Dulu, dua orang papa muda ini mungkin lagi gabut atau mungkin stress dengan urusan bisnis. Makanya, datang pemikiran absurd itu. Rayyan dan Syafii sadar kalau pernikahan itu sama sekali tidak akan bisa sah, karena mempelainya masih jauh dibawah umur.

Pun, mereka sendiri tidak benar-benar menghadirkan penghulu dari KUA atau tokoh agama terpandang. Saksi pun juga bayaran.

"Ya Allah, dulu bisa-bisanya kita jadiin Pak Mumet, sopir kita sebagai penghulu." Rayyan terkikik geli kala mengingatnya.

"Jangan lupakan kerabat-kerabat dekat kita yang juga benar-benar menjiwai waktu itu, Pak." Syafii ikut terkikik. "Dan saya yakin, Naya dan Algra punya ingatan tentang kesempurnaan acara waktu itu," lanjutnya.

11 tahun silam itu benar-benar nyata, tapi tidak bisa disangkutpautkan dengan fakta kehidupan sosial dan beragama. Semua yang terjadi dulu hanyalah hasil kegabutan sesaat. Mereka sama sekali tidak punya niat lebih atas semuanya. Sekali lagi ditekankan, pernikahan yang terjadi dulu diadakan hanya untuk menciptakan ikatan jiwa dan kenangan indah antara Algrafi Zayyan Danadyaksa dan Nayanika Zaqueena Dya. Tidak lebih.

"Dulu nih, Pak, istri saya pernah bilang kalau saya ini gila," kata Syafii memulai pembicaraan duluan.

Rayyan memperbaiki posisi duduknya. "Iya sama, istri saya juga ngatain saya gila." Mencomot tangan Rahayu dan menggenggamnya.

"Padahal kita ya emang gila waktu itu," respon Syafii memicu gelak tawa semua orang yang ada di sana.

"Haduh, haduh, cukup, Pak. Perut buncit saya udah capek getar-getar." Rayyan tampak menyender di bahu sofa saking lelahnya menertawai kegabutan mereka waktu dulu.

Syafii yang duduk di samping Susan mengangguk-angguk mengerti walau masih enggan berhenti tertawa.

Masih ada sesuatu dibalik sesuatu.

Masih di hari yang sama, momen yang sama, tapi rasa berbeda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Masih di hari yang sama, momen yang sama, tapi rasa berbeda. Kini Algra sedang berdiri di sudut ruangan, memandangi Naya yang juga sedang menatapnya tajam.

"Tanggung jawab lo, Gra!" ketus Naya memelototi Algra. Kedua tangannya kembali bersedekap di depan dada.

"Tanggung jawab yang gimana lagi? Kita kan udah nikah Naya sayang." Setelah sepuluh menit berdiri di sana, Algra melangkahkan kaki menuju posisi duduk Naya.

Naya mengangkat pantatnya dan bergeser saat Algra kembali muncul disebelahnya. "Jangan deket-deket!"

"Gak bisa gitu lah, lagian yang tadi itu adalah salah satu kewajiban lo, Nay. Lebih dari yang tadi juga udah gak masalah kalo gue lakuin ke lo." Algra tersenyum, kembali mendekat dan memaksa untuk memeluk. Naya tidak menolak, apa kata Algra barusan ada benarnya juga.

"Kalo gue punya kewajiban, lo juga punya?" Naya mendongak, menatap Algra yang tengah mengelus pucuk kepalanya.

Cowok yang masih memakai seragam sekolah itu mengangguk. "Iya, menyayangi lo sepenuh hati adalah kewajiban gue," ucapnya seraya mengecup kening gadisnya.

ALGRAFIWhere stories live. Discover now