20. Look After You

Start from the beginning
                                    

Gue ketemu sebelah sepatu gue sementara Giselle udah nemuin sepasang sepatunya, bahkan udah dipakai sebelah. Tapi tiba-tiba, dia yang duduk di lantai berhenti masang sepatu dan ngecek kantong celana jeans nya.

"Fuck!" umpatnya. "Flashdisk gue mana, brengsek?!" paniknya.

Gue gak memperdulikan Giselle karna sibuk nyari sebelah sepatu. "Oh di sana lo!" gumam gue saat ngelihat sepatu gue terdampar lumayan jauh.

Gue nyamperin sepatu gue dan langsung duduk di lantai untuk masang benda itu di kaki gue. Giselle yang tadinya udah masang sebelah sepatu terpaksa harus ngelepas benda itu karna mau masuk ke perpus untuk nyari flashdisk-nya.

"Bentar ya gue masuk dulu, flashdisk gue kayaknya tadi jatuh pas gue ngeluarin hp." pamitnya.

Pandangan gue yang tadinya ke kaki terangkat ke wajah Giselle. "Okay, gue tunggu di sini." jawab gue.

Giselle langsung masuk ke dalam perpus dan gue lanjut masang sepatu. Gue fokus ngikat tali sepatu di kaki gue. Saat gue lagi serius-seriusnya, mendadak telinga gue ngedengar suara jepretan kamera.

Ckrek!

Gue langsung dengan sigap noleh ke asal suara, tepatnya ke halaman perpus. Tapi nihil, gue gak nemuin siapa-siapa. Alis gue berkerut, gue kebingungan. Apa cuma salah dengar?

Bahu gue bergedik, mungkin emang cuma salah dengar. Gue gak memperdulikan suara itu dan lanjut ngikat tali sepatu.

Ckrek!

Lagi, gue noleh ke halaman perpus. "Halo?" sebut gue dengan alis yang berkerut bingung.

Siapa sih? Emang suara jepretan kamera atau kuping gue cuma salah tangkap? Tapi suaranya dua kali... artinya gue gak salah denger dong?

Karna gak ada respon, gue lantas aja berdiri dan berniat untuk nyusuri halaman perpus, nyari tau asal suara itu. Gue jalan pelan-pelan dengan alis yang menyatu was-was. Kaki gue melangkah ke arah semak bunga yang ada di halaman.

Gue berhenti melangkah dan neguk liur, gak yakin. Jantung gue berdebar kencang. Kalo orang jahat dan gue langsung di dor gimana?

Gak, gue harus yakㅡ

Drrtt... Drrtt...

"Bloody hell!" umpat gue, kaget sama getaran hp di saku celana gue.

Gue sampai tertegun saking kagetnya. Gimana enggak, gue lagi deg-degan parah dan tiba-tiba ada getaran di celana gue, hampir aja gue mikir kalo gue diserang pake alat pengejut listrik.

Setelah agak tenangan sedikit, gue ngambil hp, ngebaca nama si penelpon. Yuta lah orang yang ngebuat ngira kalo gue baru disengat alat pengejut listrik.

Gue ngangkat telponnya dan balik badan buat kembali ke depan pintu perpus, mengurungkan niat gue untuk ngecek semak. Kemungkinan besar gak ada apa-apa karna gak ada pergerakan di semak bunga itu.

"You scared the life out of me!" misuh gue ke Yuta.

"What's going on?" tanyanya.

Gue ngebuang nafas. "Nothing, cuma kaget." bohong gue.

"What is that?" paksa Yuta.

Gue nyandar di tembok depan perpus dan meluk perut gue pake sebelah tangan, sementara tangan satunya nempelin hp di telinga.

"Gak kenapa-napa, Nakamoto Yuta. Sekarang, kenapa kamu nelpon deh?"

Sejenak Yuta nutup mulutnya rapat-rapat. "Miss you." ucapnya kemudian.

Guns & Yuta ✓Where stories live. Discover now