24. Keributan

53 13 18
                                    

Tare: "Lah kok jadi thriller?"
Ya sudahlah.
Btw Tare suka bab ini, karena Tare suka keributan.

****

"Aku mau kamu ... mati."

Piyan masih terpaku ketika "Leana" mulai mengambil ancang-ancang. Tampaknya, sosok itu mencoba mengumpulkan tenaga agar ... apa?

Agar dia mati sekali tusuk?!

Suara dedaunan terinjak terdengar mengalihkan perhatian. Berikutnya, Piyan sudah terpental, tepat saat pisau itu menyabet ke arahnya.

"Baru muncul kayak begini, kamu udah KETAKUTAN?!"

Leana sendiri tersentak bagaimana Anya amat menekankan kata terakhir. Lebih kaget lagi melihat bagaimana Anya menahan tangan "Leana" yang sudah sepersekian senti dari bahunya. Pisau itu ... meleset.

"Pergi kamu!" seru Anya pada Piyan. Tidak, ia menjerit. "Pergi dan jangan bikin masalah lagi! PENGECUT!"

"Anya!" Leana langsung menghampiri Anya. "Aku akan berusaha ... sebentar!"

Leana berusaha keras berkonsentrasi. Ia ingin kembali. Kembali ke tubuhnya, kembali ke wujud normalnya. Namun, sesuatu seperti mengganggunya. Ia membuka mata dan langsung terbelalak.

Ia melihat.

Satu sosok hitam yang besar, tampak hanya serupa bayang-bayang. Tangan yang panjang menjuntai sampai tanah. Leana tak sanggup menengadah, hanya merasakan tatapan tajam dari atas sana, entah setinggi apa.

Pantas kalau semua orang keder dengan Anya.

Pantas ia "seram".

Ternyata, memang ada yang menatap dari belakangnya. Tatapan tajam yang ... menakutkan.

"Dari kemarin, aku bertanya-tanya kenapa kamu bisa seenaknya menyentuhku?" Sosok "Leana" itu berseru tajam sambil menyentak tangannya yang ditahan Anya. "Ternyata gara-gara dia ...!"

Leana merasa, yang sosok itu maksud dengan "dia" adalah sosok hitam besar yang ia lihat sekarang.

Anya tak menjawab. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. Ia terlihat marah. Sangat marah. Namun, ia diam saja.

"Minggir, kamu bukan targetku. Kamu tidak jahat padaku. Aku harus menghabisi ... dia!" Sosok itu menunjuk jauh ke belakang, tempat seseorang berdiri membeku.

Sepertinya, Piyan terlalu takut untuk bergerak. Hanya beberapa meter dari sana, ia masih mematung, tangannya tampak mencengkeram pohon.

Dialah yang disasar sosok "Leana" sekarang. Sosok itu mengabaikan Anya, langsung berlari ke arah Piyan.

"Ini yang aku benci," desis Anya. "Awalnya sok, begitu ketemu langsung ciut. Baru satu orang aja udah ribet."

"Anya, kamu ... pucat banget," gumam Leana.

Anya seperti tak mengindahkannya. "Aku mau lihat sejauh mana dia menghargai nyawa ... dan orang yang sudah membantunya."

Anya sempat menoleh sekali. Leana yakin, Anya menatap sosok hitam tadi. Pandangan matanya sulit diartikan. Kesal, takut, kaget, memohon, semua jadi satu.

"Anya, itu apa ...?"

Lagi, Leana diabaikan. Ia tercengang melihat Anya kembali berlari dan menyambar sosok yang menyerupai dirinya. Mereka bergulingan di tanah.

"Lepas kamu!" Sosok "Leana" itu berontak. "Jangan mentang-mentang punya penjaga, kamu jadi sok di tempat lain ...!"

"Diam kamu, Leana palsu," ujar Anya dengan suara rendah. "Leana yang asli enggak kayak begini. Dia ... dia enggak benci siapa-siapa, apalagi sampai niat membunuhnya."

The WIPWhere stories live. Discover now