(17) Gagal

38 12 0
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Rasa pusing di kepala Gera perlahan hilang setelah menghabiskan satu piring nasi goreng dan segelas air putih. Gera menyandarkan tubuhnya di ranjang. Pandangannya kini sudah membaik.

Abar menaruh piring dan gelas di nakas. Dia kembali duduk di samping Gera. "Masih pusing, hm? Apa udah mendingan?" tanya Abar lembut.

Gera tidak merespon. Tatapannya datar. Sudah pasti papanya akan sangat kecewa ketika anak perempuannya berbuat tidak baik.

"Kita harus bisa keluar dari sini." Abar berucap serius.

Gera hanya membalasnya dengan melirik. Tidak merespon.

Abar menghela napas ketika Gera tidak membalas perkataanya. "Maaf kalau gue udah nyakitin lo dan ngebikin keadaan lo kayak gini."

"Lo emang brengsek," balas Gera dengan tajam.

Abar mengangguk, seolah mengiyakan perkataan Gera. "Gue akan tanggung jawab."

Meskipun Abar dan Gera saling berbicara. Akan tetapi, maksud dari keduanya berbeda. Abar mengira Gera marah kepadanya karena sudah meninggalkannya di bis. Sedangkan Gera mengira bahwa Abar sudah mengambil sesuatu yang seharusnya ia jaga.

"Ini pasti ulah Malid." Abar menyimpulkan. Ia tahu pribadi Malid yang sebrengsek itu. Tapi baiklah, itu bisa diurus nanti-nanti. Yang terpenting adalah ia dan Gera bisa secepatnya pulang ke rumah.

"Gue boleh pinjem jepit rambut lo?" Abar bertanya pada Gera. Ia akan mencoba membuka pintu kamar. Semoga saja berhasil.

Lagi-lagi Gera tidak merespon. Moodnya benar-benar rusak.

"Sabar, Abar. Sabar." Abar mengelus dadanya sendiri. "Cewek kalau lagi gak mood emang suka gitu."

Langkahnya kembali mendekati Gera. "Gue izin ambil jepit rambut di kepala lo ya?"

"Ambil aja. Lo juga udah ngambil semuanya dari gue tanpa persetujuan!" bentak Gera, air matanya kembali tumpah.

"Ger, maksud lo apa sih?" Abar benar-benar tidak mengerti.

Gera melepas jepit rambut berwarna hitam yang masih terkait di rambutnya dan melemparkannya ke Abar. "Gak usah pura-pura gak tahu."

Abar menghela napas. "Pasti kepalanya masih pusing ya? Marah-marah aja gak apa-apa deh, seenggaknya bisa ngurangin rasa sakit lo."

Abar memungut jepit rambut berwarna hitam yang Gera lempar. Melangkah mendekati pintu. "Semoga bisa Ya Allah. Abar gak mau terus-terusan satu kamar sama cewek, bukan muhrim. Lindungilah hamba dari kata khilaf. Aamiin," bisik Abar pelan.

Meski begitu, Gera tetap mendengar perkataan Abar. Tangisnya semakin menjadi. "Setelah ini gue harus gimana?"

"Sabar ya, Gera. Jangan nangis, ini pasti bisa dibuka kok. Terus gue bakal anter lo ke rumah." Abar membengkokkan jepit dengan sudut kemiringan sekitar 90 derajat dan memasukkanya ke lubang kunci. Tangannya meraih jepit salah satunya, Kemudian memasukkan jepit kedua yang masih berbentuk lurus untuk mengangkat tuas yang ada di dalamnya.

Aljabar Where stories live. Discover now