Chapter 2: Teman Atau Karier?

15 3 0
                                    

[[ HAPPY READING ]]

♡ Chapter 2: Teman atau Karier? ♡

Pagi itu, Renatta tiba di kantor tepat waktu karena sang atasan ingin berkunjung ke proyek baru mereka. Renatta duduk di bangkunya setelah berjuang menaiki busway yang penuh sesak. Wanita muda yang berbalutkan kemeja putih, celana kulot pastel merah muda dan rambut yang diikat kuda itu mengambil air mineral dan meneguknya hingga setengah botol.

"Capek banget ya, Buk?" ledek Lian yang sudah tiba lebih dulu.

"Kemaren gue abis beres-beres rumah jadi kesiangan. Terus tiba-tiba loe bilang Pak Rendra mau ada meeting sama klien. Ya jadinya gue buru-buru."

"Hahaha makanya tidur jangan malem-malem, main game mulu sih."

"Lagian tumben banget sih Hari Senin ada rapat klien, biasanya juga dia datang diatas jam sepuluh."

"Akhir-akhir ini Pak Rendra lagi seneng kerja katanya sih abis di tolak cewek."

"Ditolak? Orang kayak Pak Rendra bisa di tolak juga?"

"Ya iyalah, Ren. Semua orang juga pernah di tolak."

Orang yang sedang mereka bicarakan akhirnya datang juga. Rendra berjalan menuju ruangannya dengan gagah dan tatapan yang serius. Lian dan Renatta segera mengikuti Rendra yang memasuki ruangannya itu.

"Apa semua sudah siap? Kita berangkat sebentar lagi."

"Baik, Pak."

"Lian, kamu boleh keluar."

Lian dan Renatta saling memandang lalu Lian meninggalkan Renatta di ruangan Rendra.

"Saya tahu kamu sama Lian itu berteman tapi menurut kinerja yang saya lihat, kamu potensial dan Lian tidak. Makanya saya mau kamu yang ikut ke pertemuan itu. Saya akan memberikan pekerjaan kepada Lian agar kamu bisa mewakili Lian."

Renatta bimbang dengan pilihan Rendra. Di satu sisi Renatta dan Lian sudah bersahabat lebih dari sepuluh tahun dan disisi lainnya, Renatta mendapatkan kepercayaan dari bosnya itu. Setelah cukup lama berpikir, Renatta mengangguk mengiyakan perintah Rendra.

"Baik, saya mengerti."

Renatta meninggalkan ruangan Rendra dengan setumpuk pekerjaan untuk Lian. Lian yang sedang duduk di bangkunya melihat Renatta membawa banyak dokumen.

"Apaan tuh banyak banget?"

"Kata Pak Rendra, loe disuruh kerjain dokumen ini. Nanti abis dari klien, Pak Rendra bakal bawa dokumen ini."

"Gue nggak ikut?" Renatta menggeleng, "Yaudah deh, nggak apa-apa. Good luck, ya."

Renatta tersenyum kecut dan mengangguk lalu duduk di bangkunya yang berada disebelah Lian. Renatta menoleh kearah Lian yang disibukkan dengan dokumen yang tebal-tebal.

"Kenapa lihatin terus? Mau bantuin?" ucap Lian yang masih fokus pada kerjaannya.

"Kalau loe mau, gue bantuin?"

Lian menutup dokumennya dengan sedikit keras lalu menoleh kearah Renatta.

"Ya jelas dong gue butuh bantuan, lihat aja semua dokumen yang banyak gini masa gue aja yang ngurus padahal ini bukan kerjaan gue."

"Iya sih, Bu Mawar lagi cuti melahirkan terus Pak Theo lagi sakit."

"Yaudah nanti kalau sampai loe balik lagi ke kantor terus gue belum selesai juga, loe bantuin gue ya?" pinta Lian.

"Oke, tenang aja."

Rendra keluar dari ruangannya lalu menyuruh Renatta untuk ikut berangkat. Renatta pamit pergi ke Lian dan meninggalkan kantor. Lian melihat kepergian Renatta dan Rendra dari lantai dua.

"Enak banget ya, Ren. Loe punya potensial sedangkan gue nggak punya. Picik banget sih loe." Lian memandang Renatta dengan tatapan sinis.

♡♡♡

Malam harinya, Renatta termenung di belakang rumah dekat kolam renang yang mungil. Matanya kosong seakan memikirkan hal yang baru saja terjadi sore hari.

Setelah berkunjung ke klien, Pak Rendra menawari Renatta untuk bekerja di perusahaan yang lebih besar lagi.

"Kalau bulan depan kamu masih mempertahankan posisi kamu, saya akan membawa kamu ke sini."

Renatta terdiam menatap kartu nama itu dan Rendra mengerti apa yang sedang di pikirkan Renatta.

"Tentang Lian? Kamu nggak usah khawatir, Lian akan tetap bekerja disana."

"Tapi saya masuk perusahaan Bapak juga karena Lian, saya nggak enak sama Lian."

"Renatta, ini dunia kerja. Persaingan antar pegawai sudah sering terjadi, kalau kamu punya bakat maka kamu akan di pertahankan atau bisa saja kamu mendapatkan peluang lebih baik. Tapi kalau kamu nggak punya potensi, kamu bisa saja di depak dari perusahaan. Jangan merasa lawan kamu adalah teman, sehingga kamu merasa kasihan. Apa kamu mau tertinggal?"

Renatta menggeleng, "Nggak, Pak. Saya berterima kasih kepada Bapak yang telah mempercayai saya."

"Saya itu orang yang tidak mudah percaya sama orang. Dan saya tahu kamu punya potensi, makanya saya memilih kamu untuk pindah ke perusahaan yang lebih besar lagi."

"Baik, Pak. Terima kasih."

Renatta menghela nafasnya panjang, "Gue harus gimana?"

Vanno melihat Renatta duduk di tepi kolam renang dan mendekati Renatta yang sedang melamun.

"Ada apa?"

Renatta menoleh, "Oh Vanno, ada apa?"

"Makan malam udah siap."

"Oh iya, makasih." Renatta memasuki rumahnya dan duduk di ruang makan bersama Vanno, "Ternyata kamu pinter masak."

"Itu karena saya tinggal sama Mama aja."

"Oh ya, panggil Kakak aja ya, jangan sungkan-sungkan kalau butuhin Kakak."

"Iya, Kak, saya ngerti."

Renatta menyantap masakan buatan Vanno dan memuji masakannya. Suasana hangat menyelimuti mereka berdua seperti Kakak dan Adik yang menghabiskan waktunya bersama. Karena Renatta tidak memiliki seorang adik dan kini dia menganggap Vanno seperti adiknya sendiri.

Epilogue

Setahun yang lalu ...

Renatta sedang berkumpul dengan Lian dan Mela di suatu restoran. Sedang asyik berbincang, Renatta melihat seorang pelajar yang sedang memesan makanan. Pelajar itu menunggu di meja nomor 4, tiga meja dari Renatta.

Pelajar itu adalah Vanno yang sedang menunggu Tiara. Mata keduanya beradu dan untuk kedua kalinya mereka di pertemukan kembali meski tidak saling mengenal.

Tbc...

Jangan lupa vote and comment ^_^

You + Me = To Be ONE ✅Where stories live. Discover now