XIX

14.6K 4.3K 793
                                    

Nggak ada yang lebih menyenangkan dari hari gajian. Kalau biasanya aku harus pikir-pikir dulu setiap kali melihat iklan promo makanan yang seliweran di Instagramku, di hari gajian aku nggak perlu ragu-ragu untuk order piza meski hanya ukuran personal box. Yaah ... tambah satu porsi lasagna boleh juga.

Selain itu, aku juga bisa memperbarui langganan streaming film berbayar yang tarifnya lumayan mahal. Kabarnya sih nanti akan ada layanan yang lebih hemat, yaitu paket keluarga--satu pembayaran bisa dibagi menjadi 5 account. Well, percuma sih, aku kan nggak punya teman yang bisa kuajak menjalin keluarga.

"Happy banget sih, Mon? Udah kayak jadi miliuner aja," seloroh Bang Eky saat memberikan slip gajiku.

"Hari gajian adalah hari kebahagiaan sedunia, Bang," jawabku sembari tertawa.

"Mau beli apa, sih?"

"Piza, dong."

"Masa tiap gajian beli piza mulu?

"Mau beli vitamin buat Paduka juga. Apa tuh, Bang? Yang kayak punya Alexander? Mahalnya minta ampun. Cuma terjangkau di hari gajian."

"Ntar gue kirimin link order-nya."

"Asyiik. Trims, Bang. Biar sesekali Paduka ngerasain jadi kucing konglomerat, ya."

Bang Eky tergelak. "Ya udah, sana buruan beli piza. Ntar keburu duit habis, makan pizanya baru bulan depan."

Sembari tertawa, aku segera pamit pulang kepada Bang Eky. Sebenarnya, gaji bekerja di Kedai Kita memang nggak cukup besar. Apalagi aku hanya part time yang seringkali izin saat ada kuliah dadakan atau hal urgen lainnya. Namun, jumlah itu cukup banyak dan sudah mencukupi kebutuhan sekunderku. Setidaknya aku belum pernah meminta uang saku lebih dari Papa. Memang selama ini Papa dan Kak Lyra selalu bertanya apakah uang sakuku cukup? Apakah aku ada kebutuhan mendadak? Apakah aku butuh tambahan uang saku? Seterbuka itu Papa dan Kak Lyra soal keuangan. Sayangnya, well ... kemarin-kemarin, aku lebih suka puasa untuk berhemat dibandingkan harus minta uang lebih.

Karena itu, gajian dari Kedai Kita bagaikan angin surga yang bisa kupakai untuk kebutuhan sekunder ini itu. Mulai dari makan enak, beli pakan paduka, print bahan kuliah, dan menutupi kebutuhan-kebutuhan kuliah lainnya.

Ya, ya, oke. Khusus bulan ini, memang bukan hanya kesempatan untuk makan piza yang kutunggu-tunggu. Ada satu hal lagi yang harus kulakukan dengan gajiku, dan itu membuatku soooo excited.

Memenuhi janjiku untuk mentraktir Agni. Yeay!

Bukannya apa-apa, tetapi Agni sudah mentraktirku dua kali, kan? Aku ingin balas budi, supaya nggak terkesan parasit banget.

Aku merencanakannya hari ini. Hari Kamis saat jadwal kelas PSKD, aku berharap bertemu Agni sebelum kelas seperti biasa. Sayangnya, hari itu dosen PSKD datang tepat waktu. Jadi, aku harus masuk kelas sebelum bertemu Agni. Tak apa. Toh, karena jadwal kelasnya sama, kira-kira kelas kami akan selesai di jam yang sama. Jadi, aku akan menunggunya.

Kenapa nggak janjian lewat chat aja sih? Mungkin begitu Ragil dan semua orang akan bertanya. Aku juga berpikir seperti itu awalnya. Tapi setelah kutelaah lebih jauh, rasanya agak-agak memalukan kalau aku sengaja mengirim chat hanya untuk mengajaknya makan bakso. Oke-oke, ini mungkin sedikit useless mengingat sepanjang waktu aku sudah sering mempermalukan diriku sendiri di hadapan Agni. Tapi nggak apa-apa, dong, kalau aku mau belajar jaim mulai dari detik ini?

Tuhan sepertinya merestui rencanaku. Saat aku keluar kelas, Agni juga baru saja keluar kelas. Seperti biasa, penampilannya nggak pernah lepas dari kesan cowok femes kampus. Celana jeans biru, kaos putih dengan tulisan "Hari Senin" padahal ini hari Kamis, dan juga jaket bomber warna hijau army yang sepertinya adalah favorit Agni karena sering dipakai. Rambut panjangnya diikat dengan gaya messy low bun--cepolan rendah dan nggak rapi.

DIHAPUS - Di Mimpi Tempat Kita BerjumpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang