Dari Bandung Selatan

Mulai dari awal
                                    

Kata-kata Kolonel seperti menjelaskan segalanya, tanpa aku harus tahu isi pesan itu apa.

"Bung hanya diizinkan memilih empat orang untuk menjadi pendamping Bung sampai tiba disana. Tidak lebih. Jika terlalu banyak pengirimnya, itu hanya akan menambah kecurigaan," tambah Kolonel, sekaligus menutup perintahnya kepadaku.

Aku keluar dari tenda Kolonel Arifin dengan kondisi kebingungan. Tak terpikirkan olehku bahwa hari ini akan menjadi hari yang sangat berbeda. Kupikir kami hanya akan menghabiskan waktu di atas gunung ini dan menghancurkan bangunan. Tapi ternyata, sebuah tugas yang sangat tidak biasa justru menantiku. Aku tidak tahu jalan apa yang bisa kutempuh untuk sampai di Purwakarta? Lalu kapten Iskandar menepuk pundakku dari belakang dan mengajakku untuk segera pergi dari situ, kembali ke tenda sang kapten.

"Perintah apa ini pak?" tanyaku polos kepada Kapten Iskandar yang sangat dekat denganku. Sudah seperti kakak sendiri.

"Mengirim pesan. Tidak lebih. Tapi pesan rahasia, jadi kau harus hati-hati. Ayo kita ke tenda dulu."

Kami kembali berjalan ke tenda Kapten Iskandar tanpa saling bicara dan tetap terselimuti dalam kebingungan. Siapa pula yang dapat kupilih untuk menjadi pendampingku dalam tugas ini?

Setibanya di tenda Kapten Iskandar, ia segera duduk di kursinya dan mendesah. Ia lepas pecinya dan ia lemparkan ke atas mejanya.

"Ini jelas tugas yang sulit, Sur," Kapten memulai bicaranya. "Tapi kami percaya kau bisa melakukannya. Kami mengenalmu dan kemampuanmu. Apalagi kau juga berasal dari Karawang. Kami rasa kau pasti kurang lebih tahu tentang Purwakarta. Apapun itu, yang hendak saya katakan hanyalah, semoga kau berhasil dan selamat tinggal. Kami akan berusaha memberikan bekal yang terbaik untuk perjalananmu ini."

Lagi-lagi aku keluar dari tenda perwira dalam keadaan linglung dan bingung. Sekarang aku perlu mencari empat orang untuk menemaniku pergi ke Purwakarta. Dan kurasa aku sudah menemukan siapa mereka.

Mereka adalah Asep, Endang, Ujang, dan Darman. Meski begitu tak semua mereka sudah kukenali. Aku hanya kenal Asep dan Endang secara dekat. Sementara Darman dan Ujang, baru saja kukenal dan aku masih belum tahu seluk beluk keduanya. Meski begitu aku tahu mereka orang baik, tulus, dan bisa diandalkan.

Aku kembali ke tempatku sebelumnya. Ketika aku tiba mereka menatapku kebingungan, seolah bertanya. Ada apa? Kepergianku memang mengherankan untuk mereka berempat juga untuk diriku sendiri. Bahkan ketika aku kembali pun, aku masih keheranan atas tugas yang diberikan.

"Ada perintah penting. Langsung dari Kolonel," kataku sambil duduk disebuah batang pohon tua yang roboh. Mereka semua segera mengubah posisi duduk mereka agar bisa mendengarkanku dengan lebih leluasa.

"Kita diperintah untuk mengirim pesan ke Purwakarta," kataku, langsung menggunakan kata kita, agar mereka tidak merasa dipilih, diajak, dan dikorbankan. "Pesan rahasia dan terenkripsi."

Kata terenkripsi yang memang masih belum terlalu akrab disebagian telinga kami, membuat kemisteriusan tugas tersebut semakin menjadi-jadi.

Aku segera mengeluarkan surat itu dari sakuku untuk membuktikan kata-kataku. Tapi dari tampang mereka semua, tampaknya mereka benar-benar sudah percaya dan yang paling penting, mereka sudah menerima keputusanku melibatkan mereka.

"Kita akan berangkat sekarang juga. Kemasi barang-barang kalian," tutupku kemudian.

Kami berlima dengan ransel dan senjata yang menggantung di bahu kami, berjalan menuju ke sebuah jeep yang sudah disiapkan oleh Kapten Iskandar. Itu adalah jeep nya sendiri. Kapten Iskandar sudah ada di sana untuk melepas kepergian kami.

"Selamat jalan dan semoga berhasil!" ucap Kapten Iskandar sambil menjabat tanganku.

Segera kuletakkan ransel dan senjataku dibagian belakang jeep itu, sementara Kapten Iskandar masih menyalami keempat temanku.

Selamat Tinggal TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang