19

3.8K 436 42
                                    

Samar-samar lagu dari Rossa-Jangan hilangkan Dia, mengalun mengisi keheningan dua perempuan yang sedari hanya terdiam. Entah siapa yang memutar lagu itu. Ara menekuk lututnya menyandarkan punggungnya dibawah tempat tidur. Matanya pokus manatap Kepulan asap dari segelas coklat panas di depannya. Rambutnya masih kelimis sengaja tidak ara sisir. Di sampingnya chika melakukan hal yang sama, bedanya ia hanya menatap jari jemari kakinya, kepalnya bertumpu pada kedua lutut.
Keduanya sudah sama-sama berganti pakaian, tentu saja dengan chika yang memakai baju milik ara. sekarang sedang berada di kostnya setelah di antar fiony pulang.
Chika membutuhkan waktu untuk bersuara.  Pertemuannya seperti sesuatu yang berharga muncul tiba-tiba setelah hilang begitu lama. Dan chika menjadi gelagapan di buatnya. Keinginan bicara dan napas rindu berkejaran
"Kenapa kamu nggak balas chat aku..?"
Suara chika di tunggangi sedikit emosi. Ara menghembuskan napas "Kalo ada sesuatu yang lebih baik dari gak bales chat kamu, aku lakuin. Aku cuman lagi kepengin tenang aja"

"Ara...! Aku kangen. Kangen banget sama kamu.." Chika hampir menangis. Tapi ara tidak bergerak dari posisinya. Keduanya masih dengan posisi yang sama seperti semula.
"Aku nggak pernah kemana-mana, aku selalu nyari tau keadaan kamu sama kak dinda. Aku gak ninggalin kamu"

Keduanya di bius hening lagi beberapa menit. Ara menyesap coklat nya yang sudah mulai mendingin, kebekuan sedikit mencair.
"Ra aku minta maaf.. " Bibir chika bergerak-gerak bingung. Mencari kalimat selanjutnya. Dosa chika terlalu banyak padanya
Ara meletakan kembali gelasnya, memutar tubuhnya sedikit menatap chika di sebelahnya "Kenapa harus bilang begitu?"
Chika tertunduk "Aku banyak salah sama kamu.. " Ara tertawa kecil "Nggak perlu sayang. Justru aku yang mau minta maaf sama kamu. Hidup kamu bingung karena kehadiran aku..."
Chika menggeleng. Mula-mula perlahan. Lalu makin cepat.
"Sayang dengerin," wajah Ara mendekat "Beberapa waktu belakangan ini aku selalu di baluti rasa bersalah. Aku nyesel kenapa nggak pernah mau lebih berusaha merjuangin kamu. Aku terlalu menganggap diri aku kecil, padahal harapan kamu buat kita terus sama-sama besar..."
Chika menggeleng lagi, kali ini lebih kuat
"Baru aku sadari, kamu begitu baik. Kamu sangat baik dalam keterpurukan kamu... Dan aku berdosa udah terlalu memandang semuanya buntu, aku mengambil paham yang salah.."
Ara menyentuh jari jemari chika. Memberi tekanan kuat di situ. Matanya menatap chika, dalam. Kali ini chika ingin menjerit. Aku yang bersalah ara! Aku yang terlalu bodoh!
"ni nggak fair..."
"Ra!" Chika tidak tahan "Aku yang salah sama kamu. Aku bukan kamu.." emosi Chika membeludak "Selama ini aku terlalu memainkan emosi kamu. Aku nggak tegas sama hubungan kita, aku yang terlalu menyepelekan semuanya, aku juga yang terlalu takut.. " chika kehabisan napas. Ara menatap chika dengan terenyuh genggamannya semakin erat
"Dan kamu harus nanggung semuanya sendiri" Chika mulai terisak. Kepalanya mulai dijalari rasa pening
"Ra..," Chika kembali bicara setelah isaknya mereda "Aku mau kita kaya dulu lagi, aku mau kita sama-sama, aku mau kita lebih kuat lagi, aku... Aku cinta sama kamu.." mata basah chika menelusuri wajah ara yang masih membisu. Bibirnya pelan-pelan tersenyum, tangannya bergerak menagkup wajah chika yang sudah di banjiri air mata
"Kak chika.. " Kata ara kemudian "Kamu tau kesalahan besar yang aku buat?" chika diam menatap ara tanpa berkedip
"Aku mencintai seseorang yang bahkan sama seperti aku" Chika masih diam.
"kamu... " kali ini chika merasa resah. Apakah ara ingin mengakhiri semuanya?
"Kamu benar, kita hanya perlu berjuang lebih keras lagi untuk kebahagian kita. Aku nggak mau jadi lemah yang dikit-dikit nangis apa lagi pas lihat cincin sialan itu di jari manis kamu" dibarengi dengan linangan air mata yang kembali jatuh, chika tertawa bahagia. Ia segera memeluk ara dengan erat, membasahi punggung wanita itu dengan air matanya.
"Aku kesel juga kenapa kamu nggak langsung jelasin soal cincin itu, kalo tau itu bukan dari kak Jo aku nggak perlu repot-repot nangis tiap malem, meler di depan ceu eli, curhat nangis bombay sama fiony. Malu bangeet.."Ara mengoceh di bahu chika. Gadis itu merasa dirinya terlalu bodoh. Pada kenyataannya cinci yang chika pakai itu bekasnya ia shooting yang lupa belum ia kembalikan.
Ara melepaskan pelukannya, menatap chika dengan teduh. Rongga dadanya tidak sesesak beberapa hari lalu. Perempuan yang di cintainya sudah kembali pulang pada pelukannya, dan ara tidak akan pernah lengah lagi

Waktu (ChikAra)Where stories live. Discover now