Zee pun bergegas untuk mencari Gasta. Gadis itu membuka bungkus permen karet dengan sedikit kasar, lalu memasukkan permen varian mint itu kedalam mulutnya.
Zee meniup permen karet tersebut hingga menjadi balon berukuran kecil. Gadis itu menghentikan langkahnya ketika melihat Gasta di dekat gudang sekolah tengah bersama sosok berjubah.
"Itu orang yang kemarin bukan, ya? Yang Gasta bilang pengemis. Tapi kenapa dia ada di sini?" Zee bermonolog dengan tanya yang menumpuk dipikiran.
Gasta kembali terlibat perdebatan dengan sosok tersebut. Namun setelahnya pemuda itu memeluk erat tubuh lawan bicaranya.
Zee tercengang. Secara logika, mana mungkin Gasta memeluk seorang pengemis. Itu benar-benar aneh. Namun Zee memilih diam saja. Baru setelah sosok itu pergi, Zee menghampiri. "Itu pengemis yang kemarin bukan?" Tanpa basa-basi Zee bertanya. Gasta langsung gelagapan.
"Jawab gue!" Zee menatap nyalang. Satu fakta tentangnya bahwa ia tidak suka dibohongi.
Menghela nafas, sebelum kemudian menjawab, "Dia sepupu aku."
"Kalo itu emang sepupu lo, kenapa waktu itu lo bilang dia pengemis?"
"Aku cuma kesel. Dia terus minta duit sama duit. Katanya keadaan ekonomi keluarganya lagi menipis."
Setau Zee, Gasta itu bukan orang seperti ini. Tanpa sadar barusan cowok itu membongkar aib sepupunya. Entahlah, ternyata dia tipikal cowok yang sulit ditebak. Namun yang Zee tau karakter Gasta itu baik, lemah lembut dan penyayang. Ia jarang sekali marah. Jika dia marah pasti ada alasannya.
"Hm ... tapi kenapa dia suka pake jubah? Macam iblis pencabut nyawa." Bibirnya mencebik, merasa kesal.
"Dia punya penyakit kulit makannya pakaiannya kayak gitu. Udah aku gak mau bahas dia lagi. Ayo, kamu udah makan belum?" Gasta menarik tangan Zee, tetapi gadis itu langsung menepisnya.
"Udah makan. Gue duluan ya. Tadi di suruh Pak Susi." Zee berbohong, langsung melengos. Entahlah, ia masih tidak yakin dengan penjelasan dari Gasta.
Kalo emang itu sepupunya, mereka kan bisa ketemuan di rumah bukan di tempat kayak gini, pikir Zee.
Saat sedang asyik berjalan, tiba-tiba saja gadis itu tersandung hingga membuatnya jatuh. Sebuah kabel membelit kakinya. Tak lama Zee mulai merasakan aliran listrik membelai tubuhnya hingga tremor. "Tolong gue kesetrum!" teriak gadis itu.
Zee menggelepar di atas lantai. Tegangan listrik yang begitu kuat membuat Zee kesulitan bergerak. Tubuhnya betulan terasa lemas.
Ganta yang melihat dari kejauhan, lekas-lekas mendekat. "Yhahaha, Markonah. Lo ngapain, anjir? Gue kira tadi anjing kelaparan. Pake kelabakan di lantai segala."
"Mulut siapa itu? Lo buta? Gue kesetrum, goblok!" Tubuh Zee sudah tidak bertenaga, rasanya sulit bergerak. Tapi untuk bergelut dengan Ganta, bisa dibicarakan.
"Terus kenapa lo masih hidup? Harusnya kalo kesetrum udah mati." Zee benar-benar tak habis pikir. Bisa-bisanya ia memiliki kawan seperti Ganta. Tolol, goblok, ngelunjak lagi.
Saat tak mendapatkan respon, pemuda itu lekas bergegas melepaskan kabel tanpa aliran listrik dari kaki Zee. Lalu membawa gadis itu ke ruang UKS.
Usai diperiksa, keduanya dibuat bingung, karena kata sang perawat sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu habis kesetrum. Tanpa banyak tanya, mereka segera keluar dari sana.
Pasien hanya merasa lemas karena belum makan.
Ganta tertawa sepanjang jalan kala mengingat ucapan perawat UKS tadi. Sesekali ia memukul pelan bahu sang sahabat.
"Nah, kan. Lo kagak kesetrum. Lo lemes karena belum gue traktir."
"Nggak! Perawat itu ngadi-ngadi. Tadi gue beneran ngerasa ada aliran listrik yang nyetrum tubuh gue." Dia menyangkal cepat. Tadi itu beneran terasa amat nyata. Bahkan, Zee masih bisa merasakan sengatan listrik di tubuhnya.
Ganta memiringkan kepala. "Sekarang gue tanya, lo udah makan belum?"
"Belum." Zee nyengir memamerkan deretan giginya.
Tawa Ganta kembali pecah. "Tuh kan anjir gue bilang juga apa. Zee, lo gak kesetrum. Lo cuma laper! LAPER!"
"Sini, sini lo kampret! Emosi gue!" Zee menarik rambut Ganta. Sedang cowok itu berusaha melepaskan diri. Tak kehabisan ide, Ganta lalu mengapit hidung Zee, membuat gadis itu menatap marah.
"Lo kalo nyari sasaran gak usah hidung juga lah! Gue kagak bisa nafas!"
"Dih, emangnya gue perduli? Ingat, semua adil dalam perang!"
Mendengar keributan di koridor, sontak membuat penghuni SMA Kanigara penasaran dan berdatangan. Guru-guru berlarian, menatap dua muridnya dengan penuh amarah.
"Alganta, Zeenata, apa-apaan kalian ini?" Pak Susilo selaku guru BK melerai.
"Kalian tidak malu berantem seperti ini? Ingat, kalian ini sudah besar. Dan kamu Zeenata, kamu itu perempuan. Dimana rasa malumu?"
Zee menunduk. Ia tau ia salah. Tapi lebih salah Ganta sih. Karena cowok itu yang memulai duluan. Kalo saja Ganta tidak memancing emosinya, semua ini gak akan terjadi.
"Kalo sudah begini, mereka harus di kawinin, Pak." Pak Udin, guru biologi berceletuk.
Dalam hati Zee berkata, Kawin matamu.
"Sudah, semuanya kembali masuk kelas!" Pak Susilo menatap siswa-siswi yang berkeliaran disekitar sana. Lalu kembali menatap dua murid langganannya. "Kalian berdua ikut bapak. Bapak ingin memberikan sedikit hukuman."
Zee menggerutu seraya mengayunkan kaki membuntuti langkah Pak Susilo. "Halah, sedikit apanya. Palingan ngasih hukuman tiga jam-an." Jelas, Zee sudah berpengalaman. Waktu itu Pak Susilo pernah memberinya hukuman hingga membuatnya terkantuk-kantuk.
To be continue ....
YOU ARE READING
RECOGNIZED(END)
Teen Fiction#URBAN_FANTASY. Waktu dan tempat di persilahkan untuk mengakak. *** RECOGNIZED; Dikenali. Zee itu dikenali sebagai gadis maniak Wattpad. Ekspetasinya selalu ingin di sayang oleh Abangnya, persis seperti di cerita teenfic yang kerap kali ia baca. Nam...
Part 24
Start from the beginning
