Jika biasanya masih pagi Zee sudah membuat kelas heboh, berbeda dengan hari ini. Gadis itu justru malah membaringkan kepalanya di atas meja dengan sebuah buku menutupi permukaan wajah.

"Zee, lo gak mati, kan?" Begitu datang, Ganta lekas bertanya tanpa menyingkirkan buku dari wajah Zee.

"Zee, lo marah?"

Jangankan menjawab, bahkan Zee tidak bergerak barang sedikitpun dari posisinya. Tak lama kemudian Gasta dan Jiwa datang. Gasta merasa bersalah, makannya ia ingin minta maaf.

"Zee maafin aku. Kamu jangan salah paham dulu. Tadi aku cuma nolongin Irsya, kakinya keseleo." Gasta berusaha menjelaskan.

"Zee, lo beneran marah gara-gara tadi gue tinggalin di jalan?" Jiwa ikut bertanya.

Hening.

"Sorry, Zee. Tapi tadi Havika bener-bener ketakutan makannya gue anterin dia sampe ke kelas." Ganta duduk di kursinya. Sementara Zee masih diam di posisi.

"Zee, maaf." Demi apapun Gasta merasa sangat bersalah. Seriusan tadi Irsya tergelincir. Dan Gasta hanya membantu gadis itu menuju UKS lantaran kakinya tidak bisa di gerakkan; terlalu sakit.

"Zee?" Jiwa kembali memanggil, berharap adik perempuannya itu menyahut.

"Zee, maaf," ulang Gasta.

"Sorry, Zee."

Zee menyingkirkan buku dari wajahnya, seterusnya menggebrak meja terlampau keras. "Berisik lo para gembel!"

"Zee, marah?" Ketiga pemuda itu bertanya bersamaan.

"Ngapa kalian pada nanyain gue marah, sih? Gak liat apa badan gue lesu gini ...? Gue sakit, anjir!" Ia emosi. Ketiga cowok itu benar-benar tidak ada yang peka satupun. Menyebalkan.

"Lo sakit apa?" Jiwa menyimpan punggung tangannya di kening Zee. "Waduh, panas gaes harus di ruqyah ini mah."

Menyentak lengan sang Abang, Zee kemudian menjawab, "Sakit perut."

"Lo pengen boker, Zee?"

Jangan tanya. Tentu itu adalah celetukan Ganta. Detik berikutnya sebuah penggaris mendarat di jidat cowok tersebut. "Jangan ngadi-ngadi lo."

"Kamu sakit perut kenapa?" Berbeda dengan Jiwa dan Ganta, Gasta justru bertanya dengan penuh kelembutan. Memang hanya cowok itu yang paling waras.

"Pasti lo dateng bintang, kan?" Jiwa menimbrung.

"Dateng bintang apaan?" Zee mendengus. Ia menopang dagu dengan perasaan kesal.

"Maksudnya dateng bulan." Cowok itu lantas duduk diatas meja seraya mengeluarkan loli pop dari saku celana.

"Mana yang sakit?" Gasta mengikis jarak.

Zee menunjuk perutnya. Pemuda itu mengusap lembut perut sang kekasih. Membuat gadis itu sontak tertegun.

"Masih sakit?" tanya Gasta.

"Lo ngapain?" Zee malah balik bertanya.

"Aku gak tau harus ngapain. Aku harap dengan cara ini bisa ngurangin rasa sakit kamu."

Ganta berlagak ingin muntah sambil berseru," Lebay lebay!"

Katakan saja dia iri.

Tapi memang itu faktanya.

Dia iri.

Jiwa menarik lengan Gasta. "Jangan, nanti si Zee minta lebih."

"Tenang, kalo Zee minta lebih gue siap melayani." Ganta merangkul pundak sang sahabat. Kedua alisnya bergerak naik-turun.

RECOGNIZED(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang