21

3.7K 461 32
                                    

"Ngomong-ngomong, ntar kita setor muka doang kan? Nggak harus nonton, kan? Kalau mau nonton ntar aja pas lagi santai, Ra," Dey berbicara tanpa memandang ara. Wajahnya menelusuri jalan sudirman. Mereka tengah menuju acara gala premiere chika. Beberapa member yang tidak berkegiatan ikut hadir termasuk ara dan dey yang nampak mepet. Kedua perempuan itu baru selesai kegiatan, ara nekat menghadiri meski kemungkinan besar kedatangannya sedikit terlambat. Ia ingin melihat chika, perempuan itu akan mencarinya di sana
"Ketemu chika langsung balik lagi, jadwal kita masih padet banget"
Ara mengatur kalimat.
"Stay lah, kak dey. Paling nunggu kak chika bisa ngobrol dulu sama kita"

"Perasaan nggak ada yang nugasin lu nulis beritanya, kenapa ngebet banget datang sih udah kaya wartawan infotainment"
Dey sedang semangat mengasah giginya rupanya.
"Ini acara besar kak chika, gue gak mungkin gak dateng kak, gaenak"
Ara lancar dalam kalimat yang di selipi sedikit kebohongan yang klise. Meski ara tau, orang sepeka Dey pasti bisa mencerna kecurigaan menjadi tudingan mematikan. Dan, ia melakukannya.
"Pasti ada Something!" sekak.
Ara diam. Bukan tak berkutik. Tapi mencari taktik. Nggak lucu kalau usahanya untuk menghadiri acara chika gagal begitu saja. Sebab yang terlihat ngebet dan khawatir hanya ara. Member terlihat bersikap sewajarnya saja tidak seheboh ara
Dey rupanya tambah blingsatan dengan diamnya ara. Urat mau tahu aja nya menggeliat.
"Bener kan lu nyimpen sesuatu!" berondongnya. Kali ini di dukung dengan bahas atubuh tentara  tubuh tegak, pandangan lurus, air muka nantangin.
Ara, tanpa bisa dibendung, gelagapan. Dan makin gelagapan ketika sahabatnya yang berwajah bumi bulat itu mulai menggerakan pipinya, mengukir senyum kecil yang kalau diterjemahkan, artinya: Kena lu!
"Tau nggak, Ra. Udah cukup kesabaran gue nahan diri untuk nggak intorgasi lu. Gue hormatin lu. Ngehargain provasi lu. Nggak secuil pun gue ngutak-ngatik soal masalah patah hati lu kemarin. Tapi jujur aja sekarang ini gue jadi penasaran banget."
Ara menoleh "Kenapa?"
"Iya gue jadi pengin tau sebab akibat lu punya pacar, tapi gue gak tau. Gue yakin kak eli udah tau kan? Lu kenapa berani banget.." Dey makin menginjak gas. "Tadinya, gue pikir lu cuman lagi ngalamin hal yang implusif aja. Kenal dengan seseorang. Kaya. Udah." Dey tak meneruskan kalimatnya. Mobil yang mereka tumpangi sedikit ajojing ketika melewati jalan tak rata di belakang Hotel Indonesia. Ara masih menunggu narasi Dey
"Tapi," Dey memandang ara. "Sekarang gue harus ngakuin sesuatu, ra. Gue menduga lu emang terlibat hubungan serius sama Kak chika. Gerak-gerik lu beberapa hari ini aja keliatan beda banget.."
"Beda gimana?" Ara berkelit mulai was-was. Sebenarnya ia tidak mengkhawatirkan sesuatu yang berarti dari dey, hanya saja ia takut perempuan itu kecewa padanya.
Mobil yang mereka tumpangi memasuki lobi plasa indonesia. Dey tak berkokok lagi. Keduanya masuk. Terus menyusuri eskalator, menembus jembatan masuk menuju EX. Tujuan pasti, bioskop 21. Ara berdebar.
Lokasi acara penuh sesak. Seperti biasa dimana ada selebriti, wartawan infotainment menyebar di mana-mana. Dey mulai menunjukkan wajah tak nyaman.
"Juara lu kalo bisa bersaing sama infotainment.. " katanya mengejek karna tidak melihat celah sedikitpun untuk melihat keberadaan chika.
Dey melipir, menghampiri beberapa member yang ia lihat di sana. Ara memberi isyarat untuk pamit mencari sesuatu. Selain ingin melihat sosok chika, ia juga mencari fiony yang mengabarinya sudah sampai.
Beberapa pemain film ini di kerubuti wartawan, ara berjalan menerobos kerumunan dengan penuh perhitungan. Tapi kamu tahu? Ara seperti tidak punya tujuan jelas. Ia hanya sibuk menelusup kesana kemari, membuka terowongan bagi tubuhnya di antara tubuh-tubuh yang asyik berkerumun.  Ara hanya berharap menemukan sesuatu. Fiony, atau... Sekedar bayangan chika yang kemungkinan kecil bisa ia jumpai.
Ara berjinjit sedikit, memastikan sudut tempat dey berdiri. Perempuan itu tengah terlihat mengobrol dengan beberapa orang. Dan ara belum menemukan satu makhluk pun. Fiony atau chika. Apa sebaikanya ia kembali ketempat di mana Dey dan yang lain sudah berkumpul.
Agaknya pemutaran film tidak akan berlangsung dalam waktu dekat. Tamu masih terus berdatangan, dan para empunya acara masih asyik meladeni infotainment. Sejauh mata memandang, tak ada tanda-tanda chiks muncul. Ara merasa sedikit kecewa. Mungkin dey benar, mereka harus cabut segera. Menyerah. Ara berbalik. Dan,
"Nah! Ara aku cari ke mana-mana. Udah lama?" Fiony nyengir dengan siluet anggunnya. Ia menyemburkan bau yang melegakan. Ara tersenyum lebar
"Lumayan. Kamu ih! aku cariin dari tadi"
Fiony tertawa. "Gak usha sewot gitu. Masih bagus kita ketemu. ini rame banget ra gila. Tapi aku udah sempet ketemu kak chika, bentar lagi naik panggung kayanya"
Ara tidak menunggu waktu untuk menginjak gas "Mana kak chika?" tentu saja dengan antusias yang luar biasa
Fiony celingukan " Kayanya bentar lagi ra, tungguin aja. Acaranya emang padet banget buat masuk aja susah"
Ara khawatir tidak sempat melihat chika di situasi yang lumayan riuh ini.

Waktu (ChikAra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang