Aliza mendekat, merasa heran saat Rana menggunakan topi. Hingga menutupi wajah cantiknya. Aliza tertawa "ngapain pakai begituan kak?" tanya Aliza sembari tertawa kecil. Ia lalu duduk sebuah kursi tepat didepan Rana.

Namun sedetik setelah itu, Aliza dibuat terdiam tak berbicara apapun. Rana menegadah menatap dirinya, dengan wajah bekas luka dan beberapa lebam disana. Padahal beberapa hari lalu wajah itu masih baik baik saja.

Aliza sudah tahu siapa yang melakukan itu, bahkan tanpa Rana beri tahu. Luka itu, sama percis dengan Aliza saat dirinya masih bersama Zero.

Aliza berusaha mengatur emosinya "kenapa bisa?" tanya Aliza terdengar ketus dan dingin.

"Zero mutusin gue"

Singkat, begitulah yang Rana ucapkan. Gadis itu kembali menunduk. Air matanya sudah jatuh lebih dulu, dibalik topi merah jambu itu. "Gue sayang banget sama Zero" lirihnya mencoba tetap tenang.

Aliza tak habis pikir, Rana benar benar sangat tidak dewasa dalam hal cinta. Ia terlalu bodoh menyangkut soal cinta, entahla manusia seperti Rana yang bodoh. Atau laki laki yang tidak sebersyukur Zero.

Rana menyeka air matanya yang mulai kembali jatuh. Dan terlihat lebam lagi dipergelangan tangan tanpa gelang itu.
"Zero kasar karena gue nggak ada kabar"

Sungguh alasan yang tidak masuk akal. Aliza tahu, bukan cuma itu alasannya. Zero pasti mulai menjadikan Rana pelampiasan amarahnya. Laki-laki itu bersembunyi dibalik alasan yang sangat tidak masuk akal.

Aliza hanya terkekeh, walau ia sangat geram dengan Zero maupun Rana. "lo terima?" tanya Aliza.

Rana mengganguk pasrah, membuat Aliza membuang nafas kasar. "gue nggak bisa benci Zero"

Rana yang berucap seperti itu, Aliza yang sangat sakit hati dibuatnya. "luka lo mau diapain? suruh Zero nambah lagi, dan lo kembali pasrah lagi, nangis lagi"

Rana menggeleng "Gue bohongin Bunda, gue bilang ada acara kampus beberapa hari. Dan waktu itu gue manfaatin buat obatin ni luka sampai sembuh"

"terus luka hati lo gimana? Tanya Aliza.

"Lo berharap Zero ngobatin?" kekeh Aliza.

"Maaf za, gue udah jatuh banget sama Zero" jawab Rana.

Aliza mengepalkan tangannya.
"Lo bisaa kak, emang susah. Tapi percaya, kakak gue ini pasti bisaa, adeknya aja bisaaa" ujar Aliza memberi semangat kepada Rana.

"nggak gampang zaa" lirih Rana, matanya sudah membengkak akibat terlalu banyak menangis.

"Satu cowo kayak Zero ngak bakalan bisa ngancurin lo"
"Lo sadar nggak sih dengan keadaan lo sekarang?" tanya Aliza.

Aliza lalu mengambil ponsel didalam tasnya. Memotret Rana begitu saja.
"Lihat ni" Aliza menunjukkan hasil potretnya tadi kepada Rana. "Lihat disini, betapa lemahnya dan kalahnya lo hanya karena cinta" ucapnya yang berhasil membuat Rana tertegun.

Lalu Aliza menarik lagi ponselnya, mencari gambar cantik Rana disana.
"lihat lagi ni" titah Aliza, lalu menunjukkan gambar berbeda. Disana Rana tampak bahagia, tersenyum manis, dengan wajah yang seakan akan bebas.

"Ini Rana yang gue kenal, nggak lemah kalo soal cinta. Kak cinta tu ngasi kita kebahagiaan dan rasa nyaman yang seimbang. Kalo ngak seimbang, emang berarti ngak pantes buat dipertahankan, lindes aja cari lagi."

Rana kembali tersenyum mendengar itu, pernyataan yang sangat membuatnya tersadar. Apakah ia sebodoh ini dalam hal mencintai?

"Gue kasi tau kakk, siapapun cowo yang berani kasar, jangan takut buat kasi pintu keluar lebar lebar. Biar ganteng, biar kaya, tapi kalo udah tingkah laku kek begituuu, nggak guna, bikin enek aja liatnya". Celoteh Aliza.

Rana memeluk hangat Aliza. "makasi" ucapnya pelan.
Aliza membalas pelukan itu, mengelus lembut pundak Rana. "bisa ya kak, gue yakin"

Rana mengganguk, sedikit tenang saat bercerita dengan Aliza. Gadis itu selalu saja jadi penyemangat dalam setiap hal-hal sedih Rana.





yaampunn.....
Zero tu idaman banget kannn°°
😗

Santri Pilihan Bunda [ SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA ]Where stories live. Discover now