11. Bukan Ngelindur

10.6K 2.1K 127
                                    

Oke gaes. Ini memang melenceng dari rencana awal. Harusnya publish lapak Bangbi atau Bangkev tapi author yang masih labil ini nggak tahan godaan. Aku sudah diskusi sama 2 Abang, kok, mereka setuju ngalah sama Artis songong alias Rafampret. Jadi gitu gaes. Aku rampungin ini dulu, baru (rencananya) publish mereka. Maklumi yes hihi

*

"Nanti dijemput nggak?"

Aku menggeleng pada Uda yang duduk di balik kemudi. "Aku nanti bareng Mario aja. Kan dia diundang juga."

"Ya udah. Kalau gitu Uda mau ke tempat Nana dulu." Uda menyebut pacarnya yang merupakan bawahan dia di kantor, sebuah perusahaan pers yang cukup terkenal di kota ini. Uda sendiri menjabat sebagai pemimpin redaksi.

"Oke." Aku mengapit sling bag dan membuka sabuk pengaman. "Aku keluar ya."

"Bentar." Uda menahan, mengulurkan tangan untuk merapikan rambut sebahuku yang tergerai dan sejak beberapa bulan ini dibuat model lurus. Itu tentu membuatku melongo. Sejenak mata kami bertemu, lalu Uda menaik-turunkan kedua alisnya. "Gimana? Udah kelihatan romantis belum?"

Aku spontan ngakak. "Duh, jangan bilang latihan romantis buat Uni Nana?"

"Kok tahu? Kamu cenayang?"

"Aku Dilan, yang jago ngeramal."

Ganti Uda yang tergelak. Yah, belakangan ini dia sedang latihan untuk bersikap romantis. Uni Nana, katanya suka protes karena sikap Uda terlalu cuek dan datar-datar saja tanpa pemanis buatan. Heran. Padahal denganku, dia selalu bersikap manis.

"Udah ya, aku keluar."

Aku melambaikan tangan hingga mobil Uda berlalu. Setelah itu aku masuk ke dalam hotel Antariksa dan langsung menuju ballroom, tempat acara wedding anniversary Pak Galang diadakan. Di pintu depan, berdiri seorang petugas yang bertanggungjawab meminta undangan. Langsung saja kuserahkan undangan itu dan aku bisa masuk.

Banyak orang yang sudah datang ke acara ini. Sebagai pemimpin Pradipta Grup, tentu Pak Galang mempunyai banyak relasi bisnis. Jadi tidak perlu ditanyakan lagi sebanyak apa tamu yang diundang. Aku sempat ikut mengurusi masalah undangan soalnya. Masalahnya sekarang, aku merasa sedikit iba pada diri sendiri. Bagaimana tidak? Mereka yang datang membawa pasangan. Sedangkan aku sendiri, tanpa ditemani siapa-siapa. Sebenarnya aku sudah mengajak Mas Eki, tapi dia bilang Mia sedang sakit. Hal yang sejujurnya membuatku sakit hati. Juga teringat kata-kata Mario.

"Ndut!"

Mengerjap, aku menoleh ke asal suara. Mario dan Ririn, bergandengan tangan menghampiriku.

"Bisa nggak, jangan panggil gue kayak gitu? Please, banyak orang di sini!" protesku begitu mereka sampai di depanku.

"Nggak bisa. Itu panggilan kesayangan dari gue. Spesial just for you." Mario menyengir lebar, memelukku singkat. "Cantik sekali Ndut gue ini."

Aku memutar bola mata, lalu menerima pelukan Ririn.

"Iya, cantik banget." Ririn melirik gaun yang kupakai. "Gaunnya."

Mereka terbahak bersama. Dasar! Ngomong-ngomong, alasan Mario tadi sepertinya familiar di telingaku. Siapa ya yang mengatakan ... ah iya, Rafampret!

"Gue ke Pak Galang dulu, ya."

"Ditemenin nggak?"

Aku menggeleng pada Mario. "Lo kira gue penakut?"

"Bukan penakut, tapi lo nggak lihat, rata-rata pada bawa gandengan. Lah elo?" Mario tersenyum miring. "Gandengannya lagi sama bini kedua ya?"

Aku mendelik sambil mengangkat tangan. "Gue tabok nih!"

Hello, Gajah! (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang