SEMBILAN

87 20 0
                                    

Sana hampir saja berteriak kencang begitu lengannya ditarik saat hendak membuka pintu mobilnya. Beruntung hidung Sana sempat mencium wangi maskulin yang familiar. Wangi elegan yang berpadu dengan aroma mint yang segar yang selalu mengingatkan Sana pada satu orang. James.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" Sana berusaha menyentak lengannya dari tarikan tangan James. Tapi tentu saja sia-sia. Pria itu jauh lebih kuat dari Sana. Meski Sana yakin saat ini pria itu tidak benar-benar mengerahkan kekuatannya. Karena cengkeramannya sama sekali tidak menyakiti Sana.

"Aku bisa menanyakan hal yang sama denganmu." Ucap James sambil menempelkan tubuh sana pada mobil SUV hitam mewah.

Mereka pun berakhir dalam posisi yang sama dengan posisi di samping ambulance tiga hari yang lalu. Minus dengan bekapan tangan. Tapi kedekatan tubuh mereka dan wangi tubuh James, tetap mampu membuat jantung Sana berdebar jauh lebih cepat dari kecepatan normal. Terlebih dengan tatapan tajam penuh selidik dari mata biru indah James. Sana yakin kalau saja penerangan di parkiran basement ini lebih terang, saat ini James pasti sudah melihat bagaimana pipi Sana memerah. Karena Sana bisa merasakan jantungnya yang berdebar kencang memompa darah ke arah seluruh tubuhnya, terutama pipinya. Hingga pipi Sana terasa panas.

"Aku tau bahwa saat ini kamu berencana mendatangi tempat itu." James berkata sambil tetap menekan kedua tangan Sana ke jendela SUV hitam itu.

"Kemana pun aku pergi, Mr. James Carter. Itu sama sekali bukan urusan anda."

"Itu adalah urusanaku. Damn it!" Wajah dan nada bicara James dipenuhi dengan nada frustasi dan jengkel hingga suaranya menajam. "Karena keselamatanmu adalah tanggung jawabku."

Dengan sengaja Sana mendengus keras. Debaran jantungnya yang meningkat sedikit terlupakan karena makian James kembali menyulut amarahnya. Terlebih dengan perkataannya tentang tanggung jawab atas kesalamatan Sana. Seorang pria asing yang baru dikenalnya kurang dari seminggu mengklaim tanggung jawab atas dirinya. Tentu saja hal itu mampu membuat Sana naik pitam. Sana adalah wanita mandiri. Dia tidak pernah menggantungkan keselamatannya pada siapapun. Jadi James tidak berhak mengklaim tanggung jawab atas dirinya. Terlebih pria itu bukan siapa-siapa Sana.

"Memang kamu siapa, James Carter?" Bentak Sana. Dia benar-benar sudah muak dengan sikap arogan "Kamu bukan ayahku apalagi suamiku. Jadi kamu tidak berhak mengklaim tanggung jawab atas keselamatanmu."

Warna biru mata James menggelap. Entah mengapa wajah James terlihat jauh lebih berbahaya dari biasanya. Hingga Sana bisa merasakan getaran aneh merambati punggungnya hingga membuat tubuhnya sedikit gemetaran.

"Kalau memang aku harus menjadi suamimu untuk memastikan kesalamatanmu." James berkata sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Sana. Hingga wajah mereka kurang dari lima senti. "Aku akan menikahimu sekarang juga."

James benar-benar serius. Sana bisa merasakan bahwa pria itu bersungguh-sungguh dengan setiap kata yang diucapkannya. Karena itulah Sana akhirnya terdiam. Otak Sana mendadak tidak bisa berfungsi secara normal. Sehingga Sana kesulitan menemukan kata-kata untuk membalas perkataan James itu.

"Untuk sekarang, masuklah ke mobil ku. Now. Atau kamu tidak akan pernah mendapatkan jawaban tentang apa yang sebenarnya dilakukan ayahmu sebelum dia menghilang."

Ingin rasanya Sana mendaratkan telapak tangannya ke pipi James. Pria arogan itu benar-benar pantas mendapatkan tamparan atas semua perkataan dan ancamannya. Tapi fakta bahwa saat ini kedua tangan sedang menempel di badan mobil dan berada dalam cengkeraman tangan James. Juga fakta bahwa pria itu jauh lebih kuat dan cepat darinya, sehingga kesempatan untuk membesakan tangannya sangat minim. Kedua hal itu membuat Sana harus mengurungkan keinginannya itu. Karena Sana yakin usahanya akan berakhir sia-sia.

Out of The BlueWhere stories live. Discover now