XIII

14.7K 4.1K 571
                                    

Agni:
Guys
Bsk kita evaluasi kegiatan ya
Pada bisa kan?
Sekalian makan2 bareng
Sore aja
Habis pada kelar kuliah
Gw udh free dari jam 2
Ada ide makan dmn?

Kututup group WA Kepanitiaan dengan terburu-buru. Nggak! Nggak bisa! Aku nggak akan ikut evaluasi kegiatan, makan-makan, nongkrong-nongkrong, atau acara apa pun yang berkaitan dengan kepanitiaan. Aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk nggak menampakkan diri lagi di hadapan Agni. Seumur hidup.

Jadi, kunyalakan kembali ponselku, dan kupilih opsi mute untuk grup Kepanitiaan Dies Natalis. Mute notifications for ....

Tentu saja "always". Selamanya. Seumur hidup. Toh, setelah ini aku nggak punya urusan lagi dengan mereka. Aku kembali menjadi Monik si anak ansos yang nggak punya teman. Kayaknya kehidupan seperti itu lebih cocok buatku daripada kehidupanku selama tiga minggu terakhir.

Tiga hari terakhir, hidupku di kampus seperti buronan. Aku menghindari tempat-tempat ramai, terutama kantin, di jam-jam makan siang. Bahkan aku memilih ke kantin lewat pintu samping, dan memesan makanan dari konter terdekat untuk dibungkus. Itu saja sudah membuatku jantungan setiap kali melihat cowok berambut gondrong. Rasanya, semua cowok berambut gondrong berubah jadi Agni, dan itu sungguh horor.

Aku juga menghindari perpustakaan untuk sementara waktu. Padahal dulu hampir setiap hari aku ke sana. Masalahnya, kalau kupikir-pikir aku sering bertemu Agni di sana.

Pokoknya, aku berusaha membuat hidupku jadi Agni-free. Masalahnya, aku nggak bisa menghapus ekspresi cowok itu saat aku menggila di hadapannya waktu itu. Aku masih terbayang-bayang wajah aneh Agni yang seolah-olah mau bilang, "Siapa elo, sih, sampai berani ngatur-ngatur gue?"

Saking traumanya, ekspresi itu sampai terbawa mimpi. Sebenarnya ini lucu, karena aku memimpikan Agni dengan cara yang normal, bukan dengan adegan bergenre gloomy atau malah gore sekalian. Namun, karena mimpi itu mencerminkan ketololanku, jadinya ya nggak lucu lagi.

Sekarang, semakin aku berpikir, sikapku memang superkonyol. Katakanlah Agni memang mabuk-mabukan. Itu kan urusannya! Badan-badan dia sendiri, dan selama dia nggak melakukan sesuatu yang menggangguku atau mengganggu umat manusia, terserah Agni kalau mau minum-minum setiap malam juga. Lalu aku, dengan gaya ibu kos yang suka ikut campur, memarahinya tanpa alasan. Aku, yang bukan siapa-siapa Agni, yang bahkan nggak tahu apa-apa soal masalah yang dihadapi Agni, tapi berani menghakiminya separah itu. Haaaah. Aku jadi merasa seperti netizen jahat dan mbak-mbak random yang sukanya mengomentari hidup orang lain seolah hidupku yang paling suci. Coba bayangkan, bagaimana aku bisa hidup dengan ingatan seperti itu? Bagaimana aku bisa menghadapi Agni sepanjang sisa hidupku?

"Ah, tauk, ah!" decakku. Mengingatnya saja sudah membuatku malu dan nggak enak hati sendiri. "Buodo amat! Bodo!"

Aku berusaha keras untuk melupakan kenangan yang memalukan itu, dan fokus mengerjakan tugas. Kunyalakan musik keras-keras, dan kuputar lagu Float berulang-ulang.

Sayangnya, mendadak lagu yang kuputar terputus dengan suara notifikasi chat masuk. Dari notifikasinya yang beruntun, aku hampir yakin bahwa itu chat dari Agni.

Memangnya dia mau apa lagi, sih? Kan sudah nggak ada poster yang harus kubuat!

Sedikit ngeri, kuputuskan untuk mengintip sedikit layar ponselku. Benar, chat dari Agni. Meski grup itu sudah ku-mute, notifikasinya tetap masuk karena Agni mention id-ku secara langsung. Selain itu, sepertinya Agni juga mengirim chat pribadi kepadaku.

Sembari meringis lelah, aku membuka chat itu.

Agni:
@Aurora Monika bisa?

DIHAPUS - Di Mimpi Tempat Kita BerjumpaWhere stories live. Discover now