36

136 67 431
                                    

Sekarang sudah waktunya pulang sekolah. Seluruh siswa-siswi mulai merapikan alat tulis mereka masing-masing.

"Gue buru-buru nih. Duluan ya," ujar Keana lalu dengan cepat melenggang keluar kelas sebelum diberikan berbagai macam pertanyaan dari para sahabatnya.

"Serius, dah. Aneh banget tuh anak," sahut Rika seraya menggeleng pelan.

"Kebelet boker kali." Naysa menyahut sambil sesekali memakan keripik pedasnya.

Kayla menghela napas lalu menggeleng pelan. "Nggak gitu juga, Nay."

"Hehe maap. Dia ada urusan penting kali."

"Sepenting apa sih urusannya?" sahut Rika yang kini menyampirkan ranselnya di bahu.

"Lebih penting dari nyawa kali. Au ah puyeng."

Mereka semua mulai keluar dari kelas. Kayla juga turut ikut dengan langkah pelan. Ia memikirkan tentang kalimat yang diucapkan Naysa tadi.

"Lebih penting dari nyawa ...?"

•••

"Beneran udah sepi, kan?" bisik Keana pelan pada seseorang di sampingnya.

"Iya, udah gue cek tadi," balas orang itu dengan datar.

"Pak Darwin ada di dalem nggak?"

"Ada."

Dua orang yang berbincang pelan itu adalah Keana dan Raka. Mereka berdua kini bersembunyi dibalik semak-semak dekat ruang guru. Mereka sepakat untuk mencari tahu dan membongkar semua hal yang menjanggal di hati mereka tentang kepala sekolahnya.

Kemarin sebelum pulang, Keana dan Raka sempat berbincang mengenai masalah kepala sekolahnya itu.

Flashback.

"Jelasin ke gue semuanya. Dan gue ... bakal bantu lo," ujar Raka menatap Keana serius.

Keana mengerjap pelan. Ia bingung harus membalasnya apa. Untungnya otaknya itu bisa diajak kerja sama untuk mencari penjelasan yang bagus dan masuk akal.

Sebelum lanjut berbicara, Keana menghela napas panjang.

"Jadi kemarin lusa gue ke ruang guru tuh buat cari tahu sesuatu yang berkaitan sama Cakra. Lo pasti tahu siapa itu Cakra. Gue pengen cari tahu sesuatu hal karena ngerasa kalau alasan dia bunuh diri ada yang janggal."

Keana bohong. Jelas-jelas kemarin lusa ia ke ruang guru untuk menjalankan permainan dari si misterius itu.

Keana menghela napas sebelum lanjut berbicara. "Terus gue ngeliat pintu ruangan Pak Darwin terbuka, and ya ... gue cek deh. Nggak ada siapa-siapa di sana. Terus gue nggak sengaja nemu biodatanya Raya."

Keana terdiam sejenak seraya memerhatikan wajah Raka yang tampak sibuk berpikir.

"Pas waktu itu, Pak Darwin dateng. Gue panik dan langsung sembunyi dekat lemari. Di situ deh gue denger dia lagi teleponan sama seseorang. Dan ternyata mereka ngerencanain sesuatu. Gue rasa semua ini ada kaitannya sama Raya."

Keana's Life GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang