03. Nyasar

31.7K 3.4K 110
                                    

Malam hari setelah Sholat Isya mereka berempat bertukar cerita dikamarnya. Zahra juga penasaran mengapa Aisy dkk bisa masuk Pesantren disini.

"Em,maaf Ai. Boleh nanya sesuatu ndak?" Tanya Zahra ragu.

"Kalian kok bisa mondok disini? Kan keluarga Aisy juga punya Pesantren" lanjutnya.

Aisy menghela nafas panjang. Lalu ia menceritakan semuanya kepada Zahra. Mulai dari Aisy yang difitnah sampai akhirnya Abi Aisy yang memindahkan mereka bertiga di Pesantren teman Abi nya.

Zahra yang mendengar itu terlihat tak percaya dan shock. Bagaimana bisa ada orang yang setega itu? Lagipula tidak mungkin Aisy melakukan hal seperti itu.

"Astaghfirullah. Kok ada ya orang kaya gitu" ucap Zahra.

"Wes Ndak usah dipikirin. Biar Allah yang balas semua" lerai Aisy.

Lalu mereka melanjutkan cerita. Zahra juga memberi tahu kepada mereka bertiga jika Umi dan Buya mempunyai anak bungsu laki-laki. Tapi Gus itu sedang diluar kota.

"Kalian tahu gak? Buya juga punya anak bungsu laki-laki. Dia itu masih muda, ganteng lagi" cerita Zahra.

Aisy tidak berminat sama sekali dengan cerita Zahra jika bercerita tentang 'Akhi'. Lagipula untuk apa membicarakan seseorang yang bahkan tidak mengenal kita. Pikirannya

Berbeda dengan Amel dan Dinda yang tertarik dengan topik cerita Zahra. Mereka berdua penasaran dengan Gus yang diceritakan Zahra.

"Gus? Namanya siapa? Terus sekarang dia dimana?" Tanya Dinda penasaran.

"Namanya itu Gus Fathan. Sekarang Gus Fathan itu ada diluar kota" jawab Zahra.

"Umurnya berapa?" Tanya Amel yang juga penasaran.

"Kalo gak salah umurnya 23 deh" jawab Zahra.

"Tapi Gus Fathan udah lulus kuliah. Lulusnya juga di universitas ternama di Turki" lanjutnya.

Zahra melihat Aisy diam seperti tak tertarik pada ceritanya. "Ai,kamu Ndak tertarik sama ceritaku?" Tanya Zahra heran.

"Aisy mana tertarik kalo bahas kayak gini. Gak bakal mau dia" bukan Aisy yang menjawab, melainkan Dinda.

"Emang e kenapa to ?" Tanya Zahra

"Buat apa mikirin seseorang yang Ndak aku kenal? Lagipula dia juga gak tau kalo aku ada" jawab Aisy

Amel dan Dinda mengangguk paham dengan sifat Aisy yang cuek jika menyangkut tentang laki-laki yang tidak ada hubungan dengannya. Sedangkan Zahra? Sepertinya ia sudah tau bagaimana sifat Aisy.

Mereka terus bercerita hingga jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Yang artinya saat sudah jam sepuluh semua Santri harus tidur dan tak ada yang keluar.

Tetapi saat ingin tidur,Aisy ingin membuang air kecil dan sudah tidak bisa ditahan. Lalu ia berpamitan kepada Zahra,Amel dan Dinda.

"Rek, aku ta nang jedeng Yo" pamitnya.

"Tapi wes bengi loh Ai. Sebentar lagi juga sudah jam tidur" jelas Zahra.

"Iyo aku wes ro. Tapi Iki wes gak iso ditahan" balas Aisy.

Aisy yang sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi,lantas langsung keluar tanpa bertanya kepada Zahra dimana toiletnya. Aisy memang masih belum hafal dengan denah Pesantren ini.

Saat mencari toilet, mendadak ada yang menepuk bahunya pelan. Sontak ia menoleh dan melihat empat gadis. Sepertinya mereka sedang berpatroli.

"Tek Nang ndi?" Tanyanya.

"Saya mau ke toilet udah gak bisa ditahan" jawab Aisy. Sedangkan gadis yang sedang patroli itu mengangguk sebagai jawaban.

Setelah mendapat jawaban,Aisy segera berlari kecil mencari toilet. Aisy merutuki kebodohannya. Mengapa tadi ia tidak bertanya saja. Dan sekarang ia harus mencari dimana toiletnya.

Agak lama Aisy mencari, akhirnya melihat tulisan 'toilet Putri'. Tanpa pikir panjang ia langsung menuntaskan panggilan alamnya. Setelah selesai membuang air kecil,ia segera kembali ke kamarnya.

Okey. Sepertinya Aisy terlalu lama. Buktinya semua sudah gelap. Hanya sinar rembulan yang menjadi penerang. Ia terus berjalan tetapi sepertinya dirinya tersesat.

Hingga secara tak sadar Aisy menabrak sesuatu yang keras.

Bruk

"Astaghfirullah,ini aku nabrak apa ya?" Gumam Aisy kecil.

Tanpa Aisy ketahui yang ia tabrak ialah seorang Akhi yang tampan dan gagah. Lalu Akhi itu berdehem.

"Ekhem!"

Aisy yang mendengar itu terkejut. Refleks ia mendongakkan kepalanya keatas. Ia melihat jelas ternyata yang ia tabrak adalah orang bukan tembok.

Mata mereka terkunci hingga Aisy memutuskan kontak matanya. Ia menundukkan kepalanya tak berani menatap seseorang yang didepannya.

"Kenapa kamu masih disini?" Tanya Akhi itu dengan suara bariton.

"Maaf. Saya tadi cuma mau cari toilet terus nyasar" jelas Aisy yang masih setia menundukkan kepalanya.

"Kenapa kamu bisa nyasar. Bukannya kamu Santriwati disini. Saya curiga jika kamu mau kabur dari sini" tuduhnya.

Aisy langsung menatap lawan bicaranya. "Maaf,tapi saya Santriwati baru disini" jelasnya.

Sedangkan orang itu mengangguk paham. "Terus kenapa kamu tidak kembali ke kamar kamu?" Tanyanya.

"Saya gak tau jalannya kemana" jawab Aisy.

"Kamar kamu dimana?" Tanyanya lagi.

"Lantai dua di kamar ***" jawab Aisy.

"Saya antar. Gak baik wanita sendiri malam-malam begini" ucapnya.

Aisy takut jika orang ini mempunyai maksud lain. Menyadari jika Aisy berfikiran yang tidak-tidak ia meyakinkan Aisy.

"Saya tidak akan macam-macam. Lagipula mana saya mau sama perempuan pendek seperti kamu" ucapnya sedikit meledak Aisy.

Aisy tak terima jika ia diejek pendek. Padahal tingginya 168 cm. Cukup tinggi untuk ukuran perempuan.

Lalu orang itu mengeluarkan senter dan menyuruh Aisy berjalan dulu. Aisy tak menolak. Lalu orang itu menunjukkan jalannya kepada Aisy.

Lumayan lama mereka menelusuri jalan. Sesampainya didepan kamar, Aisy mengucapkan terimakasih dan segera masuk ke kamarnya.

Melihat Aisy yang sudah masuk ke kamar membuat Amel, Dinda dan Zahra merasa lega.

"Kenapa lama,Ai?" Tanya Amel.

"Tadi nyasar" jawab Aisy.

"Terus kamu bisa sampe kesini?" Tanya Dinda.

"Ada Akhi yang nganter" jawab Aisy.

"Ciri-cirinya gimana?" Tanya Zahra yang mulai penasaran.

"Dia itu tinggi. Tinggi aku aja masih sedada dia. Terus dia itu gagah pake sarung sama baju Koko" jawab Ayana mengingat ciri-ciri orang tadi.

Zahra merasa tidak asing dengan ciri-ciri orang yang disebutkan Aisy. "Ciri-cirinya sama kayak Gus Fathan" batin Zahra.

"Kamu kenapa,Ra?" Tanya Aisy.

"Gapapa kok. Kita sekarang tidur aja udah malem"



























GUS & NING (END) Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum