29.

315 46 0
                                    


Setelah mendapat berita duka dari Farell, gua langsung pulang sebentar untuk mengganti pakaian gua dan gua langsung pergi menuju rumah Farell.

Selama ini gua tau persis betapa deketnya Farell sama kakeknya. Kakeknya Farell adalah orang yang paling deket sama dia. Apa yang kakeknya bilang, pasti Farell berusaha turuti.

Kaki gua perlahan melangkah masuk ke dalam rumah Farell. Sekarang rumahnya cukup ramai oleh keluarga Farell serta kerabat-kerabatnya. Gua berjinjit untuk mencari keberadaan Farell.

"Ariana!"

Kepala gua menoleh ke belakang dan mendapati mamanya Farell yang berdiri di belakang gua. Tanpa basa-basi, gua langsung memeluk erat mamanya Farell.

"Tante yang kuat, ya." Bisik gua dan mamanya Farell hanya mengangguk-nganggukkan kepalanya.

"Na, samperin Farell dulu, Na. Dia ngedown banget. Tadi dia sempet pingsan." Kata mamanya Farell sambil menunjuk Farell yang duduk sendirian di sofa.

Gua pun mengangguk lalu pergi menghampiri Farell yang keliatannya lesu banget. Gua duduk di samping Farell dan mengusap-usap lengannya. Walaupun gua udah benci banget sama Farell, tapi gua tetep punya rasa iba. Gua nggak tega ngeliat dia sekarang.

"Na..."

"Iya, Rell."

Badan gua membeku saat Farell memeluk tubuh gua secara tiba-tiba. Dia langsung menangis di bahu gua dan gua nggak tau harus ngapain selain mengusap punggungnya.

Sejujurnya gua takut kalo ada pacarnya di sini. Kan nggak enak kalo diliat sama pacarnya. Tapi, gua coba buat nggak peduli sama hal itu dan fokus nenangin Farell lebih dulu.

"Kenapa orang yang gua sayang pergi semua?" Tanya Farell.

"Maddy pindah dan ninggalin gua tanpa ada pesan sama sekali, Na. Terus sekarang kakek yang pergi tiba-tiba. Gua belom siap, Na." Tangisa Farell.

Mata gua terbuka lebar saat tau kalo pacarnya Farell ternyata pergi begitu aja ninggalin Farell. Gua pun mengeratkan pelukan gua dan mengusap-usap rambut Farell.

"Gua minta maaf, Na. Ini akibat gua ninggalin lu dan nyakitin lu, Na. Emang pantes gua terima karna gua udah mainin lu, Na." Kata Farell.

"Lu nggak usah pikirin itu dulu. Sekarang lu lagi berduka. Nggak usah pikirin kesalahan lu dulu." Kata gua.

Nggak lama, mamanya Farell datang membawa sepiring nasi serta air mineral. Dia menaruh piring serta gelas tersebut di atas meja.

"Na, Tante boleh minta tolong nggak? Farell belom makan dari tengah malem. Tolong suapin Farell dulu, ya." Kata mamanya Farell dan gua mengangguk.

Gua mengambil piring dan menyendok nasi lalu menyuapkan nasi tersebut pada Farell. Tapi, Farell menggelengkan kepalanya dan menolak untuk makan.

"Na, gua sama sekali nggak ada kepikiran buat makan. Gua nggak mau makan." Kata Farell.

"Tapi, lu harus makan, Rell. Lu tetep harus ada tenaga, Farell. Nangis, nahan rasa sakit, ngeliat orang yang lu sayang pergi itu semuanya butuh tenaga. Lu harus makan." Kata gua.

Farell bungkam dan dia menatap gua. Air mata kembali jatuh di pipinya. Mati-matian gua menahan tangisan gua. Gua bener-bener nggak bisa melihat dia nangis.

"Ayo makan dulu." Kata gua sambil menghapus air matanya.

Setelah mencoba menyuapi Farell, akhrinya dia mau membuka mulutnya dan menguyah makanan yang diberi mamanya tadi. Gua akhirnya bisa bernafas lega setelah melihat dia yang bisa menelan makanannya.

Comfort ; Hoshiحيث تعيش القصص. اكتشف الآن