"Cloudy, apa kau punya testpack?" Tanya Ocha dan membuat Cloudy seketika bingung dan berhenti menangis.

"Kenapa kak Ocha tanya tentang alat itu? Bukankah perut besar ini sudah sangat membuktikan bahwa kau positif hamil?" Tanya Cloudy bingung.

"Dasar bodoh! Bukan untukku, tapi untukmu!" Sahut Ocha dengan sedikit kesal.

"Untuk aku? Tapi aku...." Perkataan Cloudy terhenti dan matanya mendelik pada Ocha yang hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Astaga! Kenapa aku baru menyadari kalau aku belum mendapatkan haidku bulan ini." Ucap Cloudy.

"Jadi kau punya atau tidak?" Tanya Ocha lagi dan Cloudy menggelengkan kepalanya dengan wajah menyesal.

"Aku tahu pengantin baru seperti kalian pasti bodoh dan tak berpikir tentang membeli alat itu untuk persediaan. Aku ada membawanya. Ayo kita buktikan!" Ucap Ocha lalu mengajak Cloudy menuju ke kamar tamu yang khusus disediakan bagi Ocha dan Arka.

"Kenapa kak Ocha bisa menebak kalau aku sedang hamil? Padahal aku tidak muntah-muntah atau mual atau gejala umumnya wanita hamil?" Tanya Cloudy.

"Gejala hamil tidak selalu disertai dengan muntah dan mual atau pusing. Gejala hamil itu banyak Cloudy. Itulah mengapa kadang ada yang baru sadar setelah dua atau tiga bulan kehamilan. Aku mendengar cerita Maxi saat diperjalanan tadi bahwa kamu ternyata sangat pemalas, selalu mudah ketiduran di siang hari, dan saat di dapur tadi kau juga terlalu sedih berlebihan memikirkan tentang Claire. Kau terlalu sensitif, beda dengan Cloudy yang aku tahu masih bisa tenang meski harus berpisah benua dengan Maxi sebelum pernikahan." Jelas Ocha dan Cloudy menyadari semua itu memang benar.

Cloudy memang selalu tenang saat mereka tinggal beda benua, tapi beberapa hari ini dia mendadak menjadi sensitif dan mudah menangis. Untuk hal mengantuk di siang hari, Cloudy hanya selalu berpikir dirinya lelah dan kurang tidur karena selalu bercinta dengan Maxi entah sebelum tidur ataupun saat hari hampir pagi.

Cloudy sungguh tidak berpikir bahwa itu semuanya termasuk gejala kehamilan. Cloudy menatap Ocha dengan ragu saat kakak iparnya itu menyodorkan sebuah alat test kehamilan.

"Cepatlah!" Suruh Ocha, Cloudy segera meraihnya dan masuk ke kamar mandi di dalam kamar itu.

"Jangan salah memakainya! Kau harus baca dulu petunjuk yang ada di kotak pembungkusnya!" Seru Ocha dengan terkekeh sendiri, mengingat betapa polos adik iparnya dalam hal semacam itu.

Ocha menjadi cemas saat cloudy sudah 20 menit di dalam kamar mandi.

"Cloudy, apa kau baik-baik saja? Cloudy, apa yang terjadi di dalam sana? Cloudy, apa kau tidak bisa memakainya? Cloudy, kumohon jawablah aku! Cloudy! Cloudy! Demi Tuhan, buka pintunya Cloudy! Cloudy! Buka pintunya!" Seru Ocha panik sambil terus menggedor pintu kamar mandi, namun Cloudy tak juga memberi respon apapun dari dalam sana, hanya hening dan sunyi.

Ocha pun akhirnya menyerah dan keluar dari kamar untuk memanggil Arka dan Maxi, supaya mereka menolong Cloudy.

Semuanya menjadi cemas, terutama Maxi yang melesat paling cepat berlari ke kamar itu dan segera menggedor keras pintu kamar mandi itu.

"CLOUDY! CLOUDY! BUKA PINTUNYA!" teriak Maxi dengan sangat panik.

Maxi sudah akan menendang pintu itu namun Retha melarangnya.

"Jangan! Bagaimana jika Cloudy pingsan di balik pintu?! Kau akan menyakitinya!" Seru Retha lalu bergegas mengambil kunci cadangan kamar mandi itu.

"Bukalah!" Suruh Retha sambil menyerahkan kunci itu pada Maxi.

Maxi segera membuka pintu kamar mandi itu dan masuk lalu segera memeluk tubuh Cloudy yang menangis sambil duduk di atas closet.

"Apa yang terjadi sayang? Kenapa kau menangis dan mengurung dirimu disini?" Tanya Maxi sambil terus memeluk dan mengusap kepala Cloudy.

MAXIजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें