8. PANAS MEMBARA

161 7 0
                                    

Tepat pukul 8 malam gara menjemput aletta di depan rumahnya, menunggu aletta sebentar gara ber-inisatif membuka ponsel yang sudah jarang ia mainkan.

“buset, dm ig numpuk amat.” monolog gara sambil terus men-scrool permintaan dm nya.

“cewek semua isinya?” bingung gara saat melihat dm ig terbanyak di isi dengan, ‘udah punya pacar belum?’

Gara segera menutup ponselnya saat mendengar langkah kaki seseorang mendekat.

“udah?” tanya gara pada aletta, matanya memperlihatkan penampilan aletta dari atas sampai bawah. satu kata untuk aletta, sederhana. Dan gara menyukainya.

“a-ada yang salah?” tanya aletta gugup saat mata gara memperhatikannya lekat.

“enggak, udah jangan cantik-cantik. Entar gue yang repot lagi!”

Aletta mengangkat alisnya bingung, memangnya repot kenapa?

“kok kamu yang repot?”

“repot kalau udah suka, nanti gimana?”

“gak gimana gimana, kan cuma suka doang.” Jawab aletta santai.

Rasanya gara ingin membawa aletta kabur jauh, di bawa kawin lari juga gara tak masalah jika aletta mau.

Keduanya tengah repot melayangkan pelanggan, aletta tak mengira jika sekarang warungnya rame pake banget.

“gara-gara do’a gue nih, mujarab!”

Aletta mendelik sebal, “emang kamu do’a apa?”

“dagangan lo rame lah! Eh tapi kemaren gue sempet do’a in supaya dagangannya sepi, gak taunya beneran!”

Sebelum aletta melotot tajam padanya gara kembali melanjutkan perkataannya, “tapi pas gue do’a gitu enggak tau ya kalau bakal kekabul!”

Sedetik kemudian baskom di samping aletta menjadi sasaran empuk untuk gara, “tobat kamu! Do’a in orang yang enggak-enggak.”

Gara sedang membungkus satu nasi goreng ke dalam kantung kresek hitam.

“gue udah tobat kemaren, makannya berkat do’a tobat gue ini, dagangan lo jadi rame kan?”

Aletta tak menjawab perkataan gara, malas berdebat dengannya pasti ujung-ujungnya taka da yang ingin mengalah.

“bang fadhil?” beo aletta.

Gara menoleh cepat saat gara menyebut nama fadhil.

“bang bang bang! Bangtut kali ah!” jawab gara kesal, entah saat aletta menyebut fadhil dengan sebutan ‘bang’ ada rasa ingin membakar orang itu.

“CEMBUKUR!!” teriak dua orang yang berada di belakang tubuh fadhil.

“lah? lo ngapain kesini?” tanya heran gara pada devan dan juga bagas.

“beli dong! Gak kayak lo, jadi apa gas?!”

“BABU!!” teriak bagas yang mengundang perhatian para pembeli lainnya.

“sialan! Tengil banget si devan. Liat aja enggak gue bakal traktir baso aci kesayangan lo lagi!”

Devan mengangkat tangannya ke atas, “piece, brader!”

“bang fadhil pesen kayak biasa?”

Fadhil mengangguk cepat, “eh, tapi tambah dua lagi ya, buat bagas sama devan.”

“gue enggak?” tanya gara pada fadhil seraya menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.

“lo kan enak bisa minta sebakul nasi goreng ke aletta!”

“enak aja, rugi dong!” celetuk aletta dengan wajah yang memerah kesal.

“duh, al. jangan masang muka kayak gitu dong! Liat noh pangeran lo ngeliatin mulu, susah kedip kayaknya.” Kata devan.

Aletta memandang wajah gara dengan muka memerahnya.

“yaelah, eye contact!”

Gara mengalihkan pandangannya cepat dari aletta lalu menatap devan dengan tajam.

“sialan lo!”

Devan hanya tertawa ria tanpa dosa.

“al, kalau si garang males, pecat aja ya!” saran bagas yang di setujui oleh fadhil dan juga devan.

“Alhamdulillah banget kalau di pecat,”

“langsung syukuran tumpeng satu hari sekali.” lanjut gara.

Aletta yang mendengar jawaban gara, langsung menginjak sepatu sneakers lelaki itu.

“al sakit! Demen banget nginjek-nginjek,” sungut gara.

“oh sakit ya?” tanya aletta di khawatir-khawatirkan.

“iya..-”

“eh, al udah belum?” potong fadhil saat gara belum selesai berbicara.

“udah bang, ini ya..”

Gara memandang fadhil dengan tatapan tidak sukanya, dan itu dilihat fadhil saat ia tak sengaja melirik singkat gara.

“gratis ya al?” tanya bagas mengambil bungkusan yang aletta berikan pada fadhil namun bagas dengan gesit mengambilnya lebih dulu.

“hm, panas membara nih kayaknya,” celetuk devan saat gara masih menatap fadhil dengan tatapan tak biasanya.

“eh nasgornya gue bawa duluan ya!” serobot bagas mengalihkan pembicaraan sensitive devan tadi.

Gara tersadar saat mendengar perkataan bagas, “BAYAR DULU YE MAMAT!”

“mamat nama bapa saya dek,” celetuk salah satu pelanggan di samping mereka.

“hah? bapaknya kembaran sama si bagas dong?” gara menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu menoleh pada pelanggan tadi dan mengucapkan kata maaf.

“santuy aja, nama mamat di sini bukan cuman bapak saya aja.” Ujar si pelanggan tadi saat gara mengucapkan kata maaf.

Semuanya menahan tawa, terutama aletta yang sudah ingin menyemburkan tawanya akibat tidak tahan dengan kelakuan gara. 

***

ALGARA [COMPLETED] Where stories live. Discover now