"GAYS, KATA BU METTA, PERWAKILAN DARI SETIAP KELOMPOK BOLEH NGUMPULIN HASILNYA DARI SEKARANG! PALING LAMBAT SAMPE PERGANTIAN JAM KEDUA." Cikal berdiri di depan kelas memberitahu teman-temannya dengan suara yang keras agar dapat di dengar oleh seisi kelas.

Beberapa siswa dari setiap kelompok masing-masing satu persatu mulai membawa kerajinan mereka untuk di nilai hasilnya kepada bu Metta di ruang guru.

"Lun, temenin si Qilla ke ruangguru sana! Kalian berdua aja yang jadi perwakilan kelompok kita." Kata Andra.

Luna menempelkan ibu jari dan jari telunjuk dengan tangan kanannya membentuk huruf 'O'

"Gue aja yang ngasih." Ucap Raffa langsung mengambil alih vas bunga yang hendak di bawa Aqilla.

"Ati-ati kek bawanya. Kalo jatoh gimana!?" Sewot Alvaro yang kesal melihat Raffa merebut Vas bunga dengan kasar.

"Iya-iya, tenang aja! Aman kalo sama gue mah."

"Qill, temenin sana!" Pinta Devira.

"Gak usah! Biar gue aja sendiri." Potong Raffa, saat Aqilla hendak merespon.

"Raffa yakin?" Tanya Luna.

"Iya! Gak percaya banget sih kalian sama gue."

"Bukan masalah percaya atau nggak nya. Kita cuman waspada aja tau!" Sahut Alvaro.

"Lo pikir vas nya mau gue banting apa!?" Kesal Raffa karena teman-temannya seolah tidak meyakinkan dirinya.

Raffa membalikan badannya, menghadap pintu keluar. Pikirnya lebih baik ia segera menghadap bu Metta, dari pada terus meladeni tanggapan dari teman-temannya. Raffa menghentikan langkah kaki nya yang ke 5, saat melihat tali sepatu miliknya lepas tak terikat. Raffa menyimpan kerajinan vas itu di atas meja yang ada di dekatnya. Raffa menurunkan tinggi badannya, ia memutuskan untuk mengikat tali sepatu nya terlebih dahulu sebelum melanjutkan langkahnya. Ketika talinya sudah terikat dengan benar, Raffa berdiri untuk kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang guru. Tetapi sial nya, ia tak sengaja menyenggol meja di sampingnya, yang tadi di jadikan untuk menaruh vas itu di atasnya. Dan...

BRAAKKKK

Beberapa anak yang ada di dalam kelas melihat ke arah sumber suara yang terdengar nyaring. Aqilla dan yang lainnya tak menyangka bahwa suara itu berasal dari kerajinan vas yang mereka buat selama ini. Tentu mereka memansang wajah terkejut dan tak percaya melihat kepingan Vas yang berserakan di atas lantai. Raffa juga tak kalah terkejutnya seperti mereka, apalagi ini semua terjadi karena ulah yang di lakukan oleh dirinya.

Tatapan mata mereka mulai beralih melihat Raffa dengan tatapan tajam dan marah. Wajar saja, karena kerajinan mereka yang selama ini di buat dengan susah payah, terpecah belah menjadi sangat sia-sia.

Raffa bingung, sekarang dirinya harus berbuat apa. Ia tak sengaja memecahkan vas bunga itu, tetapi dirinya memang bersalah karena ceroboh menaruh barang sembarangan yang terbilang penting baginya.

"Lun, tolong ngomong ke abang, kalo abang lagi halusinasi." Suruh Alvaro menatap lurus vas itu. Luna hanya menggeleng.

"Dev, gue salah liat kan?" Tanya Aqilla yang juga masih tak percaya.

"Pengennya sih ngejawab iya, tapi nyatanya enggak."

"RAFFA KENAPA LO ANCURIN HARAPAN GUE BUAT BISA DAPETIN NILAI GEDE." Andra menekan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya.

"Gu-gue-,"

Ucapan Raffa terpotong, saat Cikal memasuki ruang kelas." OMG! ini Vas punya kelompok lo kan fa?"

Raffa mengangguk tanpa berekspresi.

"Gue kesini di suruh bu Metta buat manggil Aqilla. Katanya cuman kelompok kalian yang belum nyerahin tugasnya."

RAFILLAWhere stories live. Discover now