Gue milih untuk nyamper ke ruang tamu buat mastiin itu suara siapa. Gue semakin keheranan waktu ngelihat seorang wanita lagi ngobrol sama Yuta. Cewe itu duduk di sofa panjang dan di sebelahnya ada anak cowo gendut ㅡumuranya kisaran 6 atau 7 tahun, lagi makan lolipop. Yuta sendiri duduk di sofa single.

Mereka sadar dengan kehadiaran gue dan langsung fokus ke gue semua. Dari tatapan gue, jelas banget kalo gue gak nyaman. Gak tau kenapa, feeling gue buruk banget soal ini.

Yuta berdiri dari duduknya sementara gue melangkah ke arah dia tapi mata gue setia fokus ke cewe yang duduk di sofa panjang itu.

"Rui, this isㅡ"

"Hideko," potong cewe itu. Dia berdiri dari duduknya, senyum dan ngejulurin tangan. "Ashina Hideko." tambahnya.

Fuck. Cewe itu.

Cewe yang ngekhianatin Yuta bertahun-tahun lalu. Mau apa dia ke sini? Dan, kenapa juga Yuta ngebiarin si pengerat ini masuk ke dalam rumahnya?

Perasaan gue langsung campur aduk. Gue marah, gue kesal, dan yang terpenting, gue gak suka sama dia. Gue cuma natap juluran tangan Hideko dengan tatapan sengit, tanpa ada sedikitpun niat untuk ngejaba tangannya.

Karna gue gak nunjukin respon apapun, Yuta berdehem. "Rui, she's offering you a hand." kode Yuta.

Gue natap mata Hideko, penuh rasa gak suka. "I don't like her." ucap gue blak-blakan, ngebuat senyum Hideko luntur dan dia nurunin tangannya.

Ekspresinya nunjukin kalo dia jadi gak enak sama gue. Well, as she should. Bisa-bisanya tanpa rasa berdalah dia datang ke rumah Yuta ㅡorang yang pernah dia buat trauma.

Gue noleh ke Yuta. "Why is she here?" tanya gue dengan ketus.

Yuta ngebuang sedikit nafasnya sebelum dia ngejawab pertanyaan itu. "She... will be here for a while." jawab Yuta, ragu-ragu.

Fuck. Apalagi ini. Jelas gue marah. Apa-apaan?

"I wanna have a word with you in private." tekan gue, udah beneran jengkel banget.

Gue langsung pergi dari ruangan itu dan naik ke lantai dua, diikuti Yuta. Perasan gue bener-bener udah gak karuan. Gue pengen marah dan meledak. Ngebiarin Hideko di sini? Holy shit, keputusan apa itu? Apa Yuta udah gila?

Sesampainya di dalam kamar, gue langsung jalan mondar-mandir gak tenang. Kepala gue runyam. Gue bener-bener pengen marah.

Gue nunjuk dada Yuta dengan ekspresi muak dan marah gue. "What the fuck is this?" tuntut gue.

"Rui, dengar. Dia cuma stay di sini sampai dia dapat rumah untuk ditinggali, okay? Chill." ucap Yuta coba nenangin gue.

Gue ketawa muak dan mundur beberapa langkah. "Chill? How can i chill?!" bentak gue. "Cewe itu yang ngebuat kamu sekarat Na Yuta, incase you forget it!"

"Dia baru pindah dari Swiss karna suami dia meninggal, Rui. Dia kembali ke Jepang dan lagi nyari rumah." jelas Yuta. "She has a child to carry, so i let her to stay here for a while."

"Punya urusan apa kamu sama dia? It's not your fucking business anymore!" kesal gue.

"Rui... I just wanna help her." katanya, nada suaranya berusaha untuk nenangin gue.

"Why are you acting like this huh?!" bentak gue sewot. "I was there being the person who cure you from that trauma! Sekarang, kamu sendiri yang coba ngembaliin trauma itu. You fucking insane, Nakamoto!" muak gue dengan nada tinggi.

"I'm fine now Rui." kata Yuta. "Lagi pula dia gak di sini selamanya. Cuma beberapa waktu. I hope you understand that."

"Gak." jawab gue. "I will never understand that."

"Please." ucap Yuta dengan nada agak tinggi. "Saya mohon hargai keputusan saya kali ini, Rui."

"Why?!" kesal gue. "Kenapa saya harus ngehargai keputusan kamu yang ceroboh dan tanpa alasan itu? Keputusan kamu cuma ngebawa bencana, Na Yuta. Trust me!"

"I just want to help her. That's the reason you've been guessing." bantahnya.

Gue terdiam sejenak natap mata dia dan kemudian menggeleng kecil. "I want her gone." kesimpulan gue.

Yuta bungkam sejenak. Matanya sedikit menyipit, nganalisa gue. "Are you jealous?" tanyanya.

Gue neguk liur. "I want her gone." tekan gue sekali lagi.

Gue jalan mondar-mandir, kayak panik dan gue gak tau kenapa reaksi gue kayak gini. Gue bener-bener mau dia pergi. Tapi Yuta udah ngebuat keputusan dia, yang mana bakal sangat sulit buat diubah.

"I don't want to agrue with you, Rui. You know i always hate myself when i agrue with you but i must say.... she's staying here." kata Yuta.

Gue langsung nangis. Bener-bener frustrasi banget mikirin gimana caranya untuk ngebuat Yuta ngubah keputusan dia buat ngeluarin cewe itu.

"I don't want to see her!!!" bentak gue. "Why are you doing this to me, Na Yuta?!"

Yuta diam doang natap gue. Dari matanya dia kelihatan bener-bener kayak menghakimi gue dan demi tuhan, gue gak suka tatapan itu.

"Don't you know that you're so selfish, Rui?" skak Yuta beneran kayak langsung nembus dada gue. "Stop acting like a child. This is too much."

Gue gak bisa berkata-kata lagi dan cuma nangis. That's sharp, tajam banget omongan Yuta, siapa yang gak sakit hati dikatain begitu? Emang iya selama ini gue childish? Mungkin aja, tapi kali ini gue rasa gue berhak buat bertingkah kayak gini.

Ibaratnya lo udah ngorbanin apa aja buat dia, you trust him, dan hal sialan ini yang lo dapat? Di mana dia ngebiarin orang yang mati-matian lo coba hapus dari hidupnya buat kembali lagi?

"Lo gak ngehargain gue." simpul gue ditengah isak tangis.

Yuta ngerutin alisnya. "Why are you saying that?" tanyanya, nadanya gak enak didengar.

"Because you don't listen to me!!!" bentak gue lagi. "I've tried Yuta... i've tried really hard to erase that woman from your life and it's for you! Tapi ini yang lo lakuin ke gue. Fuck you!" kesal gue.

"I've been listening to you all this time, Rui." bantahnya. "Dan sekarang, saya mau kamu yang ngedengar saya."

"Dengerin kamu buat ngebiarin cewe itu di sini?" sarkas gue. "Fuck you!!!" teriak gue, stress dan frustrasi.

"Don't yell at me like that, Haruma." peringatan Yuta. "Semuanya bisa lebih mudah kalo kamu tenang dan santai."

Gue nyamperin Yuta dan narik kerah dia, gue marah. "I want her gone." tekan gue.

"Stop." peringatannya.

Gue ngehempas kerah Yuta, ngebuat dia mundur beberapa langkah. "Lo usir cewe itu atau gue yang ngusir dia dengan cara kasar gue. You choose." ancam gue.

"Stop, Rui." ancam Yuta, dia natap gue dengan tatapan penuh peringatan.

"Well..." ucap gue.

Gue mau langsung keluar ruangan tapi Yuta nahan gue dengan narik tangan gue. Jelas gue langsung menghadap dia karna tarikan tangannya lumayan kuat.

"I said stop, Haruma!!!" bentaknya, gue tersentak karna seketika takut dan kaget.

Bentakan Yuta berhasil ngebuat gue kaget bukan main. Ini kali pertama dia ngebentak gue, dan jujur, dia nakutin gue. Genggaman tangan Yuta juga gak santai sama sekali, he almost hurt me.

Dari matanya gue bisa ngelihat amarah dan kekesalan. "She is staying and that's the final." keputusan mutlak Yuta. "Let's not speak on this again." ucapnya.

Setelah ngucapin itu dia ngelepas tangan gue dan langsung main keluar ruangan, ninggalin gue yang nangis karna masih terkejut.

To Be Continued...

Guns & Yuta ✓Where stories live. Discover now