"Maju dulu. Entar gue kasih tau."

Genta mengangguk, dengan tenang ia menurunkan rem tangannya dan menekan gas di kaki. Mereka melaju dengan lancar pada lima menit pertama. Namun hal itu tidak berlangsung lama ketika Genta akan melaju setelah diam di lampu lalu lintas, dua mobil bergerak lebih cepat menahan gerakan Genta lebih jauh.

Mereka dikepung.

Genta tentu kebingungan. Atas dasar apa ia ditahan begini, tapi Carebella tidak begitu kala tahu beberapa orang yang keluar dari mobil tersebut. ia mengenal semuanya.

Fajar menemukannya dan kali ini tampaknya tak akan semudah itu untuk dirinya kabur lagi.

Mereka melakukan ini di tengah jalan raya yang cukup ramai sehingga tidak sedikit yang berlalu lalang sempat berhenti untuk menonton apa yang terjadi. Ini seperti di film.

"Lo kenal?" Genta bertanya pada Carebella.

"Hmm...."

Satu lagi lelaki yang seumuran dnegan sang kakak datang mendekati pintu mobilnya. Membuka setelah memberikan gestur pada Genta untuk menekan unlock pintu.

"Halo," sapanya dengan ramah.

Carebella yang menatap Fajar kini beralih pada dokter yang selalu merawatnya selama ini. Ia tersenyum, berharap kali ini diberikan kelonggaran.

Tapi, layaknya tahu maksud dari wajah gadis cantik ini, ia menggeleng. "Let's go home."

Ini bukan ajakan yang ramah

***

Fajar dengan tenang menyesap kopinya di meja, kemudian melihat Genta yang dengan tak tahu malunya melihat ke sekitar, terutama foto yang dirinya pajang. Berisi gambar sang adik dan dirinya.

"Lo siapanya adek gue?"

Genta yang ditodong melihat lawan bicaranya kini. "Bukan siapa-siapa. Tapi, ya kalo boleh, gue pengen jadi suaminya."

Ia terlihat bercanda. Padahal ini adalah kejujurannya.

Fajar menatap Genta lelah. Tak disangka sang adik walau memiliki gangguan masih mampu membuat beberapa orang jatuh hati terhadapnya.

"Gimana kalo gue nentang lo?"

Fajar tidak bisa langsung mempercayakan gadis itu di tangan siapapun. Banyak alasan yang menyertainya, salah satunya ia tidak percaya orang lain walau di dekat lelaki ini, tadi Carebella mampu dilumpuhkan dnegan mudah. Tidak seperti biasanya harus menggunakan kimiawi.

"Gue tetep bakalan bujuk lo sampe diterima."

Jawabannya terdengar terlalu menyepelekan.

"Kalo gitu, lo tahu, apa yang salah dari adek gue?" Ia mencoba mencari tahu seberapa peka lelaki ini selama berada di dekat satu-satunya keluarga di rumahnya ini.

"Dia ... DID. I know it." Genta tersenyum manis.

Genta maju dari duduknya yang bersandar. "Gue tahu dia kadang susah dikontrol. Tapi selama sama gue, dia kadang nggak berkutik. Agresinya kalah."

Fajar menaikkan sebelah alisnya. mendadak ia jadi tertarik untuk mengajak Genta melakukan sesuatu untuk kebaikan Carebella.

"Lo mau bantu gue?"

Entah dalam hal apa, Genta mengangguk saja. Anggap ia tengah mencari muka di hadapan calon kakak iparnya.

"Tenang. Kalo lo 'bersih', gue bisa aja terima lo jadi pacar adek gue."

Genta senang mendengarnya. Namun ia tidak tahu saja, dirinya belum bersih dari masalah.

Natasya menunggunya.

Masih dalam satu gedung bangunan dengan Genta dan Fajar, Bella menahan siksa.

Bella menggeleng kasar, menjambak rambutnya. "Tidak! Jangan mendekat!" Bella berteriak entah pada siapa, karena di dalam ruang kamarnya itu dia seorang diri.

Air mata semerbak pada permukaan pipi Bella. Saat bibir mungil Bella berteriak, percikan darah segar menyembur. Ia ketakutan, sangat takut, hingga tidak menyadari menggigit bibir bawahnya sendiri.

"Agggrrtt!! Ampun, hiks. Sakit! Ma, Pa, tolongin Bella!" Tubuh Bella bergerak abstrak, merosot pada lantai. Ia meronta-ronta, seakan ada yang mencoba menahan pergerakannya.

"Aggrrt!" Tanpa disengaja oleh Bella, tangannya terhempas pada meja di sebelahnya. Vas bunga kristal jatuh, hingga menyebabkan bunyi nyaring.

Fajar, Genta, serta dokter yang merawatnya saling pandang. Tak berselang lama mereka semua berlari kearah kamar tidur Carebella.

Dengan sigap, Fajar mendobrak pintu yang terkunci sampai terbuka lebar, wow amazing Fajar.

"Bella," sapanya dengan lembut.

Carebella hanya diam, sesekali sesegukan karena habis menangis terlalu lama.

Carebella memeluk lututnya sendiri dengan keadaan ruangan kacau.

"Hey, lo kenapa? Coba sini cerita," pinta Genta dengan tulus.

Tetap saja, Carebella tak menggubrisnya.

Mereka memindahkan Carebella yang berada di bawah lantai menuju kasurnya.

"Orang itu... gue inget orang itu...." Carebella terus menggumam tidak jelas sehingga menimbulkan kerutan dahi dari Genta.

'Baru kali ini gue liat Bella sekacau ini,' batinnya.

"Aggrtt! Jangan medekat!" Bella makin histeris saat Genta mulai mendekat ke arahannya.

Genta masih belum sadar akan ketakutan Carebella, hingga dia menyentuh bahu Carebella.

"Ngga! Ngga, aku mohon. Hiks." Carebella mencoba menghempas tangan Genta.

Genta tidak tinggal diam, dia langsung merengkuh tubuh ringkih Carebella yang bergemetar.

Carebella meronta-ronta dalam pelukan Genta.

"Tenang Bel, ini gue Genta. Gentakesayangan lo," bisik Genta tepat pada telinga Carebella. Bukannya tenang, gadis itu justru makin histeris.

Genta dengan pergerakan cepat, menyuntikkan obat penenang pada Carebella. Hingga hitungan menit ke 10 tubuh Carebella benar-benar layu dalam pelukan Genta.

•••
Hai!! Selamat datang di Part 16 with kelompok 3, jangan jadi silent reader's yaa^^.

-Roseana
-Artika
-Della
-Rizki Dian
-Nayla

Salam Sayang❤️.

My AgresionWhere stories live. Discover now