35. TALKING ABOUT FUTURE

39.5K 4.4K 629
                                    

Hai everyone
Makasih buat yang tetap nungguin cerita ini :)

Happy reading
*
*
*

Mendingan gue bego beneran daripada pura-pura bego gini, Gomgom berkata dalam hati.

Batinnya tersiksa semenjak berada di dalam mobil. Siapa yang menyangka senior tengil yang dulu gondrong dan tidak pernah mau memotong rambutnya walaupun sudah ditegur oleh banyak dosen ribuan kali kini malah memangkas rambut hingga cepak demi memberikan kesan yang baik pada junior kaku-kulkas dua puluh pintu kalau pakai istilah Dzaki-dan sudah punya pacar pula.

Perubahan sikap Dzaki pada Haura belakangan ini memang menimbulkan kecurigaan pada Gomgom tetapi dia tidak berani berasumsi aneh-aneh. Apalagi untuk mencampuri urusan itu. Mau bagaimana pun perasaan Dzaki adalah privacy-nya. Gomgom tidak sedekat itu sampai harus mau tahu banyak. Tetapi setelah mendengar pengakuan Dzaki di mobil, rasanya perasaan Gomgom sekarang tidak keruan.

Udah gatel banget pengin cerita ke Anneke, pikir Gomgom sampai dia menarik nafas dengan keras berkali-kali untuk menghilangkan gugup.

Pengin ngetawain Dzaki tapi nggak tega. Bisa bonyok juga dia kalau berani melakukan itu. Dzaki pasti malu karena selama ini dia terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka pada Haura. Sekarang malah jilat ludah sendiri. Sakit.

Kedua mata Gomgom rasanya hampir keluar saat Dzaki meletakkan daging yang sudah dipanggangnya ke piring Haura. Udah bucin banget?

"Thanks, Kak," jawab Haura terlihat canggung sembari melirik Gomgom takut-takut.

Gomgom pura-pura bego dengan meneguk lemon tea di gelasnya hingga habis.

"No problem. Mau lagi?" tanya Dzaki pada Haura dengan masih sibuk memanggang daging.

Nyamuk gue di sini, Gomgom menggelengkan kepala. But it's okay. Makan gratis. Kapan lagi makan daging sepuasnya tapi tidak mengeluarkan selembar uang pun? No. Uang parkir nanti bakal Gomgom cover.

"Gom, lo kok diem aja dari tadi? Sariawan? Perasaan tadi lancar-lancar aja pas sidang," Dzaki menatapnya heran.

Gomgom menyengir. "Gue sedang menikmati makan daging gratis, Bang. Nggak mau rugi."

Bohong demi kebaikan.

Dzaki mengacungkan jempol. "Bagus. Emang kalau all you can eat tuh mesti totalitas," Dzaki lalu menatap Haura. "Makanya lo makannya jangan dikit-dikit, Ra. Kalau mau tambah wagyu bilang aja. Biar gue panggilin mbaknya."

"Oke," Haura menjawab singkat.

Gomgom mengamati ekspresi wajah Dzaki yang agak kecewa karena respon datar Haura. Rasanya dia pengin ketawa sekarang. Kalau mengingat betapa sebalnya dulu Dzaki pada Haura, Gomgom bisa bilang sekarang Dzaki lagi kena karma.

Karma klasik tetapi selalu seru untuk diikuti ceritanya adalah saat melihat orang yang dulunya saling membenci kini malah saling suka. Eh tapi kasusnya Dzaki dan Haura beda. Perasaan Dzaki sepihak. Kasian juga seniornya. Malah jadi sad boy berlapis-lapis.

"Kenapa sekarang lo senyum-senyum? Lo nggak lupa minum obat, kan?" ledek Dzaki.

"Anj-Astaghfir-Astaga," Gomgom mengelus-elus dadanya. "Sabar. Kalau udah ditraktir mesti memaklumi keadaan. Ditindas juga nggak pa-pa. Gomgom kuat."

Dzaki terkekeh. "Lebay."

Gomgom berdeham. Dia meletakkan sumpit di atas piring kemudian menatap Dzaki dengan senyum tulus. "Gue mau ngucapin makasih banyak ke elo, Bang. Makasih karena udah jadi seksie konsumsi sama seksie transportasi di KP kita. Penginnya sih abis ini kita tetap bisa sering nongkrong kayak gini."

KERJA PRAKTIKOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz