44. Pertikaian

62 14 115
                                    

Seperti pesan yang disampaikan oleh Zain siang kemarin, Hauraa tengah ditunggu kedatangannya oleh Layla pada malam sehabis usai mengaji. Namun, nyatanya Hauraa tak memenuhi panggilan tersebut. Bukan karena sengaja menghindar, melainkan demam. Yah, sehabis aksi menangis dan bercerita mengenai masa lalunya bersama Vero. Tiba-tiba saja badan Hauraa panas, dan ia pun jatuh sakit.

Hal itu tentu mengundang rasa khawatir ketiga sahabatnya, Layla juga tentunya. Sudah tentu ustazah itu bertanya-tanya prihal mengapa Hauraa tak memenuhi panggilannya. Tidak mungkin lupa bukan? Apalagi menghindar. Ah, itu bukan sifat Hauraa. Layla tahu itu.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Ayra usai meletakkan segelas air putih yang tadinya diminum oleh Hauraa.

"Aku harus jawab apa?" tanya Hauraa.

"Anda masih waras?" celetuk Sella. "Cuma ditanya keadaan juga kok, masa masih nanya jawabannya? Yang merasakannya 'kan kamu sendiri." Sella terlihat geram. Bukan ia tidak khawatir mengenai keadaan Hauraa. Hanya saja, pertanyaan Hauraa tidak bisa ia terima. Itu terdengar konyol baginya.

Hauraa diam, tidak menyanggah ucapan Sella. Ia hanya menatap lurus langit-langit kamar asramanya dengan sesekali memejamkan mata.

"Ha-"

"Aku bingung," ucap Hauraa memotong ucapan Aisha. "Waktu semakin dekat. Ustazah Layla juga pasti sudah menungguku sejak tadi malam, sedangkan aku sama sekali belum menemukan jawabannya," sambung Hauraa.

"Aku harus apa?" tanyanya pada ketiga sahabatnya.

Aisha menggeleng. Ia cukup prihatin tentang prihal yang melanda kegundahan sahabatnya ini. Tentu sahabatnya itu sangat tertekan. Buktinya, sekarang ia jatuh sakit. Belum juga sembuh benar, ia sudah kembali memikirkan jalan keluar dari prihal yang mengakibatkannya sakit.

"Jangan dipikirkan! Sekarang, kesehatanmu lebih utama." Aisha bersuara. Ia tak tahu harus memberi jawaban apa mengenai pertanyaan Hauraa. Karena itulah ia lebih memilih untuk menyuruh sahabatnya fokus untuk kesehatannya saja.

"Tidak bisa!" sahut Hauraa cepat. "Tiga hari lagi kita resmi lulus. Itu artinya, mau tidak mau aku harus memberi jawabannya kepada Ustazah Layla sebelum kita boyong."

Aisha dan Ayra terdiam, yang dikatakan Hauraa benar. Tidak dapat dielak, pilihan itu memang harus ditentukan secepatnya. Mereka kembali dibuat bingung. Sedangkan Sella hanya diam, ia juga bingung. Namun, tak tahu harus bersikap bagaimana.

Jujur, Sella sangat berharap Hauraa menolak perjodohan ini. Kenapa begitu? Kalian tidak lupa bukan bagaimana Sella mengagumi sosok Zain yang sering ia puja-puja? Katakan saja ia adalah sahabat yang jahat. Sepertinya itu tidak salah.

Namun, jauh di lubuk hatinya, ia juga tak tega. Ia tak tega melihat Hauraa yang terjerat kebingungan berkepanjangan ini. Ia juga tak kuasa mengeluarkan suara untuk berkata bahwa, sebaiknya Hauraa menolak perjodohan ini saja. Toh, meski Hauraa menolak perjodohan ini, itu tidak akan membuatnya bisa bersama Zain bukan? Yah, Sella juga sadar diri. Ia bukan gadis sesempurna Hauraa. Untuk saat ini, Sella tidak mau egois.

"Kali ini saja, tolong berikan aku saran!" Hauraa memohon. Ia tahu ucapannya salah. Ini bukan kali pertama ia meminta saran kepada tiga sahabatnya. Toh, kemarin sahabatnya itu sudah memberi saran bukan?

"Aku tidak tahu," sahut Aisha. Pilihan ini benar-benar menguras pikiran. "Mau menolak, tapi tidak mungkin. Selain ketampanan dan ilmunya, dia juga sosok pria yang bertanggung jawab. Sangat sayang untuk ditolak." Aisha menarik napas.

"Terlebih lagi dia juga pria yang telah kau tunggu-tunggu selama ini." Aisha kembali menjeda ucapannya. "Jika aku yang berada di posisimu, mungkin aku menerimanya," sambung Aisha mantap. Persetan dengan tanggapan tiga gadis di depannya. Bukannya Hauraa meminta saran? Nah, sekarang Aisha telah memberikan sarannya. Terserah hendak menerima atau tidak.

"Sella?" Hauraa berpindah menatap Sella. Menuntut saran dari sahabat bar-barnya ini.

"Dih, pakai tanya pula. Sudah jelas aku menerimanya!" Sella menjawab dengan nada yang terdengar nyolot. Namun, tidak bisa ditepis, yang dikatakan Sella emang benar. Toh, Sella memang mengagumi Zain. Sudah tentu jika ia berada di posiai Hauraa, ia akan menerima perjodohan ini.

Oke, dua jawaban yang sama sudah Hauraa dapatkan. Namun, meski begitu ia tetap beralih menatap Ayra. Menuntut saran dari gadis yang sedari tadi diam.

"Yang dikatakan Aisha benar, menerima Zain mungkin pilihan yang kuambil," ucap Ayra. Apa ini? Tidak ada satu pun yang memihak pada Kenny. Haruskah Hauraa menuruti saran ketiga sahabatnya?

"Tapi ... janji adalah hutang." Ayra kembali bersuara. Membuat Hauraa menatapnya dengan penuh tanda tanya. Apa katanya? Hutang? Apakah secara tidak langsung Ayra menyuruh Hauraa untuk menolak Zain?

"Jadi kamu mau bilang, lebih baik Hauraa menolak Ustaz Zain dan pulang memenuhi janjinya pada Kenny?" Aisha bertanya. Sepertinya ia sedikit tidak suka. "Ustaz Zain lebih dari segalanya dibanding Kenny!"

"Tapi janji juga tidak bisa diabaikan, Aisha!" Kali ini Sella yang besuara. Sontak saja Aisha langsung melayangkan tatapannya pada Sella.

"Lalu, bagaimana jika ternyata Kenny sendiri yang mengabaikan janji mereka?" tanya Aisha sengit. Loh, kenapa jadi begini? Awal mula memberi saran malah berujung perdebatan.

"Apa maksudmu?" Hauraa yang sedari tadi diam pun membuka suara. Ucapan Aisha kali ini berhasil menimbulkan tanda tanya baru di benaknya.

"Bukannya aku berprasangka buruk terhadap Kenny." Aisha mulai menjelaskan. "Hanya saja, bukankah kalian sudah lama terpisah? Sudah satu tahun, dan itu tanpa kabar sedikit pun. Meskipun perpisahan kalian baik-baik saja, dan diiringi perjanjian untuk saling setia, tetapi hati manusia siapa yang tahu?"

Semuanya diam. Mencoba mencerna apa maksud yang diucapkan Aisha.

"Kau di sini, dia di sana. Kau berusaha menepati janjinya dan menolak pria yang telah lama kau nantikan. Bagaimana jika setelah kau kembali, dia sudah bersama gadis lain?" Aisha terus mengelukan pendapatnya.

"Lalu, bagaimana jika setelah aku menerima Ustaz Zain, dan ternyata Kenny masih menungguku di sana?" Hauraa mengeluarkan unek-uneknya. Aisha yang hendak berbicara pun terdiam. Benar juga, ya?

Sella yang sedari tadi diam pun menghembuskan napas jengah. Kenapa hidup sahabatnya yang satu ini begitu rumit?

"Hanya ada satu cara," seru Ayra. Ia juga bingung akan prihal ini. Sungguh memusingkan.

"Kau harus memastikan Kenny masih setia kepadamu atau tidak. Setelah itu, kau bisa mengambil keputusan ini." Ayra menepuk pelan pundak Hauraa. "Mari kita telpon Chara. Kita tanyakan padanya, aku juga merindukannya."

-----


Ada yang rindu Charlina juga?

Spoiler jangan?

Iya deh. Nih👇

"Fajar dan Senja sama-sama peran antagonis bagi Siang dan Malam. Begitu juga sebaliknya."

"Maksudnya?"

🐬

"Kenapa kau membohongiku?" tanya Hauraa.

"Tentang apa aku berbohong padamu, Hauraa?" tanya Zain. "Tidak ada kebohongan apapun yang kuucapkan padamu. Semua yang menyangkut tentangmu adalah kejujuran." Zain menatap Hauraa.

Lalu Zain kembali melanjutkan ucapannya, "Termasuk isi hatiku."

Cam mane? Baikkan aku😌
Up kapan, ya?🤔

Yok, lah tekan bintangnya 😄
Tinggalin jejaknya jugak, yak🐬

Makasih loh, ya, udah mampir 🤗
Sayang kalian 💙

See you 😘

26

BIRU [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang