3. Rival & Lamaran

1.4K 263 18
                                    

Kos-kosan Bu Suryono cukup sepadan antara harga dan kualitas kamar yang diberikannya. Sejak kedatangannya semalam di kota ini, Anora masih belum bisa tertidur sama sekali. Ia masih meringkuk kedinginan di atas kasur keras. Ia tak membawa banyak barang untuk persiapan, kecuali pakaian dan beberapa dokumen penting.

Anora baru saja terbangun dengan mata yang begitu berat di pukul tujuh pagi. Semalam hujan lebat dan itu cukup memperburuk suasana paginya. Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian santai, ia kembali bersandar di dinding kamarnya. Satu hari ini akan ia habiskan untuk beristirahat saja.

Sekarang tujuan pertamanya adalah menghubungi seseorang yang juga tinggal di tempat ini. Hanya teman lama, tapi mungkin temannya itu bisa membantunya selama berada di sini.

Satu panggilan hingga tiga panggilan sudah tak terjawab. Anora mendesah, apa temannya itu sudah melupakannya atau telah mengganti nomornya hingga tak bisa dihubungi. Ia membuka kembali pesan lama mereka, kira-kira sudah hampir satu tahun mereka sudah tak berkontakan lagi.

Sekarang ia harus apa? Mencari info loker di koran? Sedikit tak meyakinkan untuk mendapatkannya di kota sebesar ini.

Terkadang ia berpikir, mungkinkah ia bisa benar-benar melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi? Ia tak punya uang yang banyak. Mendaftar beasiswa pun rasanya hanya memberikan peluang lebih kecil lagi untuknya lolos.

TOK TOK!!

Siapa yang berkunjung sepagi ini?

Pelan-pelan ia berjalan mendekati pintu kamarnya. Telinganya ia tempelkan di sana untuk mendengar siapa pemilik dari suara luar yang tengah berkunjung saat ini. Tak ada suara.

CKLEK

"Hai Alka!"

Satu lagi rencana yang tak terduga. Anora mendapati kedatangan Grisella—Sella, teman lamanya yang ia temui kemarin berkunjung ke kosannya. Ia bahkan mengetahui keberadaan kamarnya.

"Sel?"

"Boleh masuk?"

Ia mempersilahkan temannya itu masuk. Sella datang dengan penampilan kaos oblong putih dan celana training hitamnya. Ia juga membalut tubuhnya itu dengan kardigan yang berwarna senada dengan celana.

Satu lagi yang mencuri mata Anora, yaitu kantong plastik putih dengan ukurannya lumayan besar yang tengah dibawanya itu.

"Mau?" tawar Sella mengangkat bawaannya itu, "ini bubur ayam. Gue lagi pengen jadi mampir ke gerobaknya yang kebetulan deket sama kosan lo," jelasnya.

"Kamu tinggal di sekitar sini?" tanya Anora.

"Apartemen di belakang kosan lo, itu tempat tinggal gue," jawab Sella.

Anora hanya mangut-mangut di saat temannya itu sudah memberikan satu styrofoam berisi bubur ayam itu ke arahnya.

Mendengar tempat tinggal Sella, ia jadi teringat bagaimana susahnya temannya ini untuk bisa tinggal di luar rumah. Keluarganya bisa dibilang berasal di kalangan yang berada dengan orang tua yang protektif, ia mati-matian ingin minta tinggal di luar rumah saat ia sudah tamat SMA dulu.

Cukup senang mendengarkannya bisa tinggal di luar rumah sekarang.

"Tumben lo mau ke jakarta, Ka." Sella sudah duduk duluan di atas kasur yang keras itu, "mau ngapain ke sini?"

"Hmm mau kerja aja sih." Anora berada di bawah kasurnya sedang melipatkan kedua kakinya dan menyimak Sella di atas.

"Kerja? Lo kerja dimana?"

"Belum kerja, Sel."

"Serius??"

Sedetik kemudian Sella turut prihatin dengan ucapannya itu. Susah atau mungkin mustahil yang tengah dipikirkan olehnya menenai keinginan Anora itu.

butterfly disaster Where stories live. Discover now