VIII

16K 4K 406
                                    

Kalau dipikir-pikir, kegiatan komunal terakhir yang kuikuti adalah Perkemahan Jumat-Sabtu-Minggu saat kelas VII SMP dulu. Setelahnya, hari-hari akademikku berlalu seperti angin. Cepat, tak terasa, tak berkesan apa-apa. Apalagi karena masa SMA-ku kulalui dengan home schooling. Satu-satunya temanku adalah laptop dan Minnie, kucingku yang kini sudah tiada, meninggal dunia karena sudah hidup terlalu lama.

Setelah hampir lima tahun, hari ini aku kembali memasuki kegiatan komunal. Kepanitiaan Dies Natalis. Tanganku terasa basah saat menuju kelas tempat rapat digelar. Tadinya aku sudah ingin mengarang alasan supaya nggak perlu datang. Sayangnya, Ragil terus-terusan mengirimkan chat annoying yang katanya nggak akan berhenti sampai aku muncul di sana. Nggak cuma Ragil, Agni juga sempat mengirim chat reminder bahwa hari ini ada kumpul kepanitiaan Dies Natalis.

"What the hell are you doing here, Mon?" gumamku, sembari menatap plang nomor ruang kelas itu.

Hey, semangat, Monik! Ini demi mengakhiri mimpi-mimpi sialan itu tanpa rasa bersalah yang menyiksa! Aku harus menahan semuanya.

"Lagian, apa sih yang harus ditakuti dari manusia?"

Banyak, gila. Banyak banget manusia-manusia gila di dunia ini yang patut ditakuti. Orang yang memaksa menyetir dalam kondisi mabuk atau ngantuk, misalnya. Mereka adalah orang yang lupa mempertimbangkan nyawa orang lain. Aku sudah bertemu satu, dan lihat lubang apa yang mereka tinggalkan dalam diriku. Ah, kenapa malah ngelantur, sih, Mon?

Kuhela napas panjang, lalu kuketuk pintu yang tertutup itu. Tanpa menunggu jawaban, aku membukanya. Kira-kira tujuh pasang mata langsung menyambutku, termasuk Agni yang tengah berdiri di depan kelas, dan memegang spidol.

"Monik!" serunya, seolah kaget karena tak mengira aku akan datang. "Sini, sini, masuk."

Aku tersenyum awkward dan melambaikan tangan sok akrab.

"Guys, jadi mulai hari ini Monik akan gabung kepanitiaan kita, yaa. Nanti dia bakal bantuin Wanda di bagian publikasi dan dokumentasi," Agni memperkenalkaku dengan santai.

"Hai, semuanya. Maaf telat," aku menyapa kikuk.

"Welcome, Monik," sambut cewek berambut keriting panjang dengan senyum ramah.

Dia adalah cewek yang kemarin menjadi saksi ketololanku di kantin. Dua cowok yang lain juga ada di sana. Yang satu berambut cepak, dan yang satunya berambut keriting ikal. Ragil juga ada di sana, duduk di bangku depan, dekat dengan Agni. Selain mereka, ada tiga wajah asing lainnya yang aku nggak kenal.

"Met datang, Monik. Gue Agung," cowok yang berambut cepak menyambutku.

Berikutnya, mereka memperkenalkan diri masing-masing dan aku berjuang untuk mengingat nama mereka satu per satu. Siapa yang tahu kan, kalau mereka nanti menjadi tamu di mimpiku?

Cewek yang kulihat di kantin namanya Elsa, sedangkan cowok keriting yang satunya adalah Rama. Tiga yang lainnya adalah Wanda, Agam, dan juga Tyo. Selain Agam yang seangkatan denganku, yang lainnya kebanyakan mahasiswa tingkat tiga.

"Santai aja, Mon. Kita seru-seruan kok di sini. Nanti gue bantuin PDKT lo sama Agni, deh," ledek Agung.

Sontak Ragil, Elsa, dan Rama, yang tahu menahu kejadian di kantin langsung terbahak. Sementara Agni melemparkan turup spidol yang dipegangnya pada Agung.

"Jangan digodain, Cok! Gue udah susah-susah ngebujuknya biar mau gabung, malah lo ledekin! Nanti lepas lagi!" gerutu Agni.

"Ya elah, Moniknya aja santai, tuh. Ya kan, Mon?" tanya Agung.

Aku nyengir. "Iya, santai aja, Kak. Kayak di pantai."

"Tuh!"

"Yes, itung-itung sambil menyelam minum air, kan, Mon?" tanya Elsa ikut-ikutan. "Bantuan pertama dari gue berupa informasi kalau Agni lagi jomlo."

DIHAPUS - Di Mimpi Tempat Kita BerjumpaWhere stories live. Discover now