14. Hutang dari Luka

979 226 28
                                    

Sebelas tahun yang lalu. Hari ketiga ujian tengah semester genap. Di kantin sekolah.

"Anjing! Anjing banget tuh cewek!"

Sejak tadi kalimat umpatan itu tak berhenti untuk terus diucapkan dalam beberapa menit yang lalu. Kesal dan marah, murid laki-laki itu masih ingat bagaimana kejadian saat ujian matematika minat tadi berakhir mengancam nyawanya.

Satu temannya lagi hanya sibuk mendengarkan kalimat serapahnya itu tanpa menoleh sedetik padanya, ia memilih sibuk dengan memainkan ponselnya daripada melihatnya kesal seperti orang gila itu.

"Aarghhh! Kesel banget gue!"

"Lo udah ngomongin itu seribu kali tadi."

"Heh! Lo tuh nggak bakalan dapet traktiran gue di night eater nanti! Nggak usah sok santai lo kek gitu."

"Well, gue nggak peduli. Tapi yang pasti, yang susah'kan juga lo."

Raka memutarkan kedua bola matanya dengan malas. Ia sudah bosan melihat temannya, Retno yang tak henti-hetinya meluapkan segala kekesalannya padanya.

Ia tetap tak akan peduli dengan masalahnya itu, ia sudah selesai dengan tugasnya. Memberikan sontekan untuk Retno di ujian matematika minat pagi tadi. Harusnya rencana mereka berjalan lancar, sampai salah satu adik kelas mereka menahan sontekan tersebut di tangannya.

Setiap memasuki masa ujian, murid kelas dua belas akan ditempati satu ruang dengan murid kelas sebelas. Dengan begini cara pihak sekolah untuk menghindari kecurangan antara sesama murid yang satu kelas. Walaupun sebenarnya ini tak efektif, tapi hal seperti ini sudah berlangsung selama beberapa tahun.

Raka selalu kebagian di satu ruang ujian yang sama dengan Retno di satu ruang ujian. Parasit yang satu ini tak akan henti-hentinya meminta pada Raka untuk membantunya di setiap ujian nanti. Retno bukan murid yang pintar dan ia hanya mengandalkan kertas jawaban yang diberikan Raka kepadanya.

Keduanya tak hanya melakukan hal tersebut dengan cuma-cuma. Raka justru memanfaatkan hal tersebut untuk memeras Retno. Seperti saat ini, ia berkeinginan untuk bermain di kelab malam di Jakarta, maka temannya ini adalah kuncinya untuk masuk ke tempat tersebut.

Seharusnya tadi berjalan sesuai rencana, tapi mereka tak mengantisipasi satu hal yang tak terduga. Adik kelas yang duduk di depan Raka justru menahan kertas jawaban yang diberikan untuk Retno itu.

"Eh, bukannya si Anora itu?" Raka menunjuk ke satu arah, dimana di dekat pintu kantin ada orang yang dia maksud.

BRUKK!

"Biar gue kasih pelajaran dulu ke dia."

Retno menyambar tasnya segera dan ia segera pergi meninggalkan Raka yang masih berada di meja kantin itu. Entah apa lagi yang akan dilakukan temannya ini, Raka hanya akan menikmati semua yang terjadi nanti.

Sedangkan di sisi lain, Anora baru saja hendak pulang sekolah setelah selesai berkumpul di jadwal rutin pertemuan kelab bukunya. Ia mampir ke kantin terlebih dahulu untuk membeli air mineral sebelum pergi menuju gerbang sekolah.

Di saat ia sudah selesai membayar belanjaannya ke penjual minuman itu, Anora yang baru berbalik, tiba-tiba langsung dihampiri oleh satu murid laki-laki tepat di belakangnya.

"Ikut gue bentar."

Ia cukup terkejut mendapati sikap tersebut. Anora mengetahui siapa yang tengah menghampirinya saat ini dan tanpa mengelak sedikit pun ia berusaha mengikuti suruhan itu. Walau ada sedikit ragu yang menyelip di hatinya.

butterfly disaster Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt