6. What's Wrong?

11.5K 2.1K 122
                                    

J&P Collection. Jam lima sore, aku sudah berdiri di depan gedung berlantai tiga ini. Sebuah butik yang cukup terkenal karena jasa dan koleksi pakaian mereka sering dipakai oleh publik figur di Indonesia. Dan aku di sini, hanya karena permintaan Ririn.

"Berlin!" Dan dia sudah berseru di lobi, sedikit berlari mendekat membuatku langsung mengangkat tangan hingga dia berhenti.

"Lo tuh ya, udah tahu lagi hamil ponakan gue, masih lari-larian!" omelku.

Dia menyengir, lalu memeluk lenganku. "Adek Ndut-nya Mario nih ngomel mulu masa."

Aku memutar bola mata. "Bilang Ndut sekali lagi, batal ya transaksi kita."

"Alah gitu banget sama Kakak Ririn." Ririn cemberut, kemudian tersenyum lebar ketika melirik tote bag yang kubawa. "Aih muffin-muffinku, sini sama Mama."

"Nggak waras!" gerutuku namun tetap membiarkan dia merebut tote bag berisi tiga puluh buah muffin itu.

"Masuk dulu yuk. Gue mau makan ini sambil nunggu Mario jemput."

Aku menurut, membiarkan tangannya yang bebas menarik lenganku dan berjalan masuk. Ririn adalah istri dari kakak sepupuku, Mario. Sebenarnya aku geli kalau menyebut Mario sebagai kakak, karena umurku dua tahun di atasnya. Ririn sendiri dulu adalah sahabat Mario, cukup dekat denganku sejak dulu sebelum mereka menikah. Makanya dia tanpa sungkan selalu merengek padaku ketika ingin makan sesuatu, dengan alasan ngidam. Dan demi keponakanku, semalam aku rela begadang membuatkan muffin-muffin itu dan kubawa ke kantor. Bahkan tadi aku memberikan pada Pak Galang, khusus menggunakan gula jagung.

"Bagus ya tempatnya," komentarku ketika diajak naik ke lantai dua. "Koleksi pakaiannya juga bagus-bagus. Ada yang big size nggak?"

"Adaa!" Ririn berseru antusias. "Ada, duong! Khusus buat Adek Nd—peace!" Dia menyengir saat aku memelotot. "Khusus buat lo, ada. Gue siapin gaun cantik pakai banget buat Berlin Ayudia yang cantik jelita tiada tara."

"Serius?" Kedua alisku terangkat. Ririn mengangguk mantap. "Suruh bayar nggak?"

"Enggaklah, gila lo!" Ririn terkikik, mengajakku masuk ke sebuah ruangan. "Uda Kairo kan cerita, bulan depan katanya lo mau datang ke anniversary bos lo yang ketiga puluh kan? Makanya gue minta tolong bikinin temen gue gaun buat lo."

"Baik banget. Biasanya kan lo suka pamrih kalau sama gue," cibirku.

"Ini tetep pamrih kok." Dia tersenyum lebar. "Sampai peroide ngidam gue ilang, lo harus selalu masakin gue. Karena gue ramal, ponakan lo maunya masakan lo doang, entah itu kue atau makanan lainnya."

"Gue berasa babu."

"Bukan babu, Say." Dia mengedipkan sebelah mata. "Tapi spesialis gizi Ririn-nya Mario."

Aku berdecak. "Emang periode ngidam lo sampai kapan, kalau menurut ramalan alad Dilan itu?"

"Sampai anak gue lahir, doong!"

"Itu mah gue beneran dijadiin babu!"

Ririn terbahak. Aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan yang hanya diisi aku dan Ririn ini. Banyak gaun yang terpajang, baik gaun pengantin, pesta maupun anak kecil. Dan semua cantik-cantik.

"Ini lo semua yang bikin?"

"Bukan. Gue khusus pakaian cowok aja. Kalau pakaian cewek dibikin sama temen gue, namanya Agnes. Gaun lo juga dibikinin temen gue." Ririn mendekat ke pojok ruangan. "Sini deh, Lin."

Aku mendekat. Ririn memegang sebuah manekin yang tertutupi kain putih, lalu menariknya. Mataku mengerjap, melihat sebuah gaun yang cukup indah terpajang di sana. Berbahan brokat warna putih dengan lengan terbuka dan panjang selutut.

Hello, Gajah! (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang