3

6.3K 563 6
                                    

"Ara dimana? Raa"

Chika Menggulung rambutnya yang masih basah tergesa keluar dari kamar mandi Setelah teriakannya tidak mendapat sahutan dari ara. Kemana gadis itu, padahal sebelum mandi chika Memperingati ara untuk tidak kema-mana sebelum dirinya selesai dari rutinitas paginya. Chika khawatir ara nekat pergi keluar beli makan, gadis itu sempat merengek minta sarapan bubur ayam depan kost. Kalo cuacanya sedang tidak hujan deras ia tidak mungkin melarang ara keluar tanpa dirinya.

Selesai berganti baju dengan rambut yang masih setengah basah dan berantakan chika langsung menghubungi ara, matanya memperhatikan curah hujan yang lumayan deras, beruntungnya hujan kali ini tidak di sertai dengan suara petir pantes saja anak nakal itu berani keluar tanpa sepengetahuan Dirinya

"Hallo ara, kamu dimana sih? Kenapa nggak denger omongan aku?" kata chika begitu khawatir, di sebrang tlpon ara nampak terkejut sebentar menddengar suara chika yang tanpa aba-aba mengomeli dirinya, seakan tidak memberinya celah meski sekedar untuk mengatakan hallo. Ara tersenyum kecil ketika lagi-lagi suara chika terdengar kesal di sana.

"Aku nggak mau tau kamu cepet pulang, aku nanti yang masakin kita bikin coklat panas aja sama makan mie instan"

Chika masih tidak berhenti mengoceh di tlpon. Ara semakin bingung knapa chika terlihat segelisah itu? Lagi pula kalo soal kehujanan baginya bukan sesuatu yang besar, pun ia merasa tidak akan sampai jatuh sakit. Kalaupun iya mungkin hanya akan di serang flu biasa.
Di sampingnya anin, temena kost ara yang merupakan salah satu member jkt48 juga tengah menatap heran pada ara yang kerap sekali merubah mimik mukanya. Entah sedang meringgis, atau berubah tersenyum kecil tapi gadis itu tidak mengatakan apapun meski tlponnya masih menempel erat di telinganya.
Seakan paham, ara memberi gestur anin untuk diam seraya mendekati anin untuk memayungi dirinya.

"Araa"

"Buka pintunya" sahut ara cepat

Chika segera melenggang sedikit terburu menuju pintu dengan tlpon yang masih terhubung

"Knapa enggak pernah mau deng-"

"Hay Chika" Sapa anin sedikit meringgis menghentikan perkataan chika ketika gadis itu membuka pintunya. Anin tersenyum bingung melihat wajah terkejut perempuan di depannya

"Ara sama aku dia gak keujana kok, kita bawa payung" anin tertawa kecil mengangkat payungnya yang sudah ia lipat. Chika tersenyum malu, kemudian menatap ara sekilas dengan mata melotot

"Kak anin, maaf ya ngerepotin. Ayo kak masuk dulu kita sarapan bareng aja"
Dengan tidak enak chika berusaha menahan kekesalannya pada ara yang masih senyum tidak jelas.

"Kamu nginep kok ara nggak bilang sama aku sih? Pantes aja di ajakin showroom bareng dia gak mau, ternyata ada yang ngapelin"

Anin tersenyum meledek seraya menaruh sarapannya di atas karpet, ia ikut mendudukan dirinya di sana "sendok sama mangkok nya dong tolong, tamu nih masa harus nyari-nyari sendiri"

"Aku kira kak anin udah tau, kak chika kan bawa mobil" sahut ara, ia menaruh tiga mangkuk dan ikut bergabung dengan anin di susul chika yang membawa 3 gelas coklat panas.

"Semalem habis di luar kak udah malem jadi langsung tidur" kata ara lagi, anin sibuk membuka bubur ayamnya yang di bantu chika dengan hati hati

"Alesan nih ara, tiap chika main gak pernah gedor pintu kamar aku biasanya selalu minta di temenin makan. Mentang mentang ada pacar"

Ara tersenyum malu di ikuti chika yang hanya tertawa pelan. Memang setelah pertemuannya dengan ara dan seringnya menginap, anin jadi tau keduanya bukan lagi hanya sekedar dua sahabat. Ada tatapan berbeda yang anin lihat, sikap chika yang posesif dan ara yang selalu terlihat memperlakukan chika dengan istimewa sudah cukup menjelaskan bagaimana hubungan keduanya sekarang. Mungkin bagi anin itu adalah sesuatu yang cukup mengejutkan, tapi lambat laun ia paham bahwa sebuah perasaan dan cinta tidak pernah bisa memilih kemana ia akan berlabuh. Dan anin memahami itu setelah melihat bagaimana ara dan chika saling menjaga dan menguatkan satu sama lain

"Enak gak ra punya pacar kaya chika?" anin menggoda ketika chika menyupkan bubur pada ara, bukan tidak sopan mengumbar kemesraan, pasalnya ara sedang sibuk mengerjakan tugasnya di laptop. Lagipula hal seperti itu sudah biasa anin lihat di lingkungan kerjaannya.

"Gimana ya kak anin, kayanya aku bakal jadi hamba allah yang berdosa kalo sampe gak bersyukur punya anak tuhan yesus kaya kak chika"

Anin tertawa gemas, dua mahluk di depannya ini sungguh istimewa. Sedangkan chika hanya tertawa kecil, sedikit tersipu apalagi ketika anin menatapnya dengan menggoda

"Ara bener-bener emang, pusing gak sih kak anin" kata chika malas

"Emang gitu anaknya ya chik, gak heran kenapa bisa jatuh sama pelukan buara"

"Ah kak anin kaya gak tau aja, kalo kak anin serius, aku lebih serius tau" ara tertawa kecil menutup wajahnya dengan tangan yang langsung di hadiahi cubitan kecil di perutnya oleh chika.
Lama mengobrol, menghabiskan satu mangkuk bubur, segelas coklat panas, dan sedikit lelah menceritakan hal-hal random yang pernah mereka alami yang lumayan mengocok isi perut. Anin yang suka menggoda keduanya, chika yang gampang tersipu dan ara yang selalu jago membuat suasana menjadi hangat.
Anin sudah pamit pulang karna ada tugas kuliah juga yang harus dia kerjakan, padahal chika sudah mengusung rencana untuk menonton film bersama. Di luar hujan juga masih belum reda, chika memperhatikan langit yang masih begitu mendung, rintik air hujan masih setia membasahi bumi meski tidak sederas sebelumnya. Udara semakin dingin, chika memeluk tubuhnya yang hanya dilapisi baju lengan pendek milik ara. Suasan mendadak sunyi, chika sadar tidak mendengar pergerakan apapun, ia menoleh dan mendapati ara yang tersenyum sedari tadi memperhatikan chika di ujung tempat tidur. Ara tidak tau harus mengucapkan kata syukur apa lagj kepada tuhannya, ia begitu beruntung bisa di pertemukan dengan chika, manusia yang selalu ia sebut sebagai mahluk paling cantik yang pernah ia temui. Pembawaan chika yang tenang dan penuh perhatian, senyum yang manis serta sikapnya yang dewasa kadang membuat ara merasa tidak pantas untuk chika. Di banding dengan dirinya, ia tidak punya apapun yang patut di banggakan, tapi kenapa chika bisa jatuh pada pelukannya. Rupanya pertanyaan anin sebelumnya benar

"Sayang mikirin apa?" suara lembut chika menyadarkan ara dari lamunannya, usapan lembut di bahunya membawanya pada ketenangan yang luar biasa. Chika berlutut di hadapan ara yang tengah duduk di atas tempat tidur dengan kaki menggantung ke bawah. Matanya memperhatikan wajah chika dengan tatapan memuja. Bagaimana tuhan bisa menciptakan seorang perempuan sesempurna ini.

"Araa" sekali lagi chika membuka suaranya, ara tersenyum lebar menggenggam tangan chika dan menuntunnya untuk duduk di sampingnya

"Laki-laki yang kemarin nyapa kamu pas kita makan ice cream siapa?"

Chika mengerutkan keningnya sedikit mengingat kemudian tersenyum kecil. Tatapan ara tiba-tiba meredup, ada keresahan di sana yang dapat ia lihat dari perempuannya itu

"kenapa gak tanya dari semalem?"

"Aku lupa, semalem keburu ngantuk. Jadi dia siapa?" tanya ara tak sabar, chika diam sebentar melepaskan genggaman ara begitu saja

"Dia Jonathan, temen kerja ra" kata chika tenang, senyumnya mengembang menyadari tatapan tak suka dari ara.

"kenapa sih?"

"Nggak papa tanya aja" ara mendesah lesu "kamu nggak bilang kalo punya temen sedeket itu sampe harus pelukan segala"
Ara bangkit dari duduknya merubah posisinya menjadi rebahan di tempat tidur, matanya mentapa langit-langit kamar

"Aku nggak cerita karna emang gak penting ra" chika menaiki tempat tidur menarik selimut menutupi tubuhnya dan ara. Tangannya bergerak memeluk tubuh perempuan itu dari samping. Ara menatap sekilas sebelum menatap langit-langit kamarnya lagi

"Sayang"

"Peluk aku" sela ara cepat. Chika tersenyum ketika ara memiringkan tubuhnya kehadapannya. Ia segera memeluk perempuan itu erat, mengecup kepalanya berkali kali

"Ara jangan nakal" chika mengerang ketika ara sedikit mengecup kulit lehernya di sana

"Aku kangen"

Waktu (ChikAra)Where stories live. Discover now