Bab 2

1.8K 259 33
                                    

"Shit! Moron!"

Ishan mengumpat dari balik kemudi setelah satu sepeda motor memotong jalan dan hampir saja membaret mobilnya. Tiga kali mobil Ishan cedera. Satu kali cukup fatal sampai mengakibatkan bemper belakang Mercedes Maybach Matic kesayangannya melesak.

Tak ada yang bisa Ishan lakukan selain menjual Maybach Matic itu dengan harga sangat murah kemudian membeli Mercedes S Class. Biarlah dia mengemudi mobil murah. Andaikan lecet pun, tidak terlalu pusing.

Belum reda kemarahannya, ponsel Ishan berdering. Fabiola lagi. Sahabat Irene itu tak malu-malu mendekati Ishan secara agresif begitu Irene hidup membiara. Anehnya Ishan sama sekali tidak terkesan.

Seperti kata Fabian, sahabatnya, pintu hati Ishan sudah tergembok. Kuncinya dipegang oleh Irene. Ishan hanya membutuhkan Fabiola untuk memenuhi kebutuhan 'adik kecilnya'. Saat mereka bergelut saling memuaskan hasrat, tidak ada perasaan yang terlibat. Setidaknya bagi Ishan.

"Halo, Fab." Ishan mengangkat ponsel dengan satu tangan sementara tangan lain tetap berada di kemudi.

"Kok Fab sih. Aku bukan Fabian," rengek Fabiola manja menyebutkan nama sahabat Ishan.

"Nama kamu Fabiola kan. Kamu mau kupanggil apa? Suparjo?"

"Ish, bukan lah. Panggilan yang feminin dong. Ola atau Beb juga boleh biar mesra."

"Beb? Namamu jadi Bebek sekarang?"

"Ishaaaan... Ih, becanda mulu deh. Beb itu dari Baby."

Ishan membuang napas dari mulut. "But you are not a baby."

"Ah kamu..." Fabiola merengek lagi. Kuping Ishan gatal mendengarnya. Kalau karyawan di kantor ada yang seperti ini, pasti Ishan sudah membentaknya.

"Udah sampai mana sih?" tanya Fabiola.

"Masih di Senopati."

"Ya udah, kutunggu ya."

Ishan memberikan kartu akses masuk ke unit apartemennya pada Fabiola agar dia tak perlu repot membukakan pintu. Inilah hasilnya, Fabiola jadi menempel terus layaknya lintah, mengganggu kenyamanannya. Namun satu kelebihan perempuan itu yang Ishan sukai, aksi Fabiola di ranjang tak perlu diragukan, malah sangat memuaskan.

Ban Mercedes S Class melindas aspal apartemen kelas atas, apartemen yang dibeli Ishan empat tahun lalu, beberapa bulan sebelum menikah dengan Irene. Dia begitu antusias memulai keluarga kecil bersama perempuan yang dicintai sepenuh hati. Sialnya, dengan tega perempuan itu malah menghancurkan hatinya sampai berkeping-keping. Nama keluarganya ikut tercoreng karena pembatalan pernikahan sepihak. Ishan begitu malu menghadapi tatapan penuh belas kasihan dari para handai tolan. Harta keluarga, pendidikan tinggi, serta jabatan mentereng tak dapat menahan Irene tetap berada di sisinya. Ishan dicampakkan calon istri demi sesuatu. Biarpun Irene meninggalkannya demi Tuhan, Ishan tidak bisa menerimanya hingga detik ini.

Ishan memarkir mobil di basement kemudian turun dengan menyampirkan jas di bahu. Dia tahu Fabiola sudah menunggunya. Akan tetapi, Ishan tidak merasa antusias.
Ishan menempelkan kartu akses ke lift yang mengantarkan ke unit apartemen. Dia berjalan menyusuri lorong. Lantai marmer menggemakan langkahnya hingga berhenti di depan sebuah pintu kayu kokoh.

"Ishan, kamu datang juga." Fabiola menyelubungi tubuhnya dengan jubah warna krem saat membuka pintu bagi Ishan. Seulas senyum ceria merekah di bibir berpulas lipstik merah cabe.
Meja makan penuh makanan menyambut Ishan begitu dia masuk.

"Happy birthday!" Fabiola berjinjit mengecup dagu Ishan. Seberkas lipstiknya tercetak di sana.
Kening Ishan berkerut. Dia bahkan lupa hari ulang tahunnya.

SANGGRALOKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang