Dave tersenyum tipis dengan kedua mata yang sudah mengeluarkan air sedaritadi. Jiwa berumur 10 tahun itu mengusap ujung matanya kasar dengan punggung tangan berusaha menghalau air yang menutupi pandangnnya.

"Boleh Dave bertanya?"

Riana mengangguk. "Tapi setelahnya, Dave makan ya?"

Dengan antusias bocah itu mengangguk girang, meski tak berselang lama. Wajahnya kembali menunjukan kesedihan. Bagaimanapun, Dave memang selalu muncul sebagai bentuk emosi menurun. Dave terbangun sebagai bentuk emosi yang berusaha Alteir curahkan.

"D-dave boleh menangis bunda?" Riana tak bergeming menunggu kalimat lanjut dari Dave. "Kak Griss bilang, lelaki tidak boleh menangis," ujarnya dengan hidung sudah memerah dan kedua mata yang mulai memburam.

"Tapi rasanya sakit bunda,"

Dave meremas dadanya kuat. "Disini sakit bunda," kepalanya kini menunduk dengan mata terus terbuka guna menahan tangis. "Rasanya sesak. Dave sulit bernafas,"

Tentu, mendengarnya membuat pertahanan Riana ikut runtuh. Dipeluknya tubuh 18 tahun berisi jiwa 10 tahun itu dengan erat. Riana menangis tanpa suara, disusul Dave yang ikut menangis dengan suara kecil dan tubuh bergetar.

"Kak Alteir bilang..."

Dave berhenti. Kali ini bocah itu memberanikam diri untuk menatap bundanya.

"Kak Alteir bilang apa nak?"

Dave memilih bungkam, matanya bergerak melirik ke sisi kanan dan kiri. Harap-harap cemas takut para seniornya memperhatikan tiap gerak dan geriknya. Takut jika Alson dan Griss tengah menatap ke arahnya dengan nyalang sembari memberi peringatan. Tapi sepertinya, untuk kali ini kedua jiwa berperingai antagonis itu tengah memberi ruang untuk dirinya membicarakan banyak hal dengan sang bunda.

"Kak Alteir bilang. Kak Alteir lelah,"

"Kak Alteir muak dengan semuanya,"

"K-kak Alteir bahkan tidak suka dirinya sendiri,"

"Dave t-takut. Kak Alteir selalu membawa benda tajam di sakunya,"

"Untuk melukai diri kak Alteir sendiri bunda,"

"Ruangan penuh darah dan gelap. Dave pusing melihatnya,"

Dengan sebelah tangan bergetar, Dave merogoh saku celana yang ia kenakan dan mengeluarkan sebuah benda yang tentu membuat Riana terkejut bukan main.

Alteir memang belum sembuh.

"Boleh bunda simpan?" Riana menyerahkan tangan kosongnya. "Nanti kak Alteir marah bunda," jawab Dave. Riana langsung menggeleng pelan. "Enggak, ini bunda yang minta,"

"Maafin bunda ya nak,"

•/ΘΤΔ\•

Beberapa anggota keluarga telah berkumpul mengisi tiap kursi kosong pada meja makan. Seperti biasa mereka bersiap untuk melaksanakan sarapan bersama. Hari minggu pagi, meskipun libur kediaman Clavertoon tidak pernah sepi dari kegiatan padat. Masing-masing dari mereka pasti memiliki kesibukan tak heran jika mereka hanya bisa memanfaatkan waktu untuk berkumpul kala pagi sebelum mereka pergi dan malam hari saat semau kegiatan padat mereka berakhir.

Untold The DarknessWhere stories live. Discover now