yang diharuskan berbagi oksigen dengan orang asing yang menyebutkannya “Kakak”. Telinga Alister merasa alergi ketika sapaan itu terdengar langsung dari bibir mungil Kyra—yang entah kenapa terlihat seperti duplikat adiknya yang tengah sakit, koma lebih tepatnya—dan Alister benci kenyataan tersebut.

Ketika kakinya berhadapan langsung dengan salah satu ruangan di ICU, tempat seseorang yang selalu Alister rindukan keberadaannya, membuat Alister lagi-lagi harus menghirup napas yang cukup panjang sebelum memberanikan diri untuk mendorong pintu ruangan yang nantinya akan pekat dengan aroma antiseptik yang menyengat.

“Nadira  ... apa kabar?”

Meskipun sapaannya tak pernah mendapatkan jawaban, Alister berusaha mempertahankan wajahnya yang terlihat ceria, wajah yang disukai orang yang terbaring lemah di depannya dan jarang dia tunjukkan pada orang-orang, selain pada Nadira.

Tangan Nadira yang hanya menutupi setengah lebar tangan Alister, beberapa kali Alister bubuhkan kecupan kasih sayang. Berharap melalui tindakan tersebut, mata yang selama bertahun-tahun nyaman terpejam itu segera menunjukkan binarnya kembali, ketika Alister mengajaknya berbicara.

1825 [ON HOLD]Where stories live. Discover now