xi . jumantara.. aku lelah

17 9 2
                                    

"..sempat kupikir kisah kita akan berjalan layaknya sebuah drama, yang mana terdapat dua sejoli dengan dua rasa yang sama
tapi sepertinya aku salah, ya?
kisah asmaraloka kita berakhir menjadi luka
menyisakan perih yang perlahan berangsur menjadi suka karena aku yang mulai terbiasa"

❝ k e l a b u ₊˚

aku meringkuk ketakutan di pojok ruangan yang kini nampak redup sebab tidak adanya penerangan dari lampu atau cahaya rembulan malam ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

aku meringkuk ketakutan di pojok ruangan yang kini nampak redup sebab tidak adanya penerangan dari lampu atau cahaya rembulan malam ini. jumantara pulang, namun dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

ia mulai membuka sabuknya dan mencambukku dengan sekuat tenaga hingga membuat luka pada tubuhku semakin bertambah. aku ingin menangis, namun rasanya air mataku enggan untuk menunjukan diri dikala isakan telah lebih dulu keluar dari mulutku.

rasa perih yang terasa disekujur tubuhku membuatku merasa mati rasa. tubuhku terasa lemas dan terbaring lemah setelah pukulan, cambukkan serta bogeman mentah diberikan jumantara guna membuat hatinya merasa tenang.

"saya sudah bilang sebelumnya cepat tanda tangani surat cerai tersebut! mengapa kamu terus membantah perintah saya?!"

aku berusaha untuk bernafas saat dirasa dadaku sangat sesak. kepalaku terasa pening dan hidungku mulai mengeluarkan darah segar.

"maaf, aku masih belum rela hujan kehilangan ibu kandungnya di usia balita."

sebuah vas bunga terlempar kearah kepalaku. pandanganku seketika menghitam dan aku semakin sulit untuk bernapas. sebelum akhirnya aku kehilangan kesadaran, ku dengar suara jumantara yang membuat hatiku semakin hancur ;

"hujan gak pernah ingin punya ibu seperti kamu, jean."

jika memang begitu kenyataannya, mengapa dahulu kau membuat masa depanku hilang hingga mengharuskanku untuk mengandung di luar sebuah ikatan pernikahan? mengapa kau membiarkanku untuk melahirkan hujan di atas dinginnya marmer putih tanpa bantuan siapapun dibandingkan menggugurkan kandunganku?

ku harap kau segera mengerti tuan, jikalau seorang manusia memiliki batas kesabarannya sendiri.

ku harap kau segera mengerti tuan, jikalau seorang manusia memiliki batas kesabarannya sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

bersambung..

kelabuWhere stories live. Discover now