20. Teror

24.7K 2.5K 60
                                    

Semenjak mimpi buruk itu membuat Aisy menjadi pendiam. Dia akan berbicara jika ditanya sesuatu. Setiap Fathan bertanya soal itu, Aisy selalu mengalihkan pembicaraan membuat Fathan menghela nafas maklum.

Saat ini Aisy tengah membereskan rumah yang baru ia tempati dengan Fathan beberapa hari lalu. Aisy dan Fathan memang sudah pindah rumah. Perabotan rumah juga sudah lengkap.

Saat Aisy sedang mengelap meja, bel pintu berbunyi. Aisy segera membukakan pintu tapi tidak ada orang didepan melainkan sebuah kotak kecil berwarna hitam. Aisy mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang meletakkan kotak tersebut tapi nihil.

Tak mau memusingkan Aisy menutup pintu dan membawa kotak tersebut masuk dan meletakkannya di meja. Dari kejauhan seseorang menteri melirik Aisy yang membawa kotak tersebut.

Aisy kembali membersihkan rumahnya. Setelah itu ia duduk di sofa dan menatap kotak tersebut penasaran. Lalu ia membuka kotak tersebut dan langsung menjatuhkan kotak itu.

"Akkhhh!!!" Teriak Aisy.

Fathan yang baru pulang langsung masuk karena mendengar teriakkan Aisy. Saat sampai di ruang tengah ia melihat Aisy yang berjongkok menutup telinganya dan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

Dengan segera Fathan ikut berjongkok dan memeluk Aisy erat dan dibalas tak kalah erat dari sang empu. Lalu pandangan Fathan mengarah pada kotak kecil yang berisi surat berwarna merah dan beberapa bangkai tikus.

Fathan menggendong Aisy menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia mendudukkan Aisy di tepi ranjang lalu kembali memeluknya.

Terdengar isakan dari bibir Aisy membuat hati Fathan sakit. Ia mencoba menenangkan Aisy. Ia mengusap-usap kepala Aisy hingga sang empu tertidur. Melihat istrinya tertidur Fathan membaringkan tubuh Aisy dengan hati-hati lalu turun ke bawah.

Ia mengambil kotak tersebut dan membaca surat berwarna merah yang ternyata berlumur darah. Dari baunya ia menebak jika itu adalah darah tikus karena didalam kotak tersebut ada beberapa bangkai tikus.

Fathan membaca surat tersebut dengan seksama.

Menjauh dari Fathan atau kamu akan merasakan akibatnya.

Malaikat maut mu

Tanpa mencari tahu pun Fathan sudah mengetahui siapa yang mengirim ini. Siapa lagi jika bukan perempuan yang terobsesi padanya. Tari. Bukannya ia bermakna su'udzon, tapi ia tahu bagaimana nekadnya Tari untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Fathan meremat surat itu dan membuang semuanya lalu membersihkan tangannya yang terkena darah tadi. Setelah itu ia kembali ke kamarnya dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Aisy. Perlahan ia mendekap Aisy.

"Maafkan mas, Aisy. Sekarang mas harus lebih berhati-hati. Mas gak mau kamu menjadi korban Tari selanjutnya" batin Fathan.

Satu alasan lagi mengapa Fathan harus menghindar dari Tari adalah jiwa psychopat yang ada di dalam dirinya. Ia teringat saat Tari pernah membunuh seorang perempuan hanya karena perempuan itu berbicara padanya.

Yang harus Fathan lakukan sekarang adalah ada di samping Aisy setiap saat. Pikirnya.

Fathan yang merasakan pergerakan di samping menoleh ke arah Aisy yang sedang menggeliat. Perlahan mata Aisy terbuka. Ia langsung memeluk Fathan dengan erat dan mulai terisak. Fathan mengusap punggung Aisy agar sang empu tenang dan terus membisikkan kalimat penenang.

Perlahan Aisy mulai berhenti menangis walaupun masih terdengar isakan kecil dari bibirnya. Fathan menangkup wajah Aisy dan menatap matanya lekat.

"Tenang, ya"

GUS & NING (END) Where stories live. Discover now