UTD [0.7]

150 12 91
                                    

Untold The Darkness

-

UTD [07. Shuterm]

•••

Can we turn back the time?

Satu pertanyaan yang selalu terbesit di benak seorang lelaki yang kini termenung setelah menyadari jika dirinya telah tertidur lebih dari 3 hari. Catat, 3 hari! Dan entah, apa saja yang telah ia lewati atau bahkan tubuhnya kerjakan belakangan.

Jelasnya, tepat pada pukul 1 malam ia terbangun dan menyadari tubuhnya terasa lelah dan remuk redam seakan telah melewati perjalanan panjang dengan berjalan kaki. Seperti mendaki gunung, menyeberangi lautan atau bahkan menggali sumur dengan kedua tangan kosong. Hanya dengan membayangkannya saja beberapa orang reflek menghela nafas berat apalagi jika memang benar-benar dilakukan. Terlebih, pada bagian jemarinya terdapat memar serta luka goresan kecil memanjang.

Bisa dipastikan jika semua itu ulah dari salah satu jiwa pemilik watak arogan dan sarkastik dalam dirinya.

"Earth," panggil Riana pelan.

Alteir mengalihkan atensi ke sumber suara. Pupilnya bergerak pelan memperhatikan pergerakan sang bunda yang baru saja memasuki kamarnya dengan membawa nampan berisi makanan dan obat. Pada wajahnya yang masih terlihat awet muda, Riana memberi seulas seyum lembut memberi sentuhan hangat pada dada Alteir. Tentu, Alteir membalas senyuman itu meski tipis.

Riana menyentuh kening putra sulungnya memastikan jika sang empu sudah membaik. Malam tadi, Riana menemukan Alteir terbaring di lantai dengan tubuh bergetar hebat dan bercak merah yang mengotori kedua telapak tangan serta sebagian wajahnya. Hal itu sudah dipastikan membuat Riana panik bukan kepalang. Tak bisa dibayangkan jika dirinya harus kembali merasakan kehilangan.

"Everything was right bunda," Alteir seolah membaca isi kepala Riana. "Look, i still alive after all that suck moment,"

Riana tak bisa mengatakan apapun selain merentangkan kedua tangannya meminta untuk di dekap. Alteir dengan wajah minim eksperesinya mendadak berubah luluh dengan mata berkaca-kaca. Lelaki itu menghambur menyalurkan segala bentuk emosi yang selama ini ia pendam.

Dadanya terasa sesak bak di hantam dinding saling bertubrukan. Pikirannya kacau dengan tangan bergetar hebat. Alteir, kali ini menyerah.

"B-bundaa," suaranya bergetar. Dia benar-benar menangis. "D-dave takut,"

Meski setelahnya, bahu Riana melemas dengan wajah khawatir dan tatapan kosong. Riana pikir semua telah berakhir. Riana pikir setelah melakukan terapi rutin dan ribuan penyembuhan yang diusahakan demi kepulihan putra sulungnya, Alteir akan benar-benar sembuh. Tapi sayang, Riana melupakan jika Alteir bukan sekedar mengalami gangguan kesehatan biasa melainkan gangguan serta kelainan pada mentalnya.

Alteir mengalami Dissociative identity disorder (Did) atau orang awam biasa menyebutnya dengan gangguan kepribadian ganda. Tidak semua orang mengetahui fakta tentang yang terjadi pada Alteir. Karena bahkan, kedua orang tuanya sendiri baru mengetahuinya setahun belakang. Yang dimana, semua keadaan perlahan memulih meski banyak hal yang tidak diinginkan malah terjadi.

Riana memegang pipi Dave dan menatapnya lekat. "Kenapa nak? Dave takut apa?" Riana berusaha mengikuti alur dari salah satu jiwa penguasa tubuh putranya. Sebelah tangannya terulur untuk mengusap lembut puncak kepala Dave. "Bunda disini sayang. Dave nggak sendiri,"

Untold The DarknessWhere stories live. Discover now