DUA PULUH

88 17 0
                                    

"Tapi dengan beberapa syarat." Ucap Sana yang berniat untuk menghapus senyuman di wajah James. Karena memang sifat arogan dan seenaknya sendiri James itu selalu berhasil membuat Sana terganggu dan sebal. Jadi dia sengaja memberi pernyataan yang menyulitkan James. Sehingga malam ini tidak hanya Sana yang merasa kesal dan jengkel.

Namun sayangnya niat Sana tidak berhasil. James justru dengan santainya mengeluarkan kertas yang telipat rapi dari saku dalam jas nya biru gelapnya. Kemudian pria itu juga mengeluarkan pena Montblanc dengan ukiran namanya, sebelum meletakkan keduanya di atas meja dekat tangan Sana.

"Itu adalah beberapa syarat yang aku inginkan untuk pernikahan kita." Balas James sambil menggerakkan dagunya untuk menunjukk kertas di dekat tangan kanan Sana. " Bacalah. Kamu bisa bertanya jika ada yang tidak jelas atau yang tidak kamu setujui. Kamu juga bisa menambahkan persyaratan mu disana. Setelahnya kita bisa berdiskusi. Begitu kita mencapai kesepakatan. Kita bisa menandatangi kertas itu sebagi draft sementara sebelum aku mencetak ulang hasil revisi itu. Kalau kamu ingin ini dilegalkan, aku juga bisa memanggil pengacara untuk..."

"Tidak perlu." Potong Sana. Sebelum meraih kertas dan pena yang diletakkan James. "Asal kamu berjanji dan bertekad untuk memenuhi syarat apapun yang kita setujui bersama. Itu sudah sudah cukup bagiku."

"Baiklah." James mengangguk.

Setelah nya pria itu hanya diam selama Sana membaca syarat James yang telah diketik rapi pada selembar kertas yang baru dibuka Sana. Tidak banyak syarat yang diinginkan James. Hanya ada beberapa point. Di antaranya menyatakan bahwa Sana harus tinggal bersama James setelah pernikahan mereka. Mereka akan segera menikah begitu mereka berdua sepakat. Secepat mungkin. Tidak ada jangka waktu untuk pernikahan mereka. Mereka akan membicarakan secara baik-baik jika setelah misi ayah Sana terselesaikan, salah satu dari merikan ingin berpisah. Apapun hasil akhir yang mereka dapatkan dari misi itu. Kemudian, baik Sana maupun James harus berkomitmen pada pernikahan mereka. Sehingga selama mereka menikah, tidak boleh ada orang ketiga diantara mereka. Dan terakhir, tidak ada pemaksaan ataupun pembatasan ketertarikan perasaan dan fisik diantara mereka berdua.

Meskipun tidak seratus persen setuju dengan persyaratan James itu. Sana bisa mengatakan tidak keberatan dengan beberapa persyaratan itu. Kecuali persyaratan terakhir yang ditulis James. Kening Sana berkerut membaca persyaratan itu. Pipi Sana pun terasa sedikit panas karena makna tersembunyi dari persyaratan itu. Terlebih saat bayangan James hanya berbalut handuk di pinggangnya kembali menyerang ingatan Sana. Pria itu jelas mampu untuk membaut Sana merasakan ketertarikan fisik padanya.

"Apa maksud dari tidak ada pemaksaan ataupun pembatasan ketertarikan perasaan dan fisik ini?" Sana akhirnya bertanya dengan suara yang sedikit lebih serak begitu pelayan selesai menghidangkan pesanan mereka di meja.

Sebuah kilatan emosi yang tidak Sana pahami terlihat di mata biru James yang kini sedang menatapnya dengan tajam. Sana tidak mengartikan kilatan itu. Tapi entah mengapa tatapan itu mampu mengirimkan geteran aneh yang terasa menuruni punggungnya. Hingga Sana harus menahan diri sekuat tenaga agar tidak menggigil karena getaran itu.

Seakan mengetahui efek tatapan matanya pada tubuh Sana, James pun menyeringai puas sebelum menjawab pertanyaan Sana. "Itu artinya kamu bebas untuk menyukai ku." Kemudian James mencondongkan tubuhnya kearah Sana dan melirihkan suaranya. "Juga menginginkanku."

Kali ini Sana tidak dapat menyembunyikan reaksi tubuhnya. Sana bisa merasakan suhu di pipinya semakin meningkat. Juga detak jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh terlebih ke pipi nya. Sana yakin kalau pipi nya saat ini pasti sudah memerah seperti tomat. Karena memang pipi Sana gampang memerah saat dirinya demam atau malu. Ataupun saat jantungnya berdebar kencang seperti ini.

Out of The BlueWhere stories live. Discover now