(28) Satu Sekolah

41 11 0
                                    

••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


SMA Al-Islamiyah.
Adab first, knowladge later.
Akhlak lebih penting dibandingkan ilmu.

Mata Gera menyipit, membaca tulisan di gapura setinggi empat meter darinya. SMA Al-Islamiyah. Tulisan itu semakin terlihat jelas karena dicat dengan warna emas, sangat elegan. Sekolah yang tergolong cukup elit sekaligus memborong banyak piala di setiap tahunnya. Gedung kelas terlihat menjulang tinggi. Terdiri dari lima lantai. Begitu memasuki gapura, maka akan disambut dengan sebuah masjid dengan tata bagunan yang sangat megah. Terdiri dari dua lantai. Tiang-tiang yang menyangganya Masjid tersebut memiliki halaman yang tanahnya dilapisi dengan rumput sintetis serta bunga-bunga kecil diletakkan di sana. Masjid Syuhada. Tulisan itu tertata rapih pada sebuah tembok di dekatnya.

Abar dan Gera diantar oleh Pytha menggunakan Jamet milik Abar. Dikarenakan peraturan di sekolah ini tidak selonggar sekolah mereka yang dahulu. Di sini murid tidak boleh membawa HP dan kendaraan.

"Hati-hati di jalan," ucap Abar pada Pytha. "Jagain si Jamet, jangan sampai lecet. Dia cinta sejati Mas Abar," sambungnya.

Pytha tergelak di balik kaca mobil. Dia memberi hormat kepada kakaknya. "Cinta sejatinya dibagi lah, Mas, sama ist—"

"Jangan nyebut kalau dia istrinya Mas Abar kalau di luar rumah. Cukup jadi rahasia keluarga."

"Lah itu Mas Abar bilang 'istri'. Katan—"

"Sst. Diam. Udah sana pergi ke sekolah, keburu telat. Sampein ke Joyko, Taya, sama Aham biar jangan kangen sama Aljabar yang ganteng ini," ucap Abar membanggakan diri.

"Kepedean," cibir Gera, berusaha bergurau, tapi diacuhkan oleh Abar.

"Jagain jametnya juga," ucap Abar lagi.

"Okedeh, siapp. Si Jamet bakalan aman sama Pythagoras." Setelah mengatakan itu, Pytha pergi menjalankan mobil milik Abar menuju sekolahnya.

Kedua remaja ini terlihat sangat serasi dengan balutan jas almamater barunya yang bermotif kotak-kotak dibalut warna biru tua. Mereka berjalan menyusuri koridor sekolah yang sepi dikarenakan murid-muridnya sudah berada di kelas masing-masing.

"Abar, roknya kok panjang banget?" Gera memonitori tubuhnya yang tertutup sempurna oleh seragam putih abu-abunya. "Gerah, Abar. Biasanya 'kan pakai roknya selutut, atasannya gak sepanjang ini, terus rambut gue juga rasanya gak nyaman banget kalau ketutup," keluh Gera.

Abar menoleh pada Gera. Tidak ada senyuman manis seperti biasanya, hanya ada tatapan dingin. Sebenarnya Abar masih marah kepada Gera, tetapi sudah menjadi kewajibannya untuk menasihati sang istri. "Menutup aurat itu kewajiban bagi setiap perempuan muslimah. Masih mending merasa gerah di dunia, daripada gerah di akhirat karena api neraka."

Gera mengangguk kecil. Dia merapatkan tubuhnya ke Abar dan meraih tangan suaminya. "Kamu masih marah sama aku?" tanya Gera pelan, dia menggenggam erat tangan Abar.

Aljabar Where stories live. Discover now