DUA PULUH TUJUH

67 14 1
                                    

"Kamu tau, James akan marah padaku kalau dia mengetahui semua ini." Ucap Juna sambil mengemudikan Bentley Bentayga nya. Karena memang sore ini dengan terpaksa Juna harus mengantarkan Sana untuk kembali ke Penthouse James.

"Tapi kamu lebih tidak suka membuat Dira marah." Balas Sana tanpa menoleh pada sahabat James itu. Senyum tersungging di wajahnya karena berkat bantuan Dira, Juna akhirnya mau menjadi 'sopir' sekaligus 'bodyguard' nya. Kapan lagi bisa menjadikan CEO Cakra International yang terkenal itu menjadi sopir yang akan mengantar mu kemana pun?

"Tentu saja." Juna menggeleng-geleng seakan mengingat apa yang dikatakan Dira padanya. "Meski aku senang membuat Dira kesal. Tapi aku tidak suka membuatnya marah. Apalagi saat dia hamil tua seperti ini."

Begitulah. Sekali lagi Sana berpikir bahwa Dira sangat beruntung memiliki suami seperti Juna. Well, bukannya Sana tidak bersyukur memiliki James sebagai suaminya. Tapi selain fakta pernikahan mereka yang tidak lebih dari sekedar perjanjian dan kesepakatan di antara mereka. James juga masih belum terbuka pada Sana. Masih banyak hal yang disimpan oleh pria itu. Misteri yang tidak tau kapan akan bisa Sana ungkap. Sehingga hubungan mereka tidak sekedar dua orang asing yang dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Tanpa rasa apapun kecuali sedikit ketertarikan yang kadang terasa di antara mereka.

Seperti apa yang terjadi semalam. Saat emosi James bergejolak begitu melihat foto ibu nya. Sana yang memang sedang mencari James, tanpa sengaja mendengar diskusi empat pria itu di lounge. Tentu saja Sana bisa merasakan amarah James saat dirinya mendekat ke kursi James dan ikut melihat foto ibu kandungnya. Karena itulah Sana tanpa berpikir panjang berusaha menenangkan James dengan meletakkan tangannya pada bahu James. Berharap hal itu dapat mengurangi amarahnya.

Namun seperti beberapa waktu sebelumnya. James sama sekali tidak mengatakan apapun yang dirasakan pada Sana. Meskipun setelah penjelasan Pak No tentang operasi transplatasi yang gagal dilaksanakan dan wanita itu pergi dari klinik dengan wajah kesal, James membubarkan kelompok diskusi mereka. Sehingga James dan Sana hanya berdua dalam perjalanan mereka menuju kamar tidur Sana. Tapi James sama sekali tidak berkata sepatah kata pun pada Sana. Bahkan Pria itu hanya mengangguk saat Sana mengucapkan selamat malam sebelum menutup pintu kamarnya.

Iya. Seperti hal nya di Penthouse. James dan Sana tetap tidur di kamar terpisah di The Underworld. Toh markas milik Juna itu dilengkapi banyak kamar dengan fasilitas yang tidak kalah dengan hotel bintang 4 bahkan lebih.

"Kemarin kamu telah melakukan hal yang tepat dengan muncul di samping James." Juna kembali berbicara dan menarik fokus Sana dari berbagai pikiran di benaknya.

Sana menghela nafas sambil menyangga kepalanya dengan kepalan tangan yang disandarkan ke pintu mobil. Kelihatannya Juna juga sedang memikirkan kejadian semalam. Mungkin Sana bisa mendapatkan sesuatu dari pria itu. Kalau ada orang paling mengenal James selain ayah dan pengasuhnya. Maka orang itu adalah Juna.

"Aku tidak tau dan tidak yakin akan hal itu" Sana berkata sambil memandang jalanan di depannya. "James bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun padaku semalam."

"Mungkin kamu tidak melihatnya. Tapi aku tau dia hampir meledak sebelum kamu datang. Dan begitu kamu meletakkan tanganmu di bahu James, secara perlahan dia berhasil memperoleh kembali ketenangannya." Penjelasan Juna itu membuat Sana menoleh pada sahabat James itu. "Hal yang tidak pernah bisa dilakukan James sebelumnya. Karena James cenderung bersikap impulsive begitu amarah dan emosi nya menguasainya. Begitu monsternya terbangun, James bisa bertindak tanpa memikirkan akibat dari apa yang dilakukannya. Dan biasanya selalu berakhir dengan penyesalan James sendiri."

Out of The BlueWhere stories live. Discover now