SEMBILAN BELAS

85 12 1
                                    

Ini adalah hari ketiga setelah James mengutarakan idenya. Hari terakhir dimana Sana harus memberikan jawaban pada pria itu. Mereka pun sudah membuat janji untuk makan malam bersama di restoran yang sudah di booking James. Mereka berdua akan membicarakan tentang tawaran James sambil makan malam. Begitulah kata James di telfon pagi ini.

Karena itulah sore ini Sana sibuk memilah dan mimilih baju serta kerudung yang nanti akan dipakainya. Hal yang tidak pernah Sana lakukan sebelumnya. Karena Sana biasanya tidak pernah peduli pendapat orang lain saat memadu-padankan pakaian dan kerudungnya. Tapi lihatlah tempat tidur Sana sekarang. Penuh dengan baju dan kerudung. Karena Sana memang sudah beberapa kali berubah pikiran setiap kali memikirkan betapa sempurnanya penampilan James nanti. Dan bagaimana biasanya penampilan Sana saat berjalan di samping pria itu.

Bunyi bell menghentikan pikiran dan usaha Sana menemukan baju yang tepat. Sana mengerutkan kening karena tidak merasa memiliki janji ataupun sedang pesan delivery makanan. Tidak mungkin kan kalau James yang datang terlalu awal. Padahal Sana sama sekali belum siap.

"Taraaaah! Ibu peri datang." Suara ceria Dira langsung menyapa Sana begitu Sana membuka pintu. Di tangannya terlihat tiga kantong belanjaan hitam besar. Sementara di belakang wanita berkacamata itu terlihat Luna, adik Dira, yang juga pemilik butik yang namanya tercetak di paper bag hitam yang dibawa Dira.

"Maafkan kakakku. Dia suka memanggil dirinya sendiri peri, karena kak Juna sering memanggil nya seperti itu dalam Bahasa Italy." Ujar Luna sambil mengeleng-geleng memperhatikan kakaknya yang begitu bersemangat memasuki apartement Sana.

Luna yang menggandeng dua balita. Elliana dan anaknya sendiri, Alessandro, di kedua tangannya juga berjalan memasuki kakaknya memasuki apartement Sana, setelah Sana mengangguk menanggapi komentarnya. Usia Baby El dan Baby Al yang hanya berbeda beberapa bulan, membuat keduanya seperti anak kembar yang imut dan lucu. Dalam beberapa detik, unit apartement Sana pun dipenuhi celotehan dan gelak tawa kedua anak berusia sekitar tiga tahun itu.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" Tanya Sana begitu mengikuti Dira masuk ke kamar tidur nya.

Sementara Luna yang menjaga dua anak manis itu, duduk di sofa depan televisi. Dira justru sibuk menyingkirkan baju-baju Sana yang beserakan di atas tempat tidur. Setelahnya wanita berkacamata bulat itu mulai mengeluarkan isi paper bag hitam yang dibawanya, satu per satu.

"James meminta bantuanku pagi ini dengan menyerahkan black card nya." Dira menjawab sambil mengeluarkan gaun yang tertutup dalam wrap pelindung pakaian, sebelum beralih pada paper bag yang lain. "Jadi aku dengan senang hati membelanjakan kartu nya di butik Luna."

"Bantuan?" Kening Sana semakin berkerut saat Dira mengeluarkan kotak persegi panjang hitam bertulis Jimmy Choo dan meletakkannya di atas tempat tidur Sana.

Dira mengangguk dengan wajah yang dihiasi senyuman penuh arti. Kali ini wanita itu menjelaskan sambil mengeluarkan Dustbag atau pembungkus kertas bertuliskan Lana Mark. "James meminta bantuanku untuk mempersiapkanmu di makan malam istimewa kalian. Karena itulah aku juga membawa Luna. Dia lebih ahli urusan make up daripada ku."

"Tunggu!" Tanpa sadar Sana mundur selangkah. Dan menunjuk semua barang bermerk dan berharga mahal yang baru dijajarkan dira di atas tempat idurnya. "Maksudmu, aku harus menggenakan gaun, sepatu, dan bahkan tas tangan mahal itu hanya untuk makan malam? Apa James gila?"

Kali ini Dira menggeleng. "Dia hanya ingin menyenangkan mu. Dan lagi jangan berpikir tentang harga semua barang ini. Karena Juna baru memberitau ku kalau harga semua barang ini tidak akan sedikit pun mempengaruhi kekayaan James. Well, tidak hanya kaya. Tapi pria itu juga benar-benar penuh mistery yang harus kamu pecahkan dan kamu galih, Sana."

Out of The BlueWhere stories live. Discover now