25. TIDAK LEBIH BAIK

18.5K 4.2K 461
                                    

Happy monday
Semoga terhibur

Happy reading
*
*
*

Suasana di dalam mobil Adnan sehening suasana kelas saat sedang berlangsung UAS. Tanpa suara. Haura yang sudah duduk di sebelah Adnan tidak membuka suaranya, begitu juga dengan Adnan yang cuma diam dengan mata terpejam sembari menyenderkan kepala di jok mobil.

Haura dikejutkan dengan kemunculan Adnan di rumah tantenya. Saat Haura sedang bermain puzzle dengan anak tantenya yang masih kecil, tantenya memanggil Haura, mengatakan Adnan sudah menunggunya di ruang tamu. Tidak mungkin Haura mengatakan pada sang tante bahwa dia tidak mau bertemu Adnan. Mau bagaimana pun urusan cintanya bukan konsumsi publik. Itu sebabnya Haura mengajak Adnan untuk berbicara di mobil saja.

Kalau saja saat ini mereka baik-baik saja, pasti sekarang yang Adnan lakukan adalah mengeluh dengan manja karena sudah menyetir sendirian dari Bandung ke Jakarta. Bahkan jika terlalu lelah, Adnan membiarkan Haura mengambil peran sebagai supir. Haura tahu saat ini Adnan juga lelah, terlihat dari raut wajah dan kondisi rambut yang acak-acakan.

"Kamu laper? Mau makan dulu?" Adnan akhirnya bertanya.

Haura menggeleng. "To the point aja. Aku mau istirahat."

Helaan nafas Adnan terdengar. Haura mendapati Adnan mengacak rambutnya pelan.

"You're still mad at me? Setelah berhari-hari?" tanya Adnan.

Haura tidak menjawab.

"Haura, look. Aku sama sekali nggak kayak yang kamu pikirin. Sekali pun aku nggak pernah kepikiran buat dekatin cewek lain. Asal kamu tau aja. Tapi kalau kamu menganggap begitu, aku minta maaf. Kita begini karena sekarang komunikasi kita jelek banget. Kita sama-sama sibuk sama urusan kampus. I thought you would understand this situation."

"Sekarang kamu nyalahin aku?" Haura akhirnya membuka mulut.

"Hell no. Ini aku lagi ngeluarin semua yang ada di pikiran aku. Boleh, kan?"

"Terserah kamu."

"Aku minta maaf kalau aku terlalu sibuk sama project yang bareng dosen, sama kuliah aku juga. Karena itu kita jadi nggak seintens dulu komunikasinya. Tapi supaya kamu tau aja, Ra. Aku bahkan sering tidur tiga-empat jam doang sehari karena emang lagi banyak banget yang aku kerjain. Kamu tahu aku gimana. Aku ngelakuin itu semua kan buat masa depan aku, Ra. Kita berdua sama-sama punya impian yang besar tentang masa depan kita masing-masing. Kamu pasti ngerti banget perasaan aku."

Haura mendengarkan penjelasan Adnan tanpa melihat wajah sang pacar. Salah. Wajah sang mantan pacar lebih tepatnya.

"Kamu juga lagi sibuk banget, kan? Kamu juga ikut organisasi walaupun nggak sebanyak aku. Kamu juga lagi KP, lagi nyusun skripsi juga. Kamu juga pernah kan ikut di project dosen? Kamu tau kan susahnya bilang nggak waktu mereka minta kita untuk ngelakuin sesuatu?"

"I am fine with those things. Emang pernah aku larang-larang kamu ngelakuin itu semua?"

"Nggak sama sekali. That's why aku bersyukur banget punya pacar yang pengertian kayak kamu. Tapi aku mau bilang kalau itu semua yang bikin komunikasi kita jelek."

"No. Kamu tau kenapa kita kayak gini."

Adnan menghela nafas lagi, entah sudah ke berapa kali. "Soal junior aku, yang satu project sama aku, yang bahkan aku baru bicara sama dia karena project ini? Udah berapa kali aku bilang, dia bukan siapa-siapa aku, Ra. Mana aku tahu dia seberani itu buat ngangkat telfon kamu?"

"Dia begitu karena dia merasa dekat sama kamu. Paham nggak sih?"

"Like I care. Aku nggak ada waktu untuk mikirin perasaan dia, Ra. Aku beneran sibuk banget. Ini aja aku sempet-sempetin ke Jakarta. Aku nggak mau masalahnya jadi berlarut-larut."

KERJA PRAKTIKWhere stories live. Discover now