4. Gym

11.3K 1.9K 93
                                    

Manusia memang tidak ada yang sempurna. Aku tahu itu. Tapi rasa kecewa tetap saja tak bisa kuhindari. Aku hanya manusia biasa.

"Maaf, Sayang. Kerjaan aku memang lagi banyak-banyaknya."

"Bahkan weekend?"

"Maaf."

"Mas, kita sebulan nggak ketemu lho. Iya, aku di weekdays juga sibuk tapi seenggaknya weekend bisa luangin waktu. Katanya kangen aku? Aku ke apartemen Mas Eki aja ya sekarang."

"Aku lagi nggak di apartemen."

"Terus di mana?"

"..."

"Mas?"

"Di kantor. Sama teman-teman satu divisi."

"Oh ya udah kalau gitu. Aku kirim makan siang ya entar. Pakai jasa kurir."

"Nggak usah, Sayang. Aku–"

"Ki, kamu di mana?"

Di situ aku mulai paham.

"Lin, Sayang, aku–"

"Jadi ... di tempat Mia ya?" Aku tersenyum kecut.

"Sayang, aku ... maaf,"

"Bukan karena banyak pekerjaan?"

"Maaf, Sayang. Mia sakit dan aku–"

"Dan sejak kapan Mas harus bohong ke aku buat datang ke tempat Mia? Kapan sih aku ngelarang? Jangan bikin aku seolah jadi tunangan jahat dong, Mas. Aku nggak suka. Aku nggak apa-apa Mas di sana, ngurusin Mia. Aku tutup dulu."

Dan ya, seperti itulah Minggu pagiku diawali. Dengan kekecewaan karena kebohongan Mas Eki. Tentu tidak benar kalau aku baik-baik saja. Siapa sih perempuan yang bisa tenang saat tunangannya lebih memilih mengurusi sahabatnya? Dan itu sangat sering, bukan hanya satu kali. Ya, Mas Eki memang penyayang. Saking penyayangnya, dia tak pernah tega mengabaikan sahabat kecilnya yang memang sering sakit itu. Baik hati banget, bukan? Aku sendiri tidak tega mengingat Mia hanya sebatang kara.

"Cemberut mulu dari tadi. Senyum dong, Dek."

Mendengar celetukan Uda, aku menghela napas sambil menyandarkan kepala di kaca mobil. Ya, setelah gagal ke CFD bersama Mas Eki, akhirnya aku mengiyakan ajakan Uda untuk menemaninya ke gym. Hari Minggu adalah jadwal kakakku ini ke gym.

"Ngambek sama Eki ya?"

"Hm."

"Kan Uda juga bilang, pikirin baik-baik sebelum lanjutin nikah sama Eki. Mumpung kalian masih berstatus tunangan."

Aku menatapnya protes. "Kok Uda gitu? Mas Eki baik, tahu. Sayang dan nerima aku apa adanya."

"Tapi Uda nggak sreg sama dia."

"Ya nggak sreg-nya kenapa? Uda dari dulu bilang gitu tapi nggak pernah kasih alasan jelas."

"Pokoknya nggak cocok."

"Tuh nggak jelas lagi kan?" Aku memutar bola mata, dan langsung dihadiahi tepukan di dahi oleh Uda.

"Nggak sopan." Tegurannya membuatku cemberut. Tepat di lampu merah, Uda menoleh dan menatapku lekat. Wajahnya terlihat begitu serius. "Adek cinta Eki?"

Dahiku berkerut. "Kok Uda nanyanya gitu?"

Uda mengangkat bahu. "Kita sama-sama tahu kalian ketemu karena apa."

Aku terdiam lama, kemudian menghela napas dan membuang muka. "Tahu ah."

"Yah, ngambek. Iya deh iya, Uda nggak bahas itu lagi. Jangan ngambek ah. Uda kan nggak kuat dicuekin Adek."

Hello, Gajah! (REPOST)Where stories live. Discover now