(31) Peluk

49 10 0
                                    

•••

"Mas Abar sama Kak Gera udah pulang?"

Abar dan Gera yang berjalan bersama memasuki rumah, kini ekspresinya penuh tanda tanya ketika melihat Pytha sedang membereskan banyak pecahan piring yang tersebar di lantai rumah. Lampu rumah menyala, tandanya Bunda sudah tidur.

"Bunda kenapa?" tanya Abar cemas.

"Tadi Bunda minta dimasakin sama Kak Gera, tapi Kakak lagi pergi ke rumah papanya. Jadinya Pytha yang masakkin, tapi Bunda tahu kalau itu bukan masakan Kakak. Akhirnya Bunda marah."

Penuturan dari Pytha, membuat Gera merasa bersalah. Dia berjalan mendekati adik iparnya. "Lo tidur aja, biar gue yang beresin," tutur Gera, suaranya masih sedikit serak.

Menyadari ada yang janggal dari suara Kakak iparnya, Pytha mengernyit heran. Terlebih lagi dia melihat pipi Gera yang memerah-bekas tamparan Khawariz tadi, juga matanya yang bengkak. Tatapan gadis yang sudah mengenakan piama tidur bergambar Elsa Frozen itu tertuju tajam pada Abar. "Mas Abar, KDRT itu nggak baik!" Gadis itu mencopot sendal bulu yang dikenakannya dan bersiap menghajar Abar.

"Eeh, enggak! Enak aja. Asal nuduh. Suuzon dosa tahu!" Abar langsung menghindar. Dia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya, Pytha juga ikut mengejar.

"Aduh, hati-hati, nanti kena serpihan belngnya." Gera yang semula menunduk untuk membersihkan pecahan beling memperingkatkan kedua kakak beradik itu.

"Ampun, Pytha dikuras. Aduh, sakit! Ini namanya KAYMMG! Kekerasan adik yang memukuli Mas gantengnya. Mau Mas tuntut ke pengadilan." Suara teriakan Abar kesakitan terdengar jelas.

"Jangan macem-macem sama Kakak ipar Pytha! Suatu hari dia yang bakal ngasih ponakan ke Pytha!"

•••

Gera menatap pantulan dirinya yang terbalut baju piama di cermin. Rambutnya semakin panjang bergelombang, hampir menyentuh pantat, terdapat ikal di bawahnya. Tangannya menari lincah mengepang rambut itu menjadi dua, seperti biasanya. Abar sedang berada di kamar mandi. Jujur saja, Gera tidak mengerti apa yang harus dia rasakan sekarang.

Sedih?

Senang?

Takut?

Mengingat kejadian tadi pagi membuat Gera merasa takut. Di sekolah lamanya, ada Malid. Di sekolah barunya ada Hiper.

Dan sudah pasti, dia tidak akan mendapatkan teman baik.

Tangan Gera yang semula sedang bergerak lincah mengepang rambutnya, kini ditahan oleh Abar. "Kalau tidur nggak boleh diiket atau dikepang," titah Abar. Tangannya mengambil sisir dan mengaplikasikannya pada rambut Gera.

Cowok itu hanya mengenakan kaus dalam berwarna putih-menampilkan tubuhnya yang atletis---serta celana pendek selutut. Raut wajahnya masih dingin, tapi justru terlihat cool karena basah. Begitu juga rambutnya.

Gera terdiam. Dia merasakan rambutnya disisir dengan halus hingga membuatnya mengantuk. Gera memejamkam matanya, dia tidak tidur. Hanya saja tidak sanggup melihat sosok Abar yang benar-benar tampan!

Ganteng banget, suami aku.

"Jelasin sekarang juga." Abar menyudahi kegiatannya. Sekilas, dia merasa takjub melihat rambut indah ini.

Mata Gera kembali terbuka. Gera mengambil handuk kecil yang ada di dekatnya. "Kamu jongkok dulu," titah Gera.

"Gue nggak kebelet berak," jawab Abar, tapi dia menurut.

Gera menyentuh wajah Abar mengenakan handuk. "Muka kamu dikeringin dulu, biar nggak masuk angin." Abar menurut saja ketika Gera mengelap wajahnya dengan lembut.

Aljabar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang