Who Says

498 37 181
                                    

Note: Last 9392 kata wkwk, sans aja bacanya guys 😛💜


.
..
...

Selamat membaca
______________________________________

Keesokan paginya, jenazah Simon dikuburkan di salah satu pemakaman yang ada di Ibu Kota. Kini yang dapat Lilyo lihat hanyalah sebuah gundukan tanah yang tak bisa lagi ia ajak bicara lagi.

Beberapa orang datang ke pemakaman ini, mereka terlihat mendoakan Papanya. Tatapan Lilyo masih kosong, air matanya juga masih mengalir di pipinya meskipun ia tak bersuara.

Disana juga ada Tia dan Zizi yang menemani. Tia menepuk pundak Lilyo. "Gue yakin lo pasti kuat."

Zizi tersenyum seraya mengangguk. "Jangan sedih terus ya, Lyo? Lo ga sendiri kok, lo punya kita." Lilyo mengangguk lemah.

Satu persatu orang yang datang mulai pergi, kini hanya ada Lilyo, Lilya, Mila—Mamanya, Tante Anggi, dan juga Nuka. Setelah beberapa lama, keluarganya juga ingin kembali. Namun Lilyo masih saja terdiam di tempatnya.

"Lyo, ayo kita pulang," ajak Mila.

Lilyo menggeleng. "Mama duluan aja."

Lilya menatap adiknya. "Lyo... ayolah. Mau sampai kapan lo ada disini?"

"Duluan aja, gue bisa pulang sendiri."

Lilya menghela napas,"Lyo, kalo lo terpuruk kayak gini emang Papa bisa balik lagi? Bisa ga sih gausah kayak anak kecil?"

Lilyo tertawa miris. "Gue emang anak kecil yang ga bisa apa-apa, ga kayak lo yang bisa dibanggain semua orang."

Tante Anggi melerai keributan itu seraya menatap Lilyo. "Udah ya sayang, kalo kamu mau disini juga gapapa, kita aja yang pulang duluan?"

Lagi-lagi, mereka pergi dan meninggalkan Lilyo berdua dengan Nuka.

Mengapa mereka bisa semudah itu melepaskan Papanya? Apakah mereka tidak bisa merasakan kehilangan dirinya akan Papanya? Lilyo tau ini tidak dewasa, Lilyo paham ini kekanakan, tetapi ini adalah hal paling berat yang harus Lilyo hadapi. Lilyo harus kehilangan seseorang yang paling mengerti dirinya, menerimanya tanpa banyak kata, dan selalu menerima apa adanya dirinya.

Nuka menghela napas lalu berjongkok di samping Lilyo. "Kemarin, lo bilang, lo mau bikin bokap lo bahagia."

Lilyo menghela napas, ia meraup wajahnya lalu menatap Nuka dengan tatapan sendu. "Ternyata gue ga sekuat itu, Ka. Gue ga bisa." Air mata Lilyo kembali turun dengan deras.

Nuka menarik napas lalu mengangguk. Setelahnya, ia menarik Lilyo ke dalam dekapannya. Ia tak berbicara apapun, hanya membiarkan Lilyo menumpahkan air mata yang masih terpendam.

Setelah beberapa lama, isak tangis Lilyo berhenti. Ia menatap Nuka lalu menatap makam Papanya seraya tersenyum lirih.

"Maaf, Pa, Lyo belum bisa bahagiain Papa."

"Tapi Lyo sayang sama Papa."

"Lyo pulang dulu ya, Pa." Akhirnya Lilyo kembali ke rumah bersama Nuka setelah ia mulai sedikit ikhlas.

Beberapa jam berlalu dan sekarang sudah malam, namun sedaritadi kembali dari pemakaman Papanya, Lilyo belum juga keluar dari kamar. Sekarang ia sedang membuka sebuah kotak yang berisi foto-fotonya dengan Papanya. Ia mengusap wajah Papanya di dalam foto, beriringan dengan itu semua kenangan yang telah ia lalui bersama Papanya melintas di benaknya.

Setetes air mata menetes di atas fotonya bersama Papanya. Ia mengecup dan mendekap foto itu erat-erat. Tak lama, terdengar suara pintu kamar terbuka membuat Lilyo menoleh. Terlihat Mamanya disana.

LYOCA (One Shoot Stories) [SELESAI]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt